Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Memahami Panggilan ‘Mang’ di Sunda agar Nggak Salah Kaprah

Muhammad Ridwansyah oleh Muhammad Ridwansyah
11 Desember 2020
A A
sunda maunya dipanggil aa bukan kang mang mojok

sunda maunya dipanggil aa bukan kang mang mojok

Share on FacebookShare on Twitter

Keresahan saya sebagai orang Sunda terkait masalah panggilan, hanya pada panggilan “kang” yang bagi saya lebih nyaman dipanggil “Aa”. Saya dulu pernah membahasnya di sini. Namun, saat saya merantau, beda lagi keresahan yang saya rasakan. Saya pernah dibikin resah sama orang luar Sunda yang sering ngisengin saya dengan perkataan begini, “Sunda itu Mang cilok, Mang batagor, dan lainnya ya haha”.

Jujur, saya tersinggung sama perkataan mereka. Meski, mereka nggak salah sebenarnya. Sebab, panggilan “amang” (sering disingkat Mang) di Sunda memang identik untuk panggilan laki-laki dewasa yang berprofesi sebagai seorang pedagang.

Akan tetapi, saya tersinggung karena orang yang ngomong begitu adalah orang luar Sunda yang nggak tahu bahwa panggilan “mang” ini justru banyak kegunaannya. Bahkan, betapa luar biasanya panggilan ini bagi beberapa kota di daerah Priangan. Jadi, ketika panggilan ini disamakan seperti seorang pedagang, tentu saja saya nggak terima.

Nah, agar nggak salah kaprah memahami panggilan ”mang”. Maka, izinkan saya untuk menjelaskan kegunaan panggilan ini. Siapa tahu, setelah kalian memahaminya, kalian jadi nggak ngisengin lagi orang-orang Sunda yang sering merantau seperti saya dengan panggilan tersebut. Masih mending orang Sunda yang kalian isengin orangnya asyik. Sedangkan kalau orangnya sensitif seperti saya, nanti jadi masalah.

Panggilan Mang digunakan untuk tradisi pesantren Sunda

Begini. Dulu, saya pernah bilang bahwa makna panggilan “kang” seperti menunjukan sisi popularitas, bukan familiaritas. Nah, di pesantren Sunda, para kyai sepuh yang memiliki kharisma sering dipanggil “akang” daripada panggilan ustadz atau ulama. Sebab, begitu berat panggilan itu disematkan kepada mereka yang telah kadung mengambil sikap tawadhu dalam hidupnya. Maka dari itu, para santri dan masyarakat sekitar pesantren sering memanggil Akang kepada kyai.

Jika para santri memanggil Akang kepada kyai, sementara itu sesama santri sudah terbiasa menggunakan panggilan Amang. Misalnya, “Amang, dihaturan linggih di masjid. Jemaah atos ngantosan. Nuhun”. (Amang, dipersilakan duduk di masjid. Jemaah sudah menunggu. Terima kasih). Di Cianjur, hampir di semua pesantren memanggil rekan-rekannya dengan sebutan Mang.

Akan tetapi, sebagai catatan, memang nggak semua pesantren di Sunda identik dengan panggilan tersebut. Terutama di pesantren-pesantren Salafiyah, masyarakat dan santrinya akan lebih nyaman memanggil ustadz, kyai, dan ulama (untuk para guru dan pemilik pondok pesantren). Sedangkan sesama santri, terbiasa dengan panggilan “Aa” atau menyebutkan nama.

Baca Juga:

4 Ciri Warung Sunda yang Masakannya Dijamin Enak, Salah Satunya Lalapan Selalu Segar

3 Kuliner Solo yang Bikin Culture Shock Lidah Sunda Saya

Panggilan Mang digunakan untuk menunjukan keakraban

Selain panggilan “Aa” digunakan untuk menunjukan keakraban, panggilan “mang” juga sama. Tapi, panggilan ini biasanya ditujukan kepada teman sebaya yang kami segani atau punya keahlian khusus.

Saya beri contoh begini. Orang yang baru kenal sama saya, maka saya memanggilnya “Aa” jika orang tersebut usianya lebih tua dari saya. Berbeda ketika saya ngobrol dengan orang yang punya keahlian. Jago silat misalnya. Maka, saya memanggilnya Mang. Nah, dengan menggunakan panggilan ini, jadi ada semacam menimbulkan efek keintiman sama lawan bicara meski baru kenal.

