Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Hiburan Buku

Membayangkan Emile Durkheim dan Max Weber Berseteru Memperdebatkan Serial ’13 Reasons Why’

Ammar Taufiq oleh Ammar Taufiq
11 Juni 2019
A A
13 reasons why

13 reasons why

Share on FacebookShare on Twitter

Dikabarkan dari Amerika Serikat, remaja berusia 12 tahun bernama Jessica Scatterson ditemukan bunuh diri. Ia ditemukan telah tewas dengan jasad tergantung di kamarnya setelah ia menyayat tumitnya dengan tulisan ‘RIP’ menggunakan pisau dari rautan pensil tepat 3 hari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-13. Ditemukan pula di kamarnya sebuah buku berisi catatan-catatan bunuh diri yang ditulis olehnya lengkap beserta nama-nama yang kerap merundungnya.

Tidak lama setelah muncul kabar dari Jessica Scatterson—masih dari Amerika Serikat—ditemukan pula sepasang sahabat yang bernama Bella Herndon dan Priscilla Chiu ditemukan tewas gantung diri. Dikabarkan pula mereka telah mengirimkan pesan singkat yang tidak menyenangkan berisi pesan-pesan bunuh diri kepada teman-teman sekolahnya sebelum mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup mereka. Dan yang menjadi sebab bunuh diri keduanya lagi-lagi depresi karena perundungan yang dialami mereka.

Sebelumnya, saya sangat meminta maaf kepada sobat-sobat pembaca yang budiman karena telah membuka tulisan ini dengan dua kejadian bunuh diri yang membuat keadaan sobat-sobat sekalian kurang nyaman dalam menikmati kalimat pembuka. Dua berita dari kasus tersebut tidak sengaja saya temukan ketika saya hendak membaca sinopsis serial Netflix yang berudul 55555555, dengan mengetikkan ‘serial neflix 13 Reasons Why’ di mesin pencarian.

Setelah saya membaca secara utuh dua berita tersebut—dan yang menarik perhatian—sobat-sobat sekalian, sebelum mereka memutuskan untuk mengakhiri hidupnya, mereka telah menonton serial dari Netflix berjudul 13 Reasons Why itu yang diduga menjadi sumber inspirasi perilaku bunuh diri mereka. Saat itu saya yang pada awalnya tertarik untuk menonton serial tersebut setelah mendapatkan sedikit review-nya dari teman kuliah menjadi agak urung diri untuk menonton serial ini lantaran berita tersebut. Kan nggak lucu juga ya tiba-tiba saya memutuskan untuk gantung diri di pohon toge yang berada di belakang rumah saya.

Bahkan studi yang dipublikasikan oleh Journal of The American Academy of Child and Adolescent Psychiatry mengungkapkan bahwa angka kematian remaja yang disebabkan bunuh diri di Amerika Serikat naik tak lama setelah serial ini ditayangkan. Sebegitu berpengaruhnyakah film ini sampai-sampai menjadi sebab bunuh dirinya para remaja di Amerika Serikat?

Oke, sebelum bahas lebih lanjut tentang bunuh diri, ada baiknya saya berikan sedikit review singkat serial tersebut. Berdasarkan apa yang saya tangkap setelah menontonnya.

Serial 13 Reasons Why ini, merupakan serial yang diangkat dari novel best seller karya Jay Asher. Menceritakan tentang seorang Hannah Baker diperankan oleh Katherine Langford yang bunuh diri setelah mendapatkan perundungan dan berbagai macam perlakuan tidak enak di sekolahnya. Sebelum ia memutuskan bunuh diri dengan cara menyayat urat nadinya menggunakan benda tajam, Hannah Baker telah terlebih dahulu membuat suatu rekaman audio yang berisi tentang alasan mengapa ia memutuskan untuk bunuh diri. Di dalam audio tersebut ia menceritakan panjang lebar tentang hal-hal yang dideritanya semasa hidupnya mulai dari perundungan, hingga pelecehan seksual.

Dari sini kita bisa melihat, ada kesamaan dua kasus bunuh diri tadi dengan serial ini yang ditonton para pelaku bunuh diri yang saya ceritakan di awal—mereka merasa sebagai korban perundungan. Tapi apakah bisa dari sini kita simpulkan bahwa penyebab dua kasus bunuh diri tadi karena serial ini? Hmmm. Agak rumit sih.

Baca Juga:

Nalar Cacat Kepala Sekolah yang Menganggap Enteng Bullying pada Siswa

Santri Zaman Sekarang, kalau Nggak Dituduh Teroris, ya Pelaku Bully, Suka-suka Kau lah

Saya jadi teringat bagaimana Emile Durkheim dan Max Weber menjelaskan tindakan sosial seseorang. Pandangan mang Durkheim dan Max Weber ini memiliki kacamata yang berbeda dalam melihat suatu tindakan sosial seorang individu.

