Kalau ke warteg, kalian lebih suka pesan apa?
Tempat makan yang menyediakan aneka lauk ya warteg. Mulai dari aneka gorengan, tumis-tumisan hingga bermacam sayur kuah, ada di sana. Lauk pauk tersebut ditata rapi di etalase kaca. Nantinya, pelanggan tinggal tunjuk saja lauk mana yang mereka inginkan.
Soal cara pesan lauk yang tinggal tunjuk ini, sampai-sampai ada jokes yang menyebut bahwa pesan menu di warteg ini tak ubahnya seperti touch screen. Tinggal nutul-nutul, beres.
Meski menyediakan banyak lauk, tidak semua menu di warteg bisa memberikan pengalaman makan yang menyenangkan. Salah pilih lauk bisa berujung pada hilangnya selera makan. Ini bukan semata soal rasa, tapi… Ah, baca sendiri, deh. Berikut adalah 6 menu di warteg yang bermasalah.
#1 Olahan udang, menu warteg pertama yang perlu dihindari karena asal cemplung
Sering lihat lauk olahan udang di etalase warteg? Biasanya, udang di warteg diolah jadi mirong (gorengan udang yang bentuknya tipis dan lebar), atau ditumis bersama tahu kuning. Kadang juga dicampur ke capcay.
Sayangnya, udang di warteg ini sering diolah asal cemplung. Kepalanya tetap utuh, sungutnya masih menjuntai panjang, dan kulit luarnya dibiarkan melintang di piring. Tahu sendiri kan kalau kepala udang tetap nempel kita bakal dapat bonus apa? Yak, betul. Item-item di dalam kepalanya. Uhhh, bikin illfeel. Belum aromanya yang cenderung amis dan nyegrak.
Soal kenapa kepalanya nggak dibuang, itu bagian dari strategi biar udangnya tetap terlihat gede. Selain efisiensi waktu juga. Jadi menu warteg pertama yang baiknya dihindari ya udang ini.
#2 Sayur sop memang enak, tapi sayang sayur sop warteg overcooked!
Siang-siang makan sayur sop memang enak. Kuahnya yang segar dengan semripit rasa merica membuat tenggorokan terasa lega. Isinya pun tampak menggoda dengan warna-warni wortel, kentang, buncis, seledri, dsb.
Akan tetapi menu sop di warteg ini punya satu masalah klasik. Sayurnya overcooked! Coba saya tanya, apa enaknya sayur sop yang kolnya layu, kentangnya lemes, buncisnya letoy dan seledri yang sudah mau hancur?
Kalau ketemu sayur sop modelan begini, cuma ada dua kemungkinan: masaknya emang kelamaan karena disambi goreng tempe, atau sayur sop ini adalah sayur sop yang sudah dihangatkan berkali-kali. Dua-duanya, sama-sama bikin selera makan jadi nge-drop, selapar apa pun kondisi kita saat itu.
#3 Menu warteg bermasalah lainnya: ikan goreng
Lauk di warteg lainnya yang sering bermasalah adalah ikan goreng. Berdasarkan pengalaman beli lauk di warteg, tampilan luar ikan goreng yang tampak garing bukanlah jaminan. Bisa jadi, garingnya itu bukan garing hasil gorengan pertama, tapi garing karena sudah digoreng berkali-kali.
Saya pernah membeli ikan lele di warteg karena tertarik dengan tampilan luarnya yang tampak keset. Eh, ketika dimakan, daging ikannya sudah keras. Pernah pula ikan kembung, ehhh, sama juga. Daging ikannya sudah menyatu dengan si tulang karena efek bolak-balik masuk penggorengan. Kapok deh pesan menu warteg ikan goreng.
#4 Ati ampela yang pahit dan amis udah pasti bikin nafsu makan ciut
Ati ampela ini boleh dibilang bahan makanan yang harus sabar dalam pengolahan. Masalahnya, ati ayam ini gampang pahit kalau penangananya asal-asalan. Ampela juga harus betul-betul dicuci bersih suoaya selaput dan pasirnya hilang. Begitu ada yang miss, rasa pahit-amisnya bakalan nyelekit.
Selain itu, menu ati ampela di warteg biasanya sudah satu paket dengan usus yang dililitkan. Nah, mencuci usus ini juga harus benar-benar bersih. Tahu sendiri kan usus itu tempatnya apa?
Mending kalau memang kepingin makan ati ampela di warteg, cek dulu, Sob. Kalau terlihat keriput atau mengkilap berminyak dan aromanya tercium aroma “kandang”, mending tahan diri. Cari lauk yang lain saja.
#5 Ayam goreng sering bikin pembeli melongo karena harga nggak sepadan dengan ukuran ayam
Di Terminal Mojok pernah ada tulisan berjudul Ayam di Warteg itu Cuma Pajangan bukan Menu yang Seharusnya Dipesan. Kelihatannya sih tulisan lucu-lucuan, tapi sebenarnya ini fakta, lho. Ayam goreng di warteg ini entah kenapa memang sering kali mengecewakan. Mulai dari rasanya yang hambar, potongan dagingnya yang kecil dan tekstur dagingnya yang alot.
Bukan hanya itu saja. Pesan menu ayam goreng di warteg itu juga sering bikin pembeli melongo karena harganya yang nggak sepadan dengan ukuran ayamnya. Memang paling bener kalau mau makan ayam goreng itu ya ke rumah makan Padang aja, bukan ke warteg.
#6 Pindang puyuh rasanya kayak makan kerikil, keras!
Telur puyuh di tangan pengusaha warteg bisa diolah jadi berbagai macam menu. Bisa dioseng bareng dengan kacang panjang dan tauge, bisa jadi campuran capcay, ataupun dibuat pindang. Itu lho, telur puyuh dimasak dengan bumbu kecap dalam jangka waktu cukup lama, sehingga si telur puyuh berubah warna jadi coklat. Ada kuahnya dikit. Warnanya coklat juga.
Sayangnya, pindang puyuh juga jadi salah satu menu yang sering kali dipanaskan berulang oleh pemilik warteg. Mungkin karena menu ini kurang populer kali, ya, jadi jarang ada yang pesan. Tapi mau dibuang, kok sayang. Harga telur puyuh kan juga nggak murah. Akhirnya dipanaskan lagi, lagi, dan lagi. Alhasil ketika dimakan, permukaan luar telur puyuhnya terasa keras.
Begitulah. Dunia kuliner memang keras. Untungnya sih lumayan, tapi modal dan risikonya juga besar. Wajar kalau para pemilik warteg harus pintar-pintar menyiasati agar tidak merugi. Sayangnya, dalam strategi tersebut, kadang konsumen jadi pihak yang kalah, tanpa sadar.
Solusinya sederhana: pintar-pintarlah pilih menu lauk di warteg. Kalau ada yang terlihat mencurigakan, lebih baik geser pandangan ke menu lain. Toh warteg selalu punya banyak pilihan lauk yang siap mengembalikan semangat makan siangmu.
Penulis: Dyan Arfiana Ayu Puspita
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA 3 Makanan yang Sekarang Jarang Ada di Warteg.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.




