Saya perhatikan, hampir orang Sunda di daerah Priangan budayanya begitu. Kami ngobrol dengan lawan bicara yang biasa-biasa saja, paling panggilannya “Aa”. Sedangkan berbeda dengan seseorang yang jago apa gitu, pasti memanggil Mang. Seperti teman saya misalnya, dia hanya karena sering naik gunung, panggilannya sama.

Panggilan Mang digunakan untuk orang yang lebih tua

Untuk yang usianya sudah tua, orang Sunda biasa memanggil “mang”. Kami biasa memanggil laki-laki yang usianya di atas 40-an dengan panggilan ini. Dengan catatan, baik yang sudah kami kenal maupun belum diketahui namanya.

Maksudnya begini. Sekiranya kami melihat wajah bapak-bapak yang sudah kelihatan tua, maka kami memanggilnya Mang. Berbeda ketika kami melihat wajah bapak-bapak, tetapi masih kelihatan muda. Ya panggil aja “Aa”. Biasanya seperti itu.

Panggilan Mang digunakan sama keponakan

Bahasa Indonesia Amang adalah paman. Kalau sedang berbicara dengan paman, kami sudah pasti memanggilnya Amang atau Mang. Sedikit tambahan, dalam bahasa Sunda, arti keponakan adalah alo. Jadi, ada Mang sama Alo. Nah, sebagai orang Sunda, saya paling senang kalau sudah dipanggil Mang sama keponakan saya. “Mang, ngiring!” (Mang, ikut!). Lucu aja gitu.

Kesimpulannya, panggilan ini merupakan panggilan yang sangat familiar bagi masyarakat Sunda. Dan pada intinya, panggilan ini nggak hanya untuk pedagang, tukang ojek, atau tukang-tukang yang lainnya. Jadi, jangan salah kaprah.

BACA JUGA Tahu Bulat, Tahu Balut, dan Tahu Gejrot: Mana yang Rasanya Paling Cihuy? dan tulisan Muhammad Ridwansyah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 11 Desember 2020 oleh

Tags: mangpanggilanSunda
Muhammad Ridwansyah

Muhammad Ridwansyah

Founder penulis Garut. Penulis bisa disapa lewat akun Twitter dan Instagram @aaridwan16.

ArtikelTerkait

8 Peribahasa Sunda yang Wajib Diketahui Gen Z jawa

Culture Shock Orang Jawa yang Merantau di Tanah Sunda, Banyak Orang Ngomong Pakai Dialog ala FTV

8 Juli 2024
Combro Versi Banyumas Isinya Dage, Menyalahi Kaidah Filosofi Kata "Combro"

Combro Versi Banyumas Isinya Dage, Menyalahi Kaidah Filosofi Kata “Combro”

26 November 2023
kondangan saweran pernikahan dinda hauw MOJOK.CO

Saweran, Tradisi Pernikahan Sunda yang Sebaiknya Dihilangkan

5 Februari 2021
10 Kosakata Bahasa Sunda yang Sebenarnya Kasar, tapi Nggak Disadari Banyak Orang Mojok.co

10 Kosakata Bahasa Sunda yang Sebenarnya Kasar, tapi Nggak Disadari Banyak Orang

4 Juni 2024
Di Sunda, Pesta Pernikahan Dianggap 'Wah' Ketika Menggelar Acara Dangdutan terminal mojok.co

Di Sunda, Pesta Pernikahan Dianggap ‘Wah’ Ketika Menggelar Acara Dangdutan

25 November 2020
9 Kata yang Menggambarkan Sulitnya Belajar Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia (Unsplash)

9 Kata yang Menggambarkan Sulitnya Belajar Bahasa Sunda dan Bahasa Indonesia

7 Januari 2023
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

8 Aturan Tak Tertulis Tinggal Surabaya (Unsplash)

8 Aturan Tak Tertulis di Surabaya yang Wajib Kalian Tahu Sebelum Datang ke Sana

1 Desember 2025
Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang Mojok.co

Feeder Batik Solo Trans, Angkutan yang Bikin Iri Orang Magelang

2 Desember 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025
Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Bengawan Solo: Sungai Legendaris yang Kini Jadi Tempat Pembuangan Sampah

2 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang Mojok.co

Alasan Orang Surabaya Lebih Sering Healing Kilat ke Mojokerto daripada ke Malang

5 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.