Apabila kita mengacu kepada pandangan Emile Durkheim, kita akan melihat fenomena bunuh diri disebabkan karena fakta sosial. Atau istilah gampangnya karena ada tuntutan faktor eksternal (masyarakat) di luar dirinya. Faktor eksternal ini mendorong kuat individu dan memaksa ia untuk bertindak melukai bahkan sampai membunuh dirinya sendiri.

Berbeda dengan Durkheim, Max Weber lebih melihat ada peran individu dalam menafsirkan sesuatu yang ada di sekelilingnya. Entah itu norma, perilaku, dan lain sebagainya. Untuk proses penafsiran oleh individu ini Weber mempopulerkan istilah verstehen. Dalam artian jika ada kasus bunuh diri yang diduga karena perundungan, Weber lebih melihat bahwa peran individulah yang memposisikan dirinya sebagai korban dari perundungan. Bukan pelaku perundungan yang menyebabkan ia membunuh dirinya.

Kepala saya jadi membayangkan bagaimana Emile Durkheim dan Max Weber ini berseteru memperdebatkan serial 13 Reasons Why ini.

“Begini bung Weber, yang menjadi sebab bunuh dirinya Hannah Baker adalah orang-orang ada di sekelilingnya. Sehingga ia tertekan, depresi kemudian menyayat pergelangan tangannya.”

“Oh, tidak begitu bung Durkheim, yang menjadi sebab bunuh dirinya Hannah Baker yaa dirinya sendiri. Dianya aja yang terlalu lebay dalam menyikapi candaan teman-temannya.”

“Jelas-jelas penyebab depresinya orang-orang di sekitarnya, kok yang disalahkan korbannya.”

“Haduh anda ini, Bung—yang bermasalah itu psikisnya Hannah Baker. Coba anda nonton lagi dari awal deh, Bung. Sehingga anda tidak berpandangan macam orang dungu seperti itu.”

Kemudian suasana debat mulai memanas dan Max Weber mulai terlihat seperti Rocky Gerung yang gemar mendungu-dungukan orang.

TAMAT

Terakhir diperbarui pada 17 Januari 2022 oleh

Tags: 13 Reasons WhyBullyKritik SosialPerundunganRocky Gerung
Ammar Taufiq

Ammar Taufiq

Mahasiswa jurusan sosiologi UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang memiliki hobi menganggur.

ArtikelTerkait

LGBT

Memiliki Teman yang Mengaku LGBT, Menerima Keberadaan Mereka Sebagaimana Manusia Biasa

27 Juli 2019
menegur

Antara Merekam dan Menegur: Kamu Tim yang Mana?

10 September 2019
menstruasi

Tolonglah, Menstruasi itu Cuma Siklus Bulanan, Nggak Ada Hubungannya Sama Dosa

9 Agustus 2019
kawan menjadi lawan

Kawan yang Kini Merasa Menjadi Lawan, Kembalilah Seperti Dulu

26 Mei 2019
slang

Mengapa Bucin, Kepo, dan Bahasa Slang Lainnya Harus Benar-Benar Kita Tahu Artinya?

29 Agustus 2019
bioskop

Membuang Sampah Sendiri Seusai Nonton di Bioskop adalah Perkara Kemanusiaan

15 Juli 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

Kerja Dekat Monas Jakarta Nggak Selalu Enak, Akses Mudah tapi Sering Ada Demo yang Bikin Lalu Lintas Kacau

17 Desember 2025
Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

Nasib Sarjana Musik di Situbondo: Jadi Tukang Sayur, Bukan Beethoven

17 Desember 2025
4 Rekomendasi Film Natal di Netflix yang Cocok Ditonton Bersama Keluarga Mojok

4 Rekomendasi Film Natal di Netflix yang Cocok Ditonton Bersama Keluarga

11 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025
Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas Mojok.co

Nestapa Perantau di Kota Malang, Tiap Hari Cemas karena Banjir yang Kian Ganas

13 Desember 2025
Niat Hati Beli Mobil Honda Civic Genio buat Nostalgia, Malah Berujung Sengsara

Kenangan Civic Genio 1992, Mobil Pertama yang Datang di Waktu Tepat, Pergi di Waktu Sulit

15 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Fedi Nuril Jadi Mantan “Raja Tarkam” dan Tukang Judi Bola di Film Bapakmu Kiper
  • Menikah dengan Sesama Karyawan Indomaret: Tak Seperti Berumah Tangga Gara-gara Beda Shift Kerja, Ketemunya di Jalan Bukan di Ranjang
  • Menyesal Kerja di Jogja dengan Gaji yang Nggak Sesuai UMP, Pilih ke Jakarta meski Kerjanya “Hectic”. Toh, Sama-sama Mahal
  • Lulusan IPB Sombong bakal Sukses, Berujung Terhina karena Kerja di Pabrik bareng Teman SMA yang Tak Kuliah
  • Kemampuan Wajib yang Dimiliki Pamong Cerita agar Pengalaman Wisatawan Jadi Bermakna
  • Kedewasaan Bocah 11 Tahun di Arena Panahan Kudus, Pelajaran di Balik Cedera dan Senar Busur Putus

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.