Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Olahraga

Membebaskan Anak Mencintai Klub Sepak Bola Mana Saja

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
12 Januari 2022
A A
Membebaskan Anak Mencintai Klub Sepak Bola Mana Saja

Membebaskan Anak Mencintai Klub Sepak Bola Mana Saja (pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Saya tahu, banyak kalimat romantis perihal sepak bola di antara anak dan bapak. Entah itu klub sepak bola adalah salah satu DNA yang menurun, atau ia bebas memilih hidupnya namun harus memilih yang sama perihal klub sepak bola. Saya hapal, saya kenyang dengan kalimat-kalimat itu.

Usia saya, bisa dikatakan usia siap kawin. Namun kalau disuruh untuk beranak pinak sekarang, nga dolo. Saya juga tentu kepengin, anak saya kelak mendukung Liverpool. Lucu membayangkan dirinya memakai baju merah, berteriak tiap menang, menunjukkan gairahnya.

Namun di titik paling sunyi, saya takut semisal anak saya kelak merasakan satu hal; Liverpool yang kadang penuh tipu cedera, bikin nangis tiap malam. Belasan tahun menjadi pendukung Liverpool, paling hanya ratusan hari saya bahagia, sisanya adalah tragis.

Memaksa anak mendukung klub sepak bola yang sama dengan orang tuanya, menurut pandangan saya itu nggak melanggar apa pun (kecuali para SJW Twitter bikin istilah baru perihal ini). Orang tua tentu tahu yang terbaik untuk anak. Namun, kelak, saya ragu, apakah Liverpool yang terbaik bagi anak saya?

Bapak saya adalah pahlawan bagi saya. Entah karena ia menafkahi saya sampai segede karung berisi brambang seperti ini atau urusan prinsip seperti sepak bola. Bapak saya adalah fans Manchester United. Ia tergila-gila dengan Wayne Rooney.

Mengarahkan saya untuk menyukai Manchester United? Jelas ada. Ia selalu mengajak saya untuk menonton bola. Entah itu di rumah atau di cakruk desa sambil nobar sama bapak-bapak lainnya. Sampai usia delapan, saya masih hampa tentang sepak bola.

Sampai pada suatu masa, saya yang saat itu berlangganan majalah Bobo, mendapati satu artikel menarik. Judulnya, “Liverpool, Huebat Betuuul!” Saya baca artikel itu, di tahun 2005 mereka mendapatkan Liga Champions usai mengalahkan AC Milan, padahal di babak pertama mereka kalah 3-0.

Sejak saat itu, saya menasbihkan diri sebagai fans Liverpool. Reaksi bapak saya? Biasa saja. Ia tetap mengajak saya nobar MU dan kian semarak ketika bersua dengan Liverpool.

Baca Juga:

Manajemen Tolol Penyebab PSS Sleman Degradasi dan Sudah Sepatutnya Mereka Bertanggung Jawab!

Olahraga Lari Adalah Olahraga yang Lebih “Drama” ketimbang Sepak Bola

Saya dan Liverpool jadi terikat lebih romantis. Saya mencari informasi sendiri tentang tim ini, saya berdebat dengan bapak tentang Steven Gerrard yang mainnya kelewat kasar, dan lainnya. Saya mendapatkan hal yang tidak saya dapatkan semisal saya pasrah ikut bapak untuk menyukai MU.

MU saat itu luar biasa, memang. MU di tangan Sir Alex, adalah MU yang tak tertandingi. Jika saya jadi fans MU, jelas saya banjir trofi. Pun saya bisa saja diberikan segalanya oleh ayah saya, baik itu jersey, pernak-pernik, dan lain-lain.

Saya ingat betul ketika menabung hanya untuk membeli satu eksemplar majalah. Harganya 20 ribu, begitu mahal untuk anak SD yang uang jajannya tiga ribu. Tujuannya hanya satu, ada poster Xabi Alonso. Uang terkumpul selama satu bulan, ketika mau beli, majalah mingguan itu sudah berganti rupa. Berganti pula hadiah di dalamnya. Alih-alih dapat poster Xabi Alonso, saya malah dapat poster Fernando Alonso—pembalap F1 yang posternya masih menempel di dinding kamar saya. Padahal, saya nggak mudeng blas babagan F1.

