Akhir-akhir ini saya makin sering menjumpai pengendara motor yang sembrono menggunakan lampu hazard. Sebuah fitur lampu sein yang bisa nyala pada dua sisi kanan maupun kiri. Bahkan, baru kemarin saya nyaris mengalami kecelakaan karena seorang pengendara yang ngebut sambil menyalakan lampu yang ambigu itu. Lampu yang seharusnya memberi petunjuk arah justru membuat bingung, tiba-tiba asal motong jalan tanpa peringatan.
Karena itu, saya merasa perlu memberikan pengingat, kebiasaan menyalakan hazard sembarangan ini sebaiknya segera dihentikan. Bukan karena saya ingin menggurui, tetapi karena kebodohan ini semakin terlihat nyata di jalan. Semoga tulisan ini sampai ke yang bersangkutan. Meski saya sadar, harapannya mungkin setipis logika mereka saat menekan tombol hazard tanpa berpikir panjang.
Fungsi lampu hazard itu digunakan saat kendaraan berhenti darurat saja
Mari kita luruskan, lampu hazard memang dirancang untuk kondisi-kondisi darurat. Misal, motor mogok, ban kempes, atau keadaan lain yang membuat kendaraan harus berhenti. Jadi, jangan sekali-kali membalik logikanya dengan menyalakan hazard sambil melesat kencang di jalan raya.
Aturan hukum pun jelas, Undang-Undang Nomor 22/2009, Pasal 121 ayat 1, menyatakan bahwa setiap pengemudi wajib memasang segitiga pengaman, lampu isyarat bahaya, atau penanda lain saat berhenti dalam kondisi darurat. Singkatnya, lampu hazard memang bukan alat pamer, bukan jimat selamat saat salip-salipan, dan tentu saja bukan untuk membingungkan pengendara lain. Menyalahgunakan fitur ini hanya menegaskan bahwa dirimu lebih “darurat”dan tidak menghiraukan keselamatan.
Lampu hazard nggak bikin perjalananmu makin cepat sampai tujuan
Sebenarnya, apa sih masalahmu sampai harus menyalakan hazard sambil ngebut di jalan raya? Ingin cepat sampai? Ingat, pengendara lain juga pengin cepat sampai dengan selamat. Alih-alih mempersingkat waktu, keteledoran dan keegoisanmu itu malah bisa bikin perjalanan jadi lebih lama.
Bisa jadi karena lampu sein nyala semua pengendara lain kebingungan untuk menghindar hingga membuat insiden saling senggol yang berakhir adu debat di pinggir jalan, atau amit-amit kecelakaan yang bikin kamu dan orang lain bolak-balik ke rumah sakit.
Jalan raya itu bukan panggung buat ego pribadi, dan tombol hazard bukan alat untuk menakut-nakuti atau mengancam keselamatan orang lain. Kalau merasa terlalu terburu-buru untuk sampai ke tujuan, lebih bijak untuk berangkat lebih awal saja atau kalau mau repot sedikit ya bikin jalan pribadi sendiri: dijamin nggak ada yang menyalip, nggak ada yang dibuat panik, dan kamu bisa sampai tujuan tanpa harus mengacaukan hidup orang lain.
Sudahi tingkah konyolmu itu!
Sudah sepantasnya kita mulai menggunakan akal sehat saat berkendara. Menyalakan lampu hazard dengan sembrono, apalagi sambil ngebut atau zig-zag di tengah lalu lintas, bukanlah tanda kecerdikan atau keberanian. Sebaliknya, itu adalah manifestasi sifat egoisme konyol yang, jujur saja, sangat memalukan untuk dilakukan.
Terlebih, dunia ini akan tetap berputar kok, meski kamu menahan diri sebentar dari kebiasaan konyol itu. Menghormati aturan dan keselamatan bersama di jalan raya bukan cuma urusan hukum, tapi soal kesadaran diri dan kedewasaan.
Kalau masih keras kepala, ya silakan lanjutkan saja, risiko tanggung sendiri. Tapi, satu hal yang pasti, jangan sampai orang lain ikut jadi korban dari ulahmu.
Penulis: Dimas Junian Fadillah
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA 10 Kebiasaan Buruk yang Harus Ditinggalkan agar Motor Nggak Gampang Mogok Saat Musim Hujan.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















