Pilihan merek sabun ternyata menentukan status sosial kita di masyarakat. Setidaknya di kalangan pertemanan saya zaman kuliah dulu. Saya heran ketika seorang teman tiba-tiba menatap saya penuh rasa iba hanya karena saya langganan detergen Boom dan sabun Harmony.
Katanya, dia salut sama jiwa ngirit saya. Demi menghemat pengeluaran, saya sampai rela membeli detergen dan sabun mandi paling murah seantero rak toko. Padahal, bungkus produknya saja biasanya sampai lecek saking lamanya nggak terjual. “Aku salut,” ujarnya kala itu. Njir, itu pujian atau hinaan, sih? Tapi saya terkekeh saat mendengarnya.
Saya benar-benar nggak menyangka seseorang akan mengomentari pilihan detergen dan sabun mandi yang kita gunakan. Saya kira hanya ada body shaming, jomblo shaming, atau karyawan shaming. Ternyata zaman sekarang juga ada sabun shaming.
Baiklah, saya akui pilihan untuk membeli kedua merek sabun tersebut 99% memang dilatarbelakangi oleh faktor pengiritan. Mau bagaimana lagi, hemat adalah jalan ninja terbaik bagi anak kosan yang masih kuliah dan belum kerja. Belum lagi kalau harus diribetkan dengan berbagai tugas dan project yang memakan uang sampai ratusan ribu. Sudah miskin, masih saja diporotin atas nama pendidikan, hiks.
Oke, balik lagi soal persabunan. Setelah merenungkan beberapa kejadian, lama-lama saya mafhum kenapa teman saya bisa seprihatin itu. Saya baru sadar kalau kualitas detergen Boom tak semenyenangkan harganya.
Untuk kemasan 400 gram, harganya sekitar Rp5.000 saja. Kemasan segede itu bisa dipakai nyuci baju selama seminggu lebih. Apalagi untuk baju anak kuliahan yang nggak kotor-kotor amat. Pasti bisa lebih awet lagi.
Sekarang, bandingkan harganya dengan merek detergen lain seperti Rinso, Daia, atau SoKlin yang rata-rata harganya Rp15.000 lebih untuk kemasan 770 gram. Itu artinya, detergen Boom lebih murah Rp5.000 dibanding merek lain. Anggap saja per minggunya kita butuh 400 gram detergen, jadi dalam sebulan bisa menghemat Rp10.000. Ini angka yang kecil, sih, tapi sangat berguna untuk mempertahankan kelangsungan hidup anak kos. Mantul nggak tuh?
Tapi ya itu tadi, kualitasnya nggak mantul-mantul amat. Busa yang dihasilkan nggak terlalu melimpah, jadi lumayan susah untuk membersihkan noda membandel. Wanginya juga nggak seberapa, bahkan nyaris nggak ada harum-harumnya. Lama-lama bikin insecure.
Seperti saat kejadian saya lagi asyik nyuci bareng teman kos. Tiba-tiba dia bertanya, “Kok enak, sih, nyuci pakai Boom nggak ada busanya gitu?” Saya cuma nyengir, lalu melirik bak cucinya yang dipenuhi busa melimpah dengan aroma bunga semerbak. Ternyata dia pakai SoKlin cair yang harganya dua kali lipat lebih mahal dibanding Boom. Ya ampuuun, sungguh pemandangan yang bikin Boom-ku insecure.
Nah, sekarang lain ceritanya dengan sabun mandi Harmony. Saya nggak setuju kalau orang-orang meng-underestimate sabun mandi beraroma buah-buahan segar itu. Oke, kelebihan paling utama memang terletak pada harganya yang murah kebangetan.
Harga sabun batang Harmony kemasan 70 gram sekitar Rp1.700 saja. Kalau didiskon bisa sampai Rp1.000 sampai Rp1.500 saja per batang. Sedangkan harga merek sabun lainnya seperti Lux atau Lifebuoy berkisar Rp2.500 per batang untuk ukuran yang sama.
Entah saking murahnya sabun mandi Harmony atau terlalu mahalnya merek sabun mandi lain. Sampai-sampai seorang teman iseng ngecengin sewaktu saya ketahuan belanja sabun Lux cair di suatu hari. Dia bilang, “Ciyeee… Awal bulan belinya sabun Lux”. Haduh, maksudnya apa coba?
Meski harganya murah banget (bahkan sering didiskon saking lamanya tergeletak di rak toko), kualitas sabun mandi Harmony nggak boleh diremehkan. Ini serius. Berbeda dengan kebanyakan sabun mandi lainnya yang beraroma bunga, sabun Harmony diformulasi ekstrak buah-buahan segar yang wanginya menyegarkan. Mulai dari melon, jeruk, apel, anggur, stroberi, lemon, leci, dan pepaya.
Semua aromanya terasa segar, terutama melon dan jeruk. Sampai-sampai saya jadi pengin memakannya saking miripnya dengan aroma buah segar beneran. Wangi khas buah-buahan pada sabun Harmony juga serupa moodboster yang bikin semangat kembali. Beda halnya dengan wangi-wangian bunga yang biasanya terlalu semerbak dan “nyegrok”.
Selain alasan itu, saya juga punya pengalaman tersendiri tentang sabun Harmony. Dulu, sabun Harmony sempat booming saat saya masih SD. Saya dan beberapa teman sampai berebut mengoleksi semua variannya. Mungkin, karena itulah saya langsung teringat memori masa kecil setiap mencium aroma sabun Harmony. Memori kanak-kanak yang polos, bebas, dan menyenangkan.
Secara ilmiah, aroma memang mampu memicu munculnya kenangan tertentu pada otak manusia. Bisa jadi, wangi sabun Harmony yang bikin mood saya membaik itu tak terlepas dari pengaruh kenangan masa kecil tadi.
Itu artinya, selama ini saya hanya membeli kenangan dalam sebatang sabun Harmony. Tapi untungnya harga sabun Harmony terlampau murah. Karena mengutip Leila S. Chudori dalam novel Pulang, “Aku sama sekali tak setuju menggunakan uang untuk sekadar menghirup kenangan”.
Sumber Gambar: YouTube Resky Yuliani
BACA JUGA Mari Bersepakat Bahwa Indomaret Lebih Baik daripada Alfamart dan tulisan Riris Aditia N. lainnya.