Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Memahami Perasaan Anak Ayam Warna-warni yang Dijual di Pasar

Gusti Aditya oleh Gusti Aditya
25 Desember 2020
A A
Memahami Perasaan Anak Ayam Warna-warni yang Dijual di Pasar terminal mojok.co

Memahami Perasaan Anak Ayam Warna-warni yang Dijual di Pasar terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Ketika Legi sebelum pandemi, saya iseng pergi ke Pasar Kotagede. Tujuan saya hanya dua, yakni melihat kondisi ramai yang menyenangkan dan membeli ayam warna-warni untuk kado saudara saya yang sudah kelas 6 SD. Menurut saya, anak ayam warna-warni itu lucu sekali. Lha dalam bentuk anak ayam saja sudah lucu, apalagi ini ada yang ijo, ungu, bahkan merah. Ini anak ayam apa supporter bola?

Biasanya, penjual anak ayam warna-warni berjejeran dengan penjual koran dan majalah. Berada di sisi terluar pasar, di depan kantor pos Kotagede yang berada di Timur Laut pasar bersama dengan penjual koran, donat kentang, dan burung dara. Wes to pokoknya di bagian situ itu pepak banget. Apa saja ada. Yang nggak ada hanya upah minimum berperikemanusiaan.

Saya jongkok dan melihat anak ayam yang berlari-lari. Seperti biasa, yang merah begitu ndlogok lari-lari tanpa tujuan, nabrak sana-sini sesuka hati. Yang ijo hanya diam mengawasi tindak-tanduk kawannya. Diam, diam, tiba-tiba berak. Yang kuning lucu sekali, ia menatap saya, seakan hendak mengatakan sesuatu.

Saya lihat lekat-lekat si kuning. Cucuknya mangap-mangap, sayapnya seperti ayam yang kedinginan menerjang dinginnya pagi Bantul Selatan. Tiba-tiba saya berkontemplasi di tengah keramaian. Saya mbayangin diri saya jadi seekor kuthuk, kecil mungil begitu innocent, kemudian dicemplungin ke lautan cat, bermandikan cat lantas menempel di bulu-bulunya yang masih dalam tahap perkembangan.

Saya pun merasakan kesulitan anak ayam itu. Tiba-tiba di depan penjualnya, saya menangis. Bukannya ngasih tisu, sang penjual malah bilang, “Sido tuku ora, Mas?” yang artinya jadi beli apa nggak. Saya pun beli yang kuning, merah, ungu, biru, masing-masing satu.

Dalam tangis perjalanan pulang, saya menyimpulkan banyak hal. Pertama, ayam warna-warni dicap sebagai cikal bakal ayam gondes. Keadilan untuk seluruh rambut berwarna perlu kita tuntut. Kawan saya pernah mengecat rambut warna biru dari bahan yang ia beli di Indomaret saja dipandang sebelah mata lantaran dikira gondes, apalagi anak ayam yang masih piyik seperti ini.

Ealah coba bayangkan, masih kecil sudah dikira gondes atau “gondrong ndesa”. Istilah yang mulai melebar mencakup mas-mas gentho, kalau naik motor mbleyer, hingga yang rambutnya berwarna. Mungkin kalau di Jakarta sebutannya jadi jamet. Sungguh kalau ini terjadi, masa muda si anak ayam ini dalam ancaman. Seto Mulyadi kudu ambil peran maksimal.

Kedua, anak ayam warna-warni dibilang nggak ada bedanya sama love bird. Ini patut menjadi pertimbangan sisi mental dan kepribadian si anak ayam. Konon, tiap hewan itu nggak mau disama-samain. Selain gengsi, ada faktor bahwa rasa percaya diri tiap hewan itu berbeda. Pun dengan anak ayam warna-warni, mosok tiba-tiba ada yang bilang love bird versi murah. Wah, pastinya nyelekit sekali stigma ini.

Baca Juga:

Mempertanyakan Orang-orang yang Nggak Suka Dada Ayam padahal Bagian Ayam Ini Paling Worth It

Derita Punya Tetangga yang Pelihara Ayam: Bau Tidak Sedap Jadi Musuh Sehari-hari, Sudah Diingatkan Malah Ngeyel

Entah stigma ini berkembang sejak kapan, tapi “love bird versi murah” ini merusak harga diri ayam sejak dalam kandung badan. Yang paling murah, kalau saya nggak salah menakar, adalah jenis dakocan hijau dengan kisaran Rp400 ribuan. Sedangkan anak ayam warna-warni ada di harga 10 sampai 20 ribu.

