Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Memuji Anak dengan ‘Kamu Pintar, Nak!’ Adalah Alasan Anak Jadi Mudah Menyerah

Luthfiasari Sekar Fatimah oleh Luthfiasari Sekar Fatimah
23 Juli 2020
A A
Memuji Anak dengan 'Kamu Pintar, Nak!' Adalah Alasan Anak Jadi Mudah Menyerah MOJOK

Memuji Anak dengan 'Kamu Pintar, Nak!' Adalah Alasan Anak Jadi Mudah Menyerah MOJOK

Share on FacebookShare on Twitter

Orang tua mana yang tidak gatel ingin memuji anaknya pintar ketika dapat nilai 100 untuk Matematika? Apalagi ketika anak terlihat sangat menonjol dan berhak mendapatkan pujian itu.

Semua akan terasa aman-aman saja sampai ketika anak tersebut terpeleset sedikit. Dari yang tadinya juara kelas, disalip oleh temannya yang biasa jadi nomor dua. Kalau sudah seperti itu, orang tua yang merasa perlu melindungi harga diri anak akan melontarkan kalimat penenang.

“Tenang, cuma sekali ini turun, kamu tetap yang paling hebat!” Kalau dilihat sekilas, niat orang tua memuji anak memang mulia. Mereka hanya ingin menghibur anaknya supaya kembali ceria dan tetap semangat belajar. Namun, coba sekarang kita lihat semua itu dari sudut pandang si anak.

Ketika anak dipuji bahwa ia pintar karena nilai 100, kesimpulan yang ditangkapnya adalah: “Kalau dapat 100 aku pintar, berarti kalau tidak dapat 100, aku kurang pintar. Semakin rendah nilaiku semakin aku tidak pintar”.

Anak menjadikan kualitas diri sebagai ukuran harga dirinya. Ketika mempertahankan prestasi dan secara kontinu mendapat pujian yang sama, “Kamu pintar,” semakin tervalidasilah konsep “pintar-tidak pintar” yang dipelajarinya. Tanpa kita sadari, pujian yang menekankan pada kualitas diri ini hanya akan menjadi bom waktu bagi anak. Ya, tinggal tunggu saja momen ketika dia menghadapi satu kali kegagalan dalam hidupnya, bom itu akan meledak.

Saat menghadapi bom itu, anak perlu beradaptasi dengan kenyataan baru bahwa ia bisa gagal, bahwa ia tidak sehebat dulu, dan lain sebagainya (jujur saja, hal seperti ini juga tak jarang terjadi pada orang dewasa). Pada situasi seperti ini, ratusan pujian yang tetap berkutat pada kualitas diri seperti, “Tidak papa, kamu masih hebat!” atau “Kamu tetap pintar!” tidak akan memberikan perbaikan yang signifikan.

Memuji anak seperti itu malah memperburuk keadaan karena lagi-lagi kita mencoba membuat anak termakan pada pujian yang tidak membangun. Oke, si anak memang pintar sekarang, tapi bagaimana jika nanti dia harus menghadapi lebih banyak kegagalan, bukankah pujian-pujian itu hanya semakin terdengar omong kosong?

Fenomena seperti ini biasanya dihubungkan dengan istilah “fixed mindset”, yaitu keyakinan bahwa kecerdasan dan kualitas diri adalah bawaan dari lahir dan tidak bisa diubah. Carol Dweck, pencetus teori ini menyebutkan, bahwa anak-anak dengan fixed mindset selalu mendapat penilaian yang mengarah pada kualitas dirinya, baik itu yang bersifat positif maupun negatif.

Baca Juga:

Mindfulness Parenting Mengajari Saya untuk Tidak Menurunkan Trauma kepada Anak Masa Depan Saya

30 Kosakata Parenting yang Njelimet, tapi Sebaiknya Dipahami Orang Tua Zaman Sekarang

Misalnya, “Kamu bodoh/ kamu pintar”, “Fisikmu lemah/kamu kuat sekali”, “Kamu pemalas” dan lain sebagainya. Saat dihadapkan umpan balik yang demikian, anak tidak pernah mendapat pemahaman mengapa ia dicap seperti itu. Si anak hanya tahu, kualitas diri berada di luar kontrolnya. Oleh karenanya, ia akan melihat kegagalan sebagai tanda bahwa ia tidak berhak mencoba lagi.

