Mitos di Jogja yang Terbukti Bohong, dari Hantu Bunderan Teknik UGM sampai Suara Drum Band Gaib, Semuanya Hoax!

Mitos di Jogja yang Terbukti Bohong, dari Hantu Bunderan Teknik UGM sampai Suara Drum Band Gaib, Semuanya Hoax!

Mitos di Jogja yang Terbukti Bohong, dari Hantu Bunderan Teknik UGM sampai Suara Drum Band Gaib, Semuanya Hoax! (Pixabay.com)

Semiskin-miskinnya Jogja (baca: Daerah Istimewa Yogyakarta), tempat ini selalu kaya dengan mitos. Memang sih, tidak bisa sejahtera dengan mitos. Tapi mitos menjadi cerita seru bagi warga daerah istimewa. Juga menjadi daya tarik bagi ribuan orang yang mengunjungi Jogja.

Banyak yang bilang kalau Jogja memang magis. Ada juga yang bilang mitos-mitos ini yang membuat Jogja selalu menarik. Bahkan banyak kreator konten yang rutin mengulik mitos di Jogja. Dari hantu di beberapa lokasi, sampai pantangan selama berada di Jogja. Apakah Anda juga percaya?

Tapi saya hadir untuk menghancurkan imajinasi Anda semua tentang magisnya Jogja, serta membuktikan semua kisah legenda itu tidak lebih dari hoax semata. Mitos di Jogja yang selama ini seru diperbincangkan hanyalah hoax yang sudah saya uji kebenarannya. Jadi sebelum Anda terbuai dengan kisah-kisah ngeri dan horor tentang Jogja, mari kita buktikan kebohongannya.

Hantu Bunderan Teknik UGM yang muncul jika dinyanyikan “Gugur Bunga”

Mitos di Jogja pertama yang terbukti bohong adalah hantu yang muncul di bundaran Fakultas Teknik UGM. Sebenarnya versi mitos ini banyak. Dari bundaran UGM depan boulevard serta bundaran di dekat Fakultas Filsafat. Tapi pemicu kemunculan hantu ini sama: menyanyikan lagu “Gugur Bunga” sembari memutari bundaran tersebut.

Ketiga bundaran sudah saya putari. Saya juga menyanyikan “Gugur Bunga” saat memutari ketiga bundaran itu. Hasilnya? Tidak ada hantu yang muncul! Bahkan ketika saya coba tengah malam, tetap tidak ada yang muncul. Yang ada, saya terlihat seperti orang goblok.

Mitos Rumah Pocong Sumi yang menghantui Kotagede Jogja

Kotagede Jogja memang memiliki nuansa wingit. Perpaduan gang sempit dan bangunan lawas berlanggam Wong Kalang jadi perpaduan apik untuk membuat merinding. Salah satunya adalah rumah tua di tengah perkampungan padat. Orang menyebutnya Rumah Pocong Sumi.

Jauh sebelum muncul klarifikasi tentang sejarah rumah ini, saya sudah mencoba membuktikan mitos itu. Semalaman saya berputar-putar di sekitar Rumah Pocong Sumi. Seperti sebelumnya, saya tidak melihat hantu apapun. Malah saya seperti maling yang sedang melakukan survey.

Hantu di Ruang Diorama III Benteng Vredeburg

Benteng Vredeburg punya segudang mitos yang jadi buah bibir. Tapi tidak ada yang lebih menarik daripada mitos ruang Diorama III. Lokasi ruang diorama ini memang paling ujung dan kurang terjamah. Ditambah isi diorama ini adalah perihal “kekejaman” PKI. Mitosnya, ada suara jeritan minta tolong serta penampakan simpatisan PKI di tempat ini.

Aneh sih, hantu PKI kok muncul di benteng warisan Belanda. Kan mereka muncul di medsos dan bacotan buzzer.

Mitos ini sudah saya buktikan hoax sejak SMP. Sudah puluhan kali saya kunjungi museum ini, hasilnya nihil. Tidak ada hantu apa pun, apalagi hantu PKI. Tapi saya malah mendapatkan banyak pengetahuan baru. Yah, mythbuster kali ini tidak rugi-rugi amat.

Hantu Korban Tumbal Jembatan Gondolayu

Lokasi jembatan satu ini sangat dekat dengan pusat keramaian Jogja. Tepatnya di timur Tugu Pal Putih. Entah kenapa jembatan era Diponegoro ini bisa melahirkan kisah mistis. Konon saat proses pembangunan Jembatan Gondolayu, ada sepasang suami istri yang dikubur hidup-hidup sebagai tumbal. Ketika malam, hantu dari tumbal ini sering menampakkan diri.