Ketiga, mereka termarjinalkan dalam lingkungan. Setelah poin nomor dua menghadirkan ironi, yang terjadi berikutnya adalah tragedi. Coba bayangkan saja dalam pergaulan, si anak ayam warna-warni ini ketika masuk TK atau SD, bahan olok-olokan kawan sebaya adalah hal yang nggak bisa dihindarkan.

Mulai dari “dasar anak ayam! (lah ya emang anak ayam)” sampai “dasar tiruan love bird!” menjadi olok-olok tiap hari. Setelah itu muncul tradisi bully dalam lingkungan ayam. Kultur kekerasan tercipta sejak dini. Tawuran antarsekolah, misalkan SDN Ayam 01 melawan SD Ayam Petang 02, bukan lagi mengenai keren-kerenan belaka, tapi perkara warna bulu. Ini sungguh menyeramkan.

Lantas muncul gejala dalam masyarakat ayam seperti apa yang terjadi pada pascafeodal. Muncul kelas-kelas tertentu dalam proses produksi. Ayam yang pernah dicat warna-warni, diberikan dalam kelas paling rendah, ketika bekerja kelak akan diberi upah yang rendah. Semua berasal dari stigma, hingga muncul percaturan posisi di masyarakat ayam.

Keempat, manusia memperparah perasaan anak ayam. Manusia akan memberikan struktur kekuasaan secara halus dalam sistem masyarakat ayam secara nggak disadari. Yang jago diberi tempat terbaik, ayam lehor di bagian tengah, sedangkan ayam bekas cat warna-warni akan diberikan di tempat khusus karena rawan cacat.

Makanya, dari hasil olahan ayam cat warna-warni yang tumbuh dewasa, catnya yang telah mbladus, kinerjanya bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk para majikan, yakni manusia. Tinggal tunggu saja akan ada demo besar-besaran anak ayam warna-warni yang meminta kesetaraan. Kandang bukan lagi alat produksi individu, namun milik bersama.

Anak ayam warna-warni di seluruh pasar induk, bersatulah!

BACA JUGA Pleidoi Luna sebagai Pelakor Hubungan Farel dan Rachel dalam ‘Heart Series’ dan tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 24 Desember 2020 oleh

Tags: ayamjokes
Gusti Aditya

Gusti Aditya

Pernah makan belut.

ArtikelTerkait

3 Tebak-tebakan Sunda yang Melegenda walau Super Nyebelin terminal mojok.co

3 Tebak-tebakan Sunda yang Melegenda walau Super Nyebelin

17 November 2020
3 Rekomendasi Warung Makan Ayam Terenak di Sekitaran Kampus IPB Dramaga Bogor

3 Rekomendasi Warung Makan Ayam Terenak di Sekitaran Kampus IPB Dramaga Bogor

2 Oktober 2023
Menebak Karakter Anak Berdasarkan Bagian Tubuh Ayam yang Disukai

Menebak Karakter Anak Berdasarkan Bagian Tubuh Ayam yang Disukai

24 Juli 2021
Mempertanyakan Orang-orang yang Nggak Suka Dada Ayam padahal Bagian Ayam Ini Paling Worth It

Mempertanyakan Orang-orang yang Nggak Suka Dada Ayam padahal Bagian Ayam Ini Paling Worth It

2 Oktober 2025
cak nadi buaya

Analogi Buaya-Ayam Cak Nadi Bener-bener Ra Mashok!

15 Desember 2021
bapak kos melihara ayam pengalaman aneh anak kos ayam jago sabung ayam mojok

Pengalaman Absurd Punya Bapak Kos yang Hobi Pelihara Ayam

22 April 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

3 Alasan Soto Tegal Susah Disukai Pendatang

30 November 2025
4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

4 Hal Menjengkelkan yang Saya Alami Saat Kuliah di UPN Veteran Jakarta Kampus Pondok Labu

1 Desember 2025
Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang (Unsplash)

Desa Ngidam Muncar, Desa Terbaik di Kabupaten Semarang dengan Pesona yang Membuat Saya Betah

4 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025
Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

Dosen yang Cancel Kelas Dadakan Itu Sungguh Kekanak-kanakan dan Harus Segera Bertobat!

3 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.