Nama Gajah Mada begitu harum, baik saat beliau masih hidup bahkan ratusan tahun setelahnya, namanya masih abadi tersimpan di memori masyarakat Nusantara. Keberhasilan menyatukan Nusantara menjadikan ia dianggap sebagai pahlawan di Majapahit. Delapan abad setelahnya, kisah heroiknya menjadi penyulut api semangat para pendiri bangsa untuk membebaskan tanah ibu pertiwi dari cengkraman para penjajah. Lalu kini, namanya abadi dalam lembaran buku dan berbagai monumen tanda penghormatan kepada Maha Patih terhebat dari Majapahit tersebut.
Namun, di balik nama besarnya, masih banyak misteri yang menyelimuti kisah hidupnya. Akhir hayat dari Gajah Mada sampai saat ini masih penuh dengan tanda tanya. Belum ada yang bisa menjawab dengan pasti perihal akhir hayat beliau. Terutama setelah terjadi kesalahpahaman yang menimbulkan tragedi perang antara Majapahit dan Sunda. Banyak yang berspekulasi hubungan Gajah Mada dengan raja saat itu, Hayam Wuruk mulai renggang. Hingga akhirnya beliau memutuskan untuk menjauh dari istana dan menyepi dari pusat kota. Mungkin hal tersebut yang menjadi salah satu faktor tak ada catatan sejarah yang pasti mengenai kronologis kematian Gajah Mada.
Di beberapa daerah seperti di Tuban dan Lampung, ditemukan makam yang diyakini sebagai tempat peristirahatan Gajah Mada. Tak sedikit yang berpendapat bahwa beliau meninggal secara wajar. Tapi, tak sedikit pula yang berpendapat bahwa beliau moksa ke angkasa. Lalu bagaimana sebenarnya akhir riwayat beliau? Berikut rangkuman beberapa versi perihal akhir hayat Gajah Mada.
Meninggal karena sakit
Di dalam Kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca disebutkan bahwa ketika Hayam Wuruk sedang melakukan kunjungan kerja di Blitar, ia sangat kaget ketika mendengar kabar bahwa Gajah Mada tengah sakit parah. Kemudian dengan segera ia memutuskan untuk kembali ke ibu kota Majapahit demi menengok Gajah Mada yang terbaring lemah. Tak lama setelahnya, beliau pun menghembuskan nafas terakhirnya pada tahun 1286 Saka atau 1364 Masehi. Lebih lanjut, Negarakertagama menyebutkan bahwa Hayam Wuruk sangat terpukul kehilangan patihnya yang sudah banyak berjasa bagi Majapahit. Hayam Wuruk sempat menunjuk empat orang sebagai Mahamantri. Namun, tak ada yang bisa menyamai kehebatan Gajah Mada.
Meninggal dalam pertapaan
Versi ini menyebutkan selepas terjadinya tragedi perang Bubat, beliau memilih menyingkir jauh dari ibu kota dikarenakan merasa sangat malu kepada raja. Ada pendapat yang menyatakan bahwa beliau memilih menjadi pertapa di Madakaripura di pedalaman Probolinggo, sekitar wilayah kaki gunung Semeru, Bromo.
Madakaripura merupakan sebuah air terjun yang terletak di Probolinggo. Di balik air terjun ini, terdapat deretan ceruk dan satu goa yang menjorok ke dalam. Banyak yang percaya, di goa tersebut Gajah Mada menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang pertapa.
Selain Madakaripura, ada juga pendapat yang menyatakan beliau menghabiskan sisa hidupnya sebagai seorang pertapa di goa yang terletak di wilayah selatan Trowulan. Dugaan ini muncul karena pada masa silam, banyak rakyat Majapahit yang bertapa di goa tersebut dengan tujuan menarik diri dari hiruk pikuk dunia sampai ajal menjemput.
Moksa di halaman kepatihan
Kidung Sunda mempunyai versi yang berbeda mengenai akhir riwayat Gajah Mada. Jika dua versi sebelumnya berpendapat beliau meninggal secara wajar, maka Kidung Sunda mengisahkan bahwa beliau tidak mati. melainkan moksa ke khayangan.
Perang Bubat membuat hubungan beliau dan Hayam Wuruk berjarak. Kekecewaan Hayam Wuruk dapat dimaklumi mengingat ia kehilangan wanita yang amat dicintainya akibat tragedi tersebut. Di situasi yang panas, beberapa pejabat istana makin memperkeruh suasana dengan menyalahkan beliau atas tragedi Bubat.
Sekelompok prajurit menyergap beliau di istana Kepatihan. Gajah Mada mafhum umurnya sudah tidak lama lagi. Kemudian ia menggunakan pakaian kebesaran layaknya Dewa Wisnu dan menuju halaman Kepatihan. Setelah itu, beliau moksa kembali ke khayangan.
Berbagai versi mengenai akhir hayat Gajah Mada hingga kini masih menjadi perdebatan. Ada satu pendapat yang menyebutkan meskipun beliau berkontribusi besar terhadap negara, namun prosesi pemakamannya tetap dilakukan layaknya rakyat jelata. Tak ada candi atau monumen lain yang mengenang beliau. Sehingga kronologis akhir hayat Gajah Mada sendiri tidak bisa diketahui secara pasti.
Lalu bagaimana pendapat kalian? Beliau meninggal secara wajar, moksa, atau kalian punya versi sendiri dengan bukti valid yang dapat membuka tabir misteri akhir riwayatnya?
BACA JUGA Alasan Jokowi Layak Disebut Mewarisi Sifat dan Kebijaksanaan Patih Gadjah Mada dan tulisan Annisa Herawati lainnya.