Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Pojok Tubir

Mau Mengkritik, Tetapi Takut Dianggap Anakan Hewan

Intan Kirana oleh Intan Kirana
28 Mei 2019
A A
hewan atau diam

hewan atau diam

Share on FacebookShare on Twitter

Layaknya penulis hantu alias ghostwriter nggak terkenal pada umumnya yang suka nge-blog, terkadang saya juga doyan mengkritik pihak-pihak tertentu di dunia politik. Namun dalam proses tersebut, saya sering dituding sebagai anakan hewan.

Bagaimana bisa? Hal ini tidak lain terjadi setelah duel  antara Bapak Joko Widodo dan Bapak Prabowo Subianto terjadi sejak tahun 2014. Saya pakai kata “sejak”, karena sampai sekarang, pertengkaran sengit antara para pendukungnya belum usai juga.

Pendukung Pak Joko Widodo, oleh para jari cobek di media sosial dilabeli cebong alias anak katak. Kalau pendukung Pak Prabowo Subianto, oleh para jari ayam geprek dinamai kampret atau anak kelelawar.  

Lho sejarahnya bagaimana? Panjang, dan memuakkan. Sepertinya saya lebih suka ngomongin sejarah kenapa Anakin Skywalker jadi Darth Vader atau sejarah budak cinta Severus Snape—daripada ngomongin soal sejarah cebong versus kampret.

Saya pernah mengkritik kedua orang tersebut. Tenang saja, kritiknya tidak pernah bawa-bawa identitas apalagi hoaks. Menurut saya, keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Sebagai warga legal di sebuah negara demokrasi yang bayar pajak, boleh toh saya punya pendapat dan ditulis di media sosial atau blog?

Masalahnya, saya pernah dikira kampret karena mengkritik Pak Joko Widodo dan pernah juga dikira cebong karena mengkritik Pak Prabowo Subianto. Apakah yang menuding saya adalah dua orang tersebut? Jelas bukan—yang menuduh bahkan nggak pernah tuh benar-benar menjadi bagian hidup kedua orang tersebut. Cuma ya, mereka doyan benar membela mati-matian salah satunya.

Maka dari itu, dalam keadaan seperti ini, saya jadi malas mengkritik dan memuji. Soalnya, pemikiran banyak orang di tahun-tahun panas yang lamanya mengalahkan durasi pernikahan Vicky Prasetyo-Angel Lelga ini begitu sempit. Kalau saya mengkritik Pak Joko Widodo, pastilah saya mendukung Pak Prabowo. Kalau saya mengkritik Pak Prabowo Subianto,  pastilah saya mendukung Pak Joko Widodo.

Terus, apa artinya demokrasi kalau nggak berisik? Apa maknanya demokrasi kalau orang selalu dituduh saat mengkritik? Kalian lihat, deh. Banyak tokoh yang dikira memihak ke A atau B karena pernah mengkritik salah satunya. Bukan sekadar dikira memihak, mereka pun mendapatkan berbagai macam intimidasi yang sangat menyakitkan hati dan buat setan sekali pun, intimidasi-intimidasi itu terlampau traumatis.

Baca Juga:

Trump Butuh Sosok Ki Amien Rais untuk Bikin Aksi Protesnya Meriah

Trotoar Lebar di Jakarta, Cita-cita Ahok yang Sekarang Malah Dinyinyirin Pendukungnya Sendiri

Maka dari itu, saya tidak heran kalau ada banyak orang yang mendeklarasikan dirinya sebagai golputers. Daripada kalau memilih dikira nggak waras dan dimaki sama kelompok tertentu dengan sebutan anakan hewan.

Padahal jadi manusia itu melelahkan—apalagi jadi hewan. Dipikir nggak capek apa, harus sekolah bertahun-tahun, mengalami proses persalinan, mengalami sunatan, dan juga patah hati berulang kali? Dan setelah melewati semua fase yang membuat hati berulang kali ingin mati itu—tiba-tiba oleh orang lain—kita dianggap anakan hewan.

Yang jelas, saya masih sangat bingung mengapa ada banyak orang yang bisa membenci sekaligus mencintai Pak Joko Widodo dan Pak Prabowo Subianto—seolah mereka punya hubungan khusus sama keduanya! Lha, punya nomor Whatsapp-nya aja nggak, kok bisa mati-matian punya perasaan—kan lucu.

