Hari Proklamasi akan tiba sebentar lagi. Artinya, tak lama lagi warganet akan berlomba menebar postingan berbau kepahlawanan. Mulai dari pahlawan kemerdekaan, pahlawan zaman now, pahlawan tanpa tanda jasa dan lain-lain.
Berlawanan dengan pahlawan tanpa tanda jasa, ada sosok yang sering dikaitkan dengan kepahlawanan tapi menurut saya mendapat status yang overestimated yaitu bambu runcing.
Kalau kita mengenal senjata pendekar dunia persilatan seperti Pedang Pembelah Langit atau Kapak Naga Geni milik Wiro Sableng. Maka bambu runcing berbeda dengan semua itu. Dia hanya bambu biasa yang diruncingkan yang bahkan penulisannya pun tanpa huruf kapital.
Tapi itu tidak menghalangi bambu runcing mendapat penilaian yang tinggi. Sampai-sampai pernah ada yang mengatakan kalau perjuangan kemerdekaan berhasil termasuk karena jasa bambu runcing.
Maka mohon maaf, bagi saya itu tidak masuk akal. Yang menjadi lawan para pejuang dulu itu adalah pasukan bersenjata, bukan pohon pisang. Mereka punya senjata api, granat, dan bahkan tank. Jadi, tanpa bermaksud merendahkan semangat para pejuang, rasanya hampir mustahil kalau semua senjata modern itt bisa dilawan dengan mengandalkan bambu yang diruncingkan.
Satu hal lagi, meruncingkan bambu tentu harus menggunakan alat yang tajam seperti parang atau alat sejenis yang lebih pantas dijadikan senjata utama. Jadi bambu itu maksimalnya hanya menjadi senjata tambahan, bukan pemegang kontribusi terbesar.
Lantas kenapa bambu runcing bisa mendapat reputasi hebat seperti itu. Menurut saya minimal ada dua alasan untuk hal itu. Hiperbola dan mental sidekick.
Hiperbola maksudnya bukan garis lengkung dalam ilmu matematika. Tapi yang saya maksud di sini adalah jenis majas yang sering kita gunakan. Begitu seringnya sampai gaya ini sudah mendarah daging meski belum tentu kita tahu sebutannya.
Hiperbola adalah jenis majas yang menggunakan gaya bahasa untuk melebih-lebihkan sesuatu sehingga hal yang disampaikan terlihat lebih dramatis dari kenyataannya. Terdengar familiar? Jika Anda biasa membaca status-status di media sosial, bisa dipastikan anda sudah terbiasa menemukan gaya penulisan seperti ini. Sebutan kekinian yang paling dekat dengan istilah ini mungkin adalah lebay.
Kemampuan ber-hiperbola sudah menjadi bagian dari gaya bahasa kita sehari-hari. Putus cinta disamakan dunia mau kiamat. Baru ngomong beberapa kali, bilangnya sudah berjuta-juta kali. Dan masih banyak contoh yang lainnya.
Apalagi kalau ucapan-ucapan ini sudah masuk dalam ranah obrolan bapak-bapak di warung kopi, rumpian ibu-ibu kompleks ataupun komunitas-komunitas free speech lainnya. Hal paling remeh sekalipun bisa menjadi berkali-kali lebih dramatis dari aslinya.
Makanya tak heran jika bambu runcing yang sebetulnya sosok sederhana itu, berubah menjadi sosok pahlawan luar biasa karena gaya-gaya hiperbolis kita.
Tapi jika alasan itu saja belum membuat Anda puas, maka sebagai ahli berkelit, masih ada alasan lain yang bisa saya sampaikan dan tak kalah pentingnya yaitu mental sidekick.
Kalau dalam dunia superhero, sidekick bisa berarti sahabat, partner ataupun mungkin konco. Ironman punya War Machine, Kapten Amerika punya Bucky Burnes dan tentu yang paling populer adalah Robin sebagai sidekick nya Batman.
Mereka semua punya kesamaan. Yaitu semuanya hebat dan mampu mendampingi superhero utama. Tapi ada satu hal lagi yang biasanya sama di antara para sidekick. Sehebat apapun mereka, plot cerita tidak akan mengizinkan mereka lebih dominan dari tokoh utama. Tentu saja ini masuk akal, karena kalau mereka lebih dominan, namanya bukan sidekick lagi, tapi tokoh utama.
Tapi ada juga, orang yang memilih menjagokan sidekick jika dibanding dengan tokoh utama. Mereka yang memilih sidekick karena punya sudut pandang kekerenan yang berbeda. Mungkin saja mereka bosan dengan tokoh-tokoh pahlawan yang terlalu hebat kemudian mencari alternatif lain yang tidak terlalu mainstream tapi tidak kalah hebatnya.
Contohnya Batman yang meskipun merupakan sosok pekerja keras, tapi lama-kelamaan bisa juga orang akan merasa bosan. Dari sini beralihlah mereka kepada Robin, yang cukup pura-pura sibuk sedikit, sudah bisa nebeng terkenal. Bahkan menjadi sidekick paling populer sepanjang masa. Keren kan?
Sikap mental lebih menjagokan sidekick seperti itu bisa juga lahir karena kesamaan sifat oportunis. Ingin menikmati ngebut-ngebutan, tapi maunya sambil dibonceng abang ojek. Ingin ikut panen raya, tapi tak mau jadi petani.
Pandangan seperti inilah yang mungkin kemudian terbawa kepada cara pandang terhadap pahlawan kemerdekaan. Usaha menemukan pahlawan yang tidak mainstream tapi bisa punya pengaruh luar biasa dengan bantuan kata-kata hiperbolis akhirnya melesatkan reputasi bambu runcing.
Tentunya agar analisa saya ini bisa diterima, kita harus mengakui dulu bahwa dua jenis karakter mental itu, hiperbola dan penggemar sidekick, betul-betul ada di dalam cara berpikir kita sehari-hari. Oleh karena itu, saya persilahkan Anda merenung dan memutuskan sendiri. Apakah analisa ini pantas diperhitungkan atau saya hanya karakter sampingan yang suka melebih-lebihkan.
BACA JUGA Teror Andong Pocong di Sidoarjo.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.