Nama Gondolayu yang dulunya nama Kampung Jogoyudan juga katanya membawa aura negatif. Konon ketika bernama Gondolayu, terjadi kematian berantai anak-anak di kampung itu. Akhirnya nama kampung itu berganti menjadi Jogoyudan, dan hanya jembatan ini yang masih menyandang nama lama.

Entah berapa kali saya lewat Jembatan Gondolayu ketika malam. Tidak ada hantu apa pun yang muncul. Tapi bukan hantu yang membuat saya takut dengan Jembatan Gondolayu. Melainkan kendaraan yang ngebut seperti kesurupan ketika hari sudah malam.

Hantu yang menyesatkan pengendara di Panggung Krapyak

Wilayah Krapyak mungkin dikenal sebagai pusat pendidikan para santri. Tapi ada juga mitos yang menggelayuti tempat ini. Terutama karena adanya situs Panggung Krapyak atau Kandang Menjangan. Tapi mitos yang saya bahas bukan perkara kursi kosong di tengah situs. Melainkan hantu yang sering menyesatkan pengendara motor dan mobil saat melintasi Panggung Krapyak.

Sejak saya masih naik sepeda sampai ugal-ugalan naik motor, belum pernah sekalipun saya dibuat tersesat oleh hantu Krapyak. Bahkan lewat jam 3 pagi saja tetap tidak ada masalah. Justru saya malah deg-degan karena Panggung Krapyak dekat dengan area operasi klitih.

Mitos pantangan pakai baju hijau di Pantai Parangtritis dan Parangkusumo Jogja

Mitos satu ini sudah setua sejarah Jogja. Konon Laut Selatan dikuasai oleh Ratu Kidul. Entah kenapa, blio suka sekali dengan warna hijau. Hingga suka menarik orang pemakai baju hijau ke istananya. alias ditenggelamkan. Mitos ini lebih terkenal di Pantai Parangtritis dan Parangkusumo. Meskipun tetap berlaku di sepanjang garis pantai selatan.

Saya pernah memakai baju hijau saat plesiran di Pantai Parangtritis. Juga pernah renang di pantai lain dengan baju warna hijau. Tapi buktinya saya masih bisa menulis artikel ini. Tidak ada kejadian ditenggelamkan apalagi sowan ke kerajaan gaib Laut Selatan.

Mitos harus mengangkat kaki jika mengkritik Jogja

Ini salah satu mitos menyebalkan yang sering saya temui. Konon, Sri Sultan HB X bisa mendengar semua pembicaraan orang di Jogja. Syaratnya orang itu sedang menginjakkan kaki di tanah. Jadi ketika ingin bicara yang jelek-jelek tentang Jogja, kaki harus diangkat. Agar tidak diketahui sang raja pewaris takhta Mataram ini. Konon kalau ketahuan, bisa kualat.

Dari ratusan artikel serta bacotan kritik saya, tidak pernah membuat kena kualat. Tapi saya tidak serta-merta membantah mitos ini. Bisa jadi mitos mengangkat kaki ini hoax. Tapi jika benar, mungkin Sri Sultan HB X juga tidak peduli dengan curhatan pedas tentang kondisi daerah yang dipimpinnya.

Mendengar suara drum band gaib tandanya diterima di Jogja

Mitos suara drum band gaib mungkin jadi mitos yang tidak terlalu horor. Konon yang mendengar suara gaib ini tandanya sudah diterima di Jogja. Orang itu akan betah dan juga menetap di Jogja. Mitos ini masih jadi buah bibir, terutama saat mahasiswa baru datang ke Jogja.

Banyak teman saya yang mengaku mendengar suara drum band gaib ini, dan akhirnya pulang kampung. Bahkan sudah menetap dan berkeluarga tanpa sekali pun kembali ke Jogja. Memang kangen, tapi tetap tidak ada daya tarik magis yang membuat mereka kembali. Sedangkan saya belum pernah mendengar suara drum band ini, tapi malah terus terjebak di Jogja.

Lha wong rumah saya di sini hehehe. Nggak lucu ya? Memang. Yang lucu itu hidup ini.

Meskipun tidak terkesan horor, tapi saya ngeri membayangkan mitos ini. Bukan suaranya, tapi konsekuensinya. Bayangkan seseorang yang; terjebak upah murah; susah mengakses hunian; tertimbun sampah; terancam klitih, dan; susah cari makam. Semua gara-gara tanpa sengaja mendengar suara rombongan demit berlatih drum band.

Itulah mitos di Jogja yang jelas terbukti keliru. Kalian masih mau percaya, nggak apa-apa. Terlihat konyol itu pilihan kok. 

Penulis: Prabu Yudianto
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Ahli Menjawab 3 Mitos Jogja yang Tak Lekang Zaman: Suara Drumband, Andong, hingga Gamelan

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Exit mobile version