Tak kenal maka tak sayang. Katanya sih begitu. Makanya waktu ketemu seseorang yang cuma saya denger lewat musuhnya, saya lumayan kaget. Seseorang ini, sebut saja namanya Mawar, sering banget diomongin temen saya di tempat kerja. Dari situ, saya mendapat kesan kalau si Mawar sifatnya culas dan sombong.
Eh, waktu ketemu, ternyata dia jauh dari bayangan saya. Setelah agak lama kontak (karena dia rekan kerja yang baru dipindahkan ke cabang saya), saya jadi sadar kalau pandangan saya salah. Dia cuma manusia biasa yang ada sisi baiknya, tapi ada juga sisi buruknya. So so lah. Normal.
Semenjak itu saya belajar bahwa kita tidak boleh langsung menghakimi seseorang dari omongan orang lain. Bahkan meski orang lain itu sahabat kita sendiri. Bisa berabe! Salah-salah kita jadi salah paham padahal kenal aja belum.
Nah, kalau lagi mikir gini, saya jadi ingat kasus separatisme papua yang beberapa bulan lalu marak. Apa hubungannya, Mbak Bro?
Ada dong. Sama seperti rekan kerja saya yang cuma saya kenal lewat orang lain, papua pun sering diperlakukan seperti itu oleh kita yang non papua.
Coba kita instropeksi. Kalau lagi ngomongin Jogja, pasti kita familiar dengan tugu dan orangnya yang ramah. Kalau kita ngomongin batak pasti kita jadi inget Denny Siregar eh maksudnya Claudia Sinaga sampai teriakan horasnya.
Tapi kalau Papua? Kebanyakan cuma bisa jawab Koteka. Paling banter hafal lagu Apuse sama He Yamko Rambe Yamko. Adakah kita kenal tokoh Papua seperti kita kenal Ridwan Kamil dari Bandung? Adakah kita kenal tempat wisata di Papua seperti kita kenal Tanah Lot di Bali? Adakah kita tahu nikmatnya papeda seperti kita tahu kelezatan pempek Palembang?
Orangnya tidak kita kenal… budayanya cuma secuplik yang dikenal… dan alamnya pun tidak kita kenal. Kondisi ini diperparah dengan isu-isu separatisme yang marak. Alhasil waktu ketemu orang Papua sekilas saja, kita langsung berprasangka buruk mikir bahwa mereka itu pengkhianat semua. Padahal orang Papua pun punya pikiran sendiri-sendiri dan tidak bisa digebyah uyah.
Cuma kalau disuruh belajar soal Papua, yah, memang susah booo. TV kita Jakarta sentris. Situs-situs berita pun sama saja. Yang di Banyuwangi saja jarang diberitain, apalagi yang di Papua sana.
Terus gimana kita bisa kenal Papua kalau begini caranya? Impossible. Tidak mungkin.
Eits, tapi jangan khawatir man teman. Sekarang di zaman youtube, kita bisa lho mengenal papua lewat youtuber-youtubernya. Meski era youtube ini agak kacau dengan tukang prank, tapi lumayan banyak kok saluran yang isinya oke punya.
Salah satu youtuber favorit saya yang berhasil mengikis stereotip saya ke orang Papua adalah Paul Shady. Pace satu ini membuat beberapa konten yang kadang bikin ngakak, tapi kadang juga bikin sedih.
Salah satu video yang membuat saya bersyukur adalah yang judulnya “Papua New Guinea Bukan Indonesia.” Di situ Paul geleng-geleng kepala karena ada beberapa orang yang mengira papua merdeka dari Indonesia ketika melihat nama negara Papua New Guinea. Kenapa saya bersyukur? Ya, karena saya jadi paham kalau saya bukan orang terbodoh di dunia ini. Wek.
Kali lain, ada juga video berjudul “Kelakuan Ngakak Orang Papua di Internet.” Isinya sebetulnya tingkah aneh-aneh orang Papua yang bikin ketawa. Sederhana sekali. Tapi ayo ngaku, kita pasti jarang liat video viral dari Papua yang kontennya lucu-lucu macam ini, kan?
Masih ada banyak konten lain. Kebanyakan konten yang ringan dan memperkenalkan Papua dari hal-hal yang sederhana. Tapi menurut saya, justru inilah yang penting. Soalnya, tiap kali kita berpikir soal Papua, pasti bayangan kita ekstrim. Ada yang mikir separatis bawa senjata, atau malah suku primitif yang nggak kenal modernisme. Padahal, di papua orangnya beragam. Selain itu, banyak pula orang Papua yang sudah jauh lebih maju.
Tak kenal maka tak sayang. Indonesia ini dari Sabang sampai Merauke. Kalau pulau sebesar Papua saja kita lupakan, gimana caranya kita ngaku sayang Indonesia?
Sumber Gambar: YouTube
BACA JUGA Nomadprostory, Channel Youtube Paling Langka Dunia atau tulisan Nar Dewi lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.