Dalam pikiran tergabut—saya membayangkan apa jangan-jangan, istilah cebong dan kampret itu sebenarnya diprakarsai oleh para mantan calon presiden yang sakit hati di masa lalu. Ya, bisa saja! Nyatanya, black campaign buat keduanya sama-sama tidak bermutu dan hoaksnya di luar nalar manusia. Bukankah cuma mantan pacar yang bisa seperti itu?

Saya jadi membayangkan kalau saya adalah mantan pacar dari salah satu calon presiden yang sakit hati a.k.a barisan sakit hati. Pertama-tama, saya akan membuat akun-akun palsu, kemudian menyebarkan aib mantan saya di masa lalu.

Kurang banyak aibnya? Tenang, karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang mampu mengarang fitnah. Tinggal bilang saja kalau mantan saya itu dulu pernah nyolong mendoan, menggelapkan uang kas sekolah, atau memalsukan ijazah.

Setelah itu, saya akan meyakinkan banyak orang kalau dia tidak layak dipilih. Amanat hati seorang wanita saja tidak bisa dia jaga, bagaimana dengan jantung Ibu Pertiwi? Pasti akan dikhianati! Begitulah, karena upaya balas dendam saya berasal dari hati, maka pasti hasilnya akan keren sekali.

Namun sekali lagi, itu cuma khayalan. Nyatanya dan untungnya, mantan-mantan saya (belum) jadi calon presiden. Karena kalau iya, pasti salah satu pihak akan diuntungkan karena saya rela nggak dibayar buat bikin konten black campaign. uwuwuuwuwu~

 

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: Anakan HewanCebong dan KampretPilpres 2019Politik Indonesia
Intan Kirana

Intan Kirana

Seorang manusia yang ingin berpikir secara biasa-biasa saja agar lebih bahagia.

ArtikelTerkait

beda pilihan

Berbeda Pilihan Tapi Tetap Satu Jua

17 Mei 2019
3 Alasan Mas Gibran Pantas Menang Pilwalkot Solo Tanpa Bantuan Pak Jokowi terminal mojok.co

Politik Kepentingan adalah “Agama Baru” yang Selalu Disembah Sujud

30 Mei 2019
Ustaz Rahmat Baequni

Soal Ustaz Rahmat Baequni Buat Kita Lupa Capres – Cawapres

14 Juni 2019
media sosial

Puasa Media Sosial: Sarana Refleksi Diri

25 Mei 2019
Pilkada 2020 yang Terlaksana di Tengah Pandemi Sudah Sangat Tepat, kok! terminal mojok.co

Pemilu Ulang? Duh, Jangan Sampai

22 Juni 2019
ijtima ulama iv

Menanggapi Delapan Poin Hasil Ijtima Ulama IV yang Gitu-Gitu Aja

7 Agustus 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

4 Alasan Orang Jakarta Lebih Sering Liburan ke Bogor daripada ke Pulau Seribu

25 Desember 2025
Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

Linux Menyelamatkan Laptop Murah Saya dari Windows 11, OS Paling Menyebalkan

24 Desember 2025
Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, tapi Layanan QRIS-nya Belum Merata Mojok.co

Menjajal Becak Listrik Solo: Cocok untuk Liburan, Sayang Layanan QRIS-nya Belum Merata 

24 Desember 2025
Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

Situbondo, Bondowoso, dan Jember, Tetangga Banyuwangi yang Berisik Nggak Pantas Diberi Respek

25 Desember 2025
Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan Mojok.co

Pertama Kali Mencicipi Swike: Makanan Berbahan Dasar Kodok yang Terlihat Menjijikan, tapi Bikin Ketagihan 

23 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Gereja Hati Kudus, Saksi Bisu 38 Orang Napi di Lapas Wirogunan Jogja Terima Remisi Saat Natal
  • Drama QRIS: Bayar Uang Tunai Masih Sah tapi Ditolak, Bisa bikin Kesenjangan Sosial hingga Sanksi Pidana ke Pelaku Usaha
  • Libur Nataru: Ragam Spot Wisata di Semarang Beri Daya Tarik Event Seni-Budaya
  • Rp9,9 Triliun “Dana Kreatif” UGM: Antara Ambisi Korporasi dan Jaring Pengaman Mahasiswa
  • Sempat “Ngangong” Saat Pertama Kali Nonton Olahraga Panahan, Ternyata Punya Teropong Sepenting Itu
  • Pantai Bama Baluran Situbondo: Indah tapi Waswas Gangguan Monyet Nakal, Itu karena Ulah Wisatawan Sendiri

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.