Tentu bapak saya akan dengan mudah mengeluarkan 20 ribu—tak semudah ibu ketika memberikan uang untuk jajan. Namun ada gengsi, ada prestise yang dipertaruhkan. Pertama kali saya beli jersey Liverpool adalah ketika saya SMP. Pada saat itu, bapak saya sudah tenang di sisi Sang Maha Kuasa.

Saya datang ke pusara bapak, memakai jersey, dan bilang bahwa saya bisa nabung uang sampai 200 ribu. Mau itu bapak saya fans MU, tahu bahwa anaknya bisa menabung, ia pasti bangga. Dan hal-hal itu lah yang membuat saya kian dalam menyukai Liverpool. Hal yang bisa saja tak saya dapat jika saya dipaksa mendukung MU oleh bapak.

Liverpool tak selamanya membalas perjuangan saya dengan memberikan kebahagiaan. Mereka kerap kehilangan pemain kunci, kalah di final, kesalip lawan di pekan akhir liga, bahkan terpeleset padahal piala di depan mata. Hal-hal seperti ini yang tentu saja saya tak mau jika anak saya kelak mengalami malam-malam yang murung.

Mau menyukai Manchester City, walau jujur menurut saya orang yang menyukai klub itu adalah orang yang nggak punya selera, jelas saya bebaskan. Asal ia senang ketika malam akhir pekan. Tak ada raut sedih di wajahnya, adalah tujuan utama dia mencintai sepak bola. Kelak, ia juga akan paham betapa nikmatnya mencintai tanpa menuntut dicintai balik.

Saya tak akan mengusir dia dari rumah ketika ia menjadi Mancunian. Atau nanti Newcastle menjadi klub besar di suatu hari, anak saya pakai baju hitam putih seperti penghuni penjara, saya akan menyambutnya dengan senyum paling manis, mengelus kepalanya, dan berkata, “Nggak ada klub lain po, Nak?”

Penulis: Gusti Aditya
Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 13 Januari 2022 oleh

Tags: AnakayahklubSepak Bola
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

Bagi Orang Madura, Bahasa Madura Tak Kalah Njelimetnya dengan Bahasa Inggris madura united bahasa daerah

Biar Nggak Bingung Mana Madura United FC Mana Madura FC, Saya Berikan 3 Perbedaannya

31 Agustus 2020
liga 2 judi bola shin tae-yong konstitusi indonesia Sepakbola: The Indonesian Way of Life amerika serikat Budaya Sepak Bola di Kampung Bajo: Bajo Club dan Sejarahnya yang Manis terminal mojok.co

Kenapa Prestasi Tim Nasional Sepak Bola Junior Lebih Baik ketimbang Senior?

2 Oktober 2020
warisan balas budi kepada orang tua mojok

Kita Tidak Perlu Sok Dewasa di Depan Orang Tua

24 November 2020
Leonardo PSG FIFA PES gim sepak bola Lionel Messi Mojok

Setelah Messi Pindah ke PSG, Dunia PES dan FIFA Tak Lagi Sama

12 Agustus 2021
Film Ayla: The Daughter of War, Kisah Tentara Turki yang Rawat Anak Korsel dalam Perang terminal mojok.co

Film Ayla: The Daughter of War, Kisah Tentara Turki yang Rawat Anak Korsel dalam Perang

11 September 2021
Kasta Tempat Duduk di Stadion Kanjuruhan Malang terminal mojok.co

Kasta Tempat Duduk di Stadion Kanjuruhan Malang

3 Januari 2022
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025
Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

Jujur, Saya sebagai Mahasiswa Kaget Lihat Biaya Publikasi Jurnal Bisa Tembus 500 Ribu, Ditanggung Sendiri Lagi

16 Desember 2025
Niat Hati Beli Mobil Honda Civic Genio buat Nostalgia, Malah Berujung Sengsara

Kenangan Civic Genio 1992, Mobil Pertama yang Datang di Waktu Tepat, Pergi di Waktu Sulit

15 Desember 2025
3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

3 Alasan Kenapa Kampus Tidak Boleh Pelit Memberikan Jatah Absen ke Mahasiswa

16 Desember 2025
Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

Kembaran Bukan Purwokerto, Jangan Disamakan

16 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.