Mengaku habis mimpi basah kepada orang tua ternyata nggak semudah membalik taplak meja. Susah dan tricky. Setidaknya itu yang saya rasakan waktu masih duduk di bangku SMA, tepatnya saat bulan puasa beberapa tahun lalu.
Sehabis keramas di pagi buta, saya masih ingat betul ditanya oleh ibu. Kira-kira pertanyaannya begini, “Kok tumben, Le, pagi-pagi buta sudah mandi keramas?”
Saya nggak tahu apa motivasi ibu saya menanyakan hal seperti itu. Entah mau menguji kejujuran saya atau cuma sekadar iseng saja. Yang jelas, pertanyaan seperti itu acap keluar dari ibu, bahkan ketika saya sudah memasuki bangku kuliah. Anehnya, semakin dewasa, saya semakin nggak berdaya merespons pertanyaan yang sebenarnya sangat simpel dan mudah dijawab itu.
Terus terang saya malu jika harus mengaku kalau habis mimpi basah. Misal ditanya kenapa malu, ya nggak tahu. Pokoknya ada semacam perasaan takut, kaku, dan rumit yang benar-benar merasuk ke sanubari. Dan, barangkali, pengakuan saya tentang mimpi basah itu nggak akan pernah didengar oleh orang tua.
Ibu saya memang cukup frontal dalam beberapa hal. Bahkan, sewaktu dulu saya disunat, nggak jarang beliau menceritakan perkembangan kondisi titit saya kepada tetangga. Kebanggan terhadap anaknya yang berlebihan, bikin ibuk tampak selalu ingin bercerita tentang anak pertamanya ini. Yah, nggak heran kalau sampai sekarang beliau masih suka kepo sama kehidupan pribadi saya.
Meski suka kepo dan sering menanyakan hal-hal yang susah dijawab kayak soal mimpi basah, tapi ibu jarang to the point menyampaikan apa maksud hatinya. Beliau lebih senang pakai semacam “sandi morse” ketika berbicara dengan anak-anaknya. Hal ini yang kemudian kadang bikin saya bingung menerka-nerka apa maksud dan tujuannya.
Masih tabu
Pertanyaan ibu mengenai habis keramas sebelum subuh kepada saya itu barangkali ingin memastikan bahwa sang putra sudah memasuki masa pubertas. Tapi, karena sejak kecil saya tumbuh di lingkungan yang tabu membicarakan masalah seksual, jadi ya, susah menjawab kalau habis mimpi basah.
Di sisi lain, saya juga sebenarnya sering melihat orang tua mandi sebelum subuh pada hari Jumat. Senakal-nakalnya saya sebagai manusia, nggak pernah tuh menanyakan alasan kenapa mereka mandi di pagi buta yang dingin. Toh saya yakin banget bapak dan ibu nggak bakal menjawab dengan jujur mengenai hal ini. Intinya, sama-sama sungkan membicarakan hal seperti ini di dalam keluarga.
Minimnya pendidikan seksual kepada anak
Banyaknya kekakuan dalam keluarga seperti ini membuat saya dan orang tua nyaris nggak pernah ngobrol masalah seksual. Di sekolah juga sama, hanya sedikit pelajaran yang saya dapatkan mengenai hal ini. Jadi, ya, untuk pendidikan seks, mayoritas saya dapatkan secara otodidak, baik mencari di warnet maupun tongkrongan.
Ya, sejak kecil saya nggak pernah mendapatkan pendidikan seksual dari keluarga. Ini juga yang terjadi pada anak-anak di lingkungan sekitar rumah. Sampai hari ini, masalah seksual seperti mimpi basah masih jadi hal tabu untuk dibicarakan di ruang lingkup keluarga.
Selalu kebingungan
Beberapa waktu lalu saya mencoba bertanya kepada salah seorang teman laki-laki yang sudah menikah. Dia sudah punya satu orang anak usia dini. Dia juga mengaku bingung dan kesulitan saat ingin memulai pembicaraan masalah seksual dengan Si Buah Hati.
Sama seperti saya, bapak satu anak ini juga dulunya nggak mendapatkan edukasi seks dari orang tuanya. Alhasil, dia belum siap ketika harus membicarakan masalah seks,alat kelaminm, apalagi mimpi basah dengan gamblang di depan sang anak.
Dia juga menceritakan pengalaman saat memasuki masa pubertas, yang ditandai dengan mimpi basah. Bahkan, dia lebih memilih nggak mandi keramas di pagi hari karena takut dan malu ketahuan orang tua. Jadi, ya, mau nggak mau dia mandi siang hari dan nggak menunaikan ibadah salat subuh.
Terlalu tertutup
Ini juga mengingatkan saya pada saat menonton televisi beberapa tahun silam. Waktu itu, saya nonton film yang kebetulan ada adegan “mesra”. Tepat saat adegan tengah berlangsung, tiba-tiba ibu datang dari belakang. Dengan spontan, tangan saya meraih remot tv dan langsung pindah channel.
Sikap tertutup masalah seksual di dalam keluarga ini masih terjadi sampai saat ini. Tidak sedikit orang tua yang masih canggung dan takut ngobrol soal mimpi basah apalagi untuk memberi pendidikan seks kepada anaknya.
Saya paham betul proses menuju kesadaran akan pentingnya pendidikan seksual di dalam keluarga masih cukup panjang. Untuk itu, saya kira pihak-pihak terkait perlu memberi pendampingan khusus terhadap orang tua agar mampu memantau dan mengedukasi persoalan seksual anak.
Mungkin ini terdengar klise, tapi dengan begitu, setidaknya nggak ada lagi kasus malu keramas sebelum subuh karena mimpi basah yang pernah saya alami. Dan perlahan, kelak, masalah seksual bukan lagi menjadi hal tabu untuk dibicarakan anak dan orang tua.
Penulis: Jevi Adhi Nugraha
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Derita Guru Cewek di SMK, Susah Bener Ngajar Murid Laki yang Sedang Puber