“Ujian bagi kesehatan mata”, itulah penggambaran yang tepat saat menyaksikan pertandingan liga Indonesia. Kita sudah dipaksa menikmati “tayangan ulang yang mbrebet-mbrebet, eh masih dipaksa menikmati polusi visual di jersi-jersi liga Indonesia dengan sponsor ramai-nya. Untuk kasus ini, Persib dan Bali United adalah dua pihak yang paling patut disalahkan. Tak berlebihan, kedua tim ini selalu salip-salipan masalah banyak-banyakan nempelin sponsor di jersi.
Merunut tiga musim terakhir yang mampu purna, tercatat Bali United menempel 14 sponsor pada musim 2021, 15 sponsor pada 2019, dan 17 sponsor pada 2018. Sementara Persib menempel 10 sponsor pada 2021, 13 sponsor pada 2019, dan 12 sponsor pada 2018. CMIIW, dan itu baru yang “ditempel di jersi saja”, serta belum termasuk logo apparel. Bukan hanya itu, kedua tim ini juga sama-sama membuat inovasi di Liga 1 dengan menempel sponsor vertikal di lengan dan menempel sponsor di celana pada musim 2017 silam.
Tak masalah sebenarnya, toh hal semacam itu juga umum di sepak bola Eropa di luar liga kelas atas. Dan harus diakui, jersi yang ramai itu pertanda bagus bagi pendanaan sebuah tim sepak bola. Tapi harus diakui pula, dari kedua tim yang salip-salipan masalah sponsor di jersi ini, nampaknya Persib lebih baik soal manajemen visual, dan masih berusaha membuat jersi yang eye catching, alih-alih hanya menerima cairan dana dari banyaknya sponsor saja. Dan Bali United serta tim-tim lain mesti berpatok pada Persib.
Mungkin tampak tak adil jika saya mengunggulkan Persib, apalagi jika melihat angka, Bali United tiap tahunnya unggul soal kuantitas tempelan logo sponsor. Tapi, masalahnya bukan itu saja.
Usaha Persib untuk serius dalam masalah visual, adalah dari cara mereka menempatkan logo yang proporsional. Selain berusaha membuat badge logo yang lebih kecil, Persib juga berusaha sedikit menaikan logo mereka. Ya, Mungkin sekilas badge Persib di jersi mengingatkan kita pada jersi-jersi tim Serie-A. Dan harus diakui, usaha ini cukup membuat mata lebih nyaman. Kenapa?
Penempatan badge tim yang lebih tinggi dan lebih kecil, juga membuat sponsor di bagian utama otomatis jadi dinaikan untuk menempati sela-sela kosong di bawah badge tim. Apalagi jika di bagian utama tersebut, ditempatkan dua sampai tiga logo sponsor dengan ukuran besar. Ini yang tidak kita temukan di Bali United.
Bali United tidak berusaha menaikan logo, pun tidak berusaha untuk sedikit memperkecil ukuran badge tim. Otomatis, logo sponsor ditempatkan lebih ke bawah, dan mungkin Anda sedikit terganggu dengan logo sponsor di jersi Bali United yang menempati area pusar. Lagian, sponsor Bali United ini lebih banyak, ya, gimana nggak ganggu mata.
Belum lagi masalah proporsi logo sponsor yang ditempel. Persib masih berusaha memberi ruang kosong pada logo-logo sponsor dengan font yang tidak terlalu panjang. Sementara, Bali United tidak. Bali United seolah tidak rela ada ruang kosong, sponsor dengan font yang panjang atau pendek pun tidak disesuaikan menurut proporsi. Bagi saya ini mekso dan mengganggu. Padahal kedua tim ini sama-sama mencetak logo sponsor dengan konsep satu warna. Sama-sama menggunakan warna yang kontras dengan jersi, tapi beda eksekusi. Entahlah.
Dan sekalipun regulasi Liga 1 masih memberi banyak kelonggaran perihal penempatan logo sponsor, tapi nampaknya tim seperti Bali United (dan mungkin tim lain juga) ini mesti berkaca pada Persib, bahwa sponsor banyak itu bukan perkara nilai uangnya, tapi juga nilai estetisnya. Mungkin tampak sepele, tapi, mon maap, nih, saya, dan kita-kita penikmat serta konsumen sepak bola sekalian sering ngelus dada perihal polusi visual di jersi ini, loh.