Lawan dari fixed mindset adalah “growth mindset”, yaitu keyakinan bahwa kualitas diri merupakan hal yang dapat berkembang melalui usaha. Anak dengan keyakinan ini, memandang kegagalan sebagai tangga untuk mencapai perbaikan.

Tapi sebentar, ini bukan berarti mereka lantas berangan-angan jadi Superman dan berusaha belajar terbang, ya. Anak dengan growth mindset tetap dapat mengukur kemampuannya secara realistis.

Mengapa? Karena saat gagal mereka akan lebih penasaran tentang penyebab kegagalannya dan apa yang bisa diperbaiki dengan kemampuan yang dimiliki saat ini. Ketika kegagalan itu diintepretasi sebagai hal yang objektif dan tidak menentukan kualitas dirinya, maka ia tahu bahwa ia masih punya kapasitas untuk merubahnya.

Sama seperti mereka dengan fixed mindset, seorang anak bisa mengadaptasi sikap growth mindset juga tak lepas dari pengaruh umpan balik yang diberikan lingkungannya. Bedanya, mereka mendapat penguatan yang berfokus pada usaha dan perjuangan, sesuatu yang berada dalam kontrolnya, bukan semata-mata kualitas diri.

Baik ketika mereka gagal atau berhasil, yang dijadikan evaluasi tetap proses mereka meraihnya. Maka lain kali, jika anak Anda dapat nilai 100 untuk Matematika, jangan merasa bersalah kalau tidak memuji anak.

Alih-alih memuji anak karena kapasitas otak yang mumpuni, Anda selalu punya kesempatan untuk membuatnya terus berkembang dan resilient, dengan mengatakan “Wah! Usaha kerasmu belajar semalaman nggak sia-sia!”

BACA JUGA Belajar Ilmu Parenting dan Kehidupan dari Film Taare Zameen Par atau tulisan lainnya di Terminal Mojok.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 23 Juli 2020 oleh

Tags: anak pintarjuara kelasmemuji anakParentingpujian
Luthfiasari Sekar Fatimah

Luthfiasari Sekar Fatimah

Mahasiswa Magister Psikologi Profesi Universitas Gadjah Mada.

ArtikelTerkait

Mindfulness Parenting (Buku Mojok)

Mindfulness Parenting Mengajari Saya untuk Tidak Menurunkan Trauma kepada Anak Masa Depan Saya

30 Juli 2025
4 Pesan Drakor Juvenile Justice yang Penting untuk Parenting Terminal Mojok.co

4 Pesan Drakor Juvenile Justice yang Penting untuk Parenting

1 Maret 2022
Emak-emak Sufor Melawan Sinisme Fanatikus ASI

Emak-emak Sufor Melawan Sinisme Fanatikus ASI

27 Maret 2023
Selamat Kamu Tidak Juara Kelas, Dik!

Selamat Kamu Tidak Juara Kelas, Dik!

22 Desember 2019
selebgram

Strategi Marketing Parenting ala Selebgram

20 Oktober 2019
anak kecil berbohong parenting mojok

3 Faktor Penyebab Anak Suka Berbohong

21 September 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

UNU Purwokerto, Kampus Swasta yang Sudah Berdiri Lumayan Lama, tapi Masih Nggak Terkenal

15 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

Mengenal ITERA, Kampus Teknologi Negeri Satu-satunya di Sumatra yang Sering Disebut Adik ITB

20 Desember 2025
Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

Kalau Mau Menua dengan Tenang Jangan Nekat ke Malang, Menetaplah di Pasuruan!

15 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Nyaris Menyerah karena Tremor dan Jantung Lemah, Temukan Semangat Hidup dan Jadi Inspirasi berkat Panahan
  • Kartu Pos Sejak 1890-an Jadi Saksi Sejarah Perjalanan Kota Semarang
  • Ketika Rumah Tak Lagi Ramah dan Orang Tua Hilang “Ditelan Layar HP”, Lahir Generasi Cemas
  • UGM Dorong Kewirausahaan dan Riset Kehalalan Produk, Jadikan Kemandirian sebagai Pilar
  • Liburan Nataru di Solo Safari: Ada “Safari Christmas Joy” yang Bakal Manjakan Pengunjung dengan Beragam Sensasi
  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.