Dulu saya sering membawa kain untuk dijahit ke penjahit pakaian. Baju apa pun untuk digunakan sehari-hari. Akan tetapi, sekitar 5 tahun belakangan, saya sudah tak pernah pergi ke penjahit pakaian kecuali terpaksa untuk membuat seragam sekolah, seragam kerja, atau seragam keluarga. Entah kenapa saya merasa selalu kesulitan saat akan menjahitkan pakaian ke penjahit.
Ternyata nggak cuma saya yang merasa demikian, teman-teman saya pun begitu. Mereka memilih membeli pakaian jadi di toko. Sudah harganya lebih murah, kualitasnya nggak jelek-jelek amat dan tentu saja nggak repot.
Daftar Isi
Ongkos jahit lebih mahal daripada membeli pakaian jadi
Kalau dihitung-hitung lagi, ternyata harga pakaian jadi di toko lebih murah daripada membeli kain sendiri untuk kemudian dibawa ke penjahit pakaian. Ongkos jahit sekarang yang sudah nggak semurah dulu menjadi penyebabnya. Di tempat saya, untuk membuat satu buah kemeja cowok yang modelnya sederhana, saya perlu mengeluarkan uang minimal Rp100 ribu.
Itu baru ongkos jahitnya, ya, belum harga kainnya. Kalau mau membuat pakaian dengan model terkini, pakai kombinasi dan banyak detailnya tentu lebih mahal lagi ongkosnya. Bisa-bisa ongkos jahitnya bisa untuk membeli satu kemeja di toko pakaian.
Jumlah penjahit pakaian sekarang semakin sedikit
Di daerah saya, mencari penjahit pakaian ibarat mencari jarum di tumpukan jerami. Sangat sulit! Jumlah penjahit saat ini semakin sedikit, dan karena jumlahnya yang sedikit inilah saya kemudian sering ditolak lantaran tumpukan jahitan mereka sudah overload. Ujung-ujungnya saya terpaksa mencari penjahit lain di desa sebelah. Sungguh merepotkan, kan?
Sebetulnya saya pernah belajar menjahit pakaian, tapi nyatanya menjahit nggak semudah yang dibayangkan. Selain skill, menjahit juga butuh ketelatenan dan kesabaran. Mungkin itulah kenapa jumlah penjahit sekarang semakin sedikit.
Menjahit pakaian butuh waktu lama
Proses menjahit mulai dari mencari bahan kain, mengukur baju, menjahit, hingga finishing menjadi sehelai baju nggak sebentar. Nggak seperti memilih pakaian di toko yang sat-set begitu dicoba dan pas langsung bisa dibawa pulang ke rumah.
Kita harus membeli bahan dulu di toko kain, mengira-ngira berapa meter kain yang dibutuhkan untuk membuat pakaian yang kita inginkan. Kalau nggak bisa mengira-ngira sendiri, harus konsultasi dulu ke penjahit pakaian. Setelah itu kain diserahkan kepada penjahit untuk dijahit.
Masalahnya, menjahit nggak sebentar. Kita harus antre kalau sudah ada orang lain yang menjahitkan pakaian duluan. Sudah gitu para penjahit butuh ketenangan dan kesabaran. Salah potong sedikit saja bisa merusak kain sehingga kain nggak bisa digunakan lagi. Makanya menjahit butuh waktu lama dan nggak ada penjahit yang mau diburu-buru.
Saking lamanya proses menjahit, kadang pakaian baru jadi H-1 sebelum hendak dipakai. Kalau langsung sudah pas sih nggak masalah. Lha, kalau belum pas, kan penjahit harus memperbaiki sedikit-sedikit. Nah, kalau sudah begini tentu bikin deg-degan takut nggak keburu dan nggak bisa dipakai di hari H.
Itulah mengapa saya akhirnya malas ke penjahit pakaian. Meskipun saya tahu kualitas pakaian yang dijahit lebih bagus, jahitannya lebih kokoh, kancing nggak mudah lepas, dan ukuran pakaian lebih pas di badan, saya nggak akan menjahitkan pakaian kalau nggak terpaksa. Saya lebih memilih membeli pakaian di toko walaupun ukurannya sedikit kebesaran, masih bisa dipermak. Dan yang jelas, jauh lebih hemat.
Penulis: Fitri Handayani
Editor: Intan Ekapratiwi
BACA JUGA Penjahit Adalah Tukang PHP Nomor Wahid di Dunia.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.