Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Masyarakat Indonesia yang Ramah dan Murah Senyum

Seto Wicaksono oleh Seto Wicaksono
30 Mei 2019
A A
indonesia ramah

indonesia ramah

Share on FacebookShare on Twitter

Selama duduk di bangku sekolah—baik SD, SMP, maupun SMA—guru saya selalu menjelaskan dan menegaskan bahwa masyarakat Indonesia itu sangat ramah. Dijelaskan lebih lanjut, orang Indonesia itu mudah tersenyum dan memberi senyuman serta gemar menyapa satu sama lain—meski dengan orang yang belum dikenal sekalipun.

Omongan sekaligus penegasan tersebut masih saya ingat hingga saat ini. Keramah-tamahan pun memang saya alami sendiri ketika jalan-jalan ke kampung halaman Bapak di kawasan Jawa Tengah dan kampung halaman Ibu yang berlokasi di kawasan Jawa Barat. Budaya ramah ini sudah seperti bagian dari diri setiap orang di Indonesia—tidak peduli asal dan bahasa sekalipun. Jika seseorang itu ramah maka kesan yang didapat dari orang tersebut adalah baik.

Sampai ada anggapan bahwa keramah-tamahan orang Indonesia ini sebagai ciri juga jati diri bangsa. Saya pikir itu tidak berlebihan dan sejauh ini saya mengamini anggapan tersebut tanpa perlu dibandingkan dengan masyarakat yang ada di negara lain.

Sampai akhirnya, masyarakat kita seakan terbagi dalam tiga kubu, kubu A, kubu B, dan yang berada di tengah sebagai pemerhati dan selalu hati-hati dalam mencuitkan sesuatu—baik di kehidupan nyata atau di dunia maya—khususnya dalam menentukan pilihan politik. Tidak ada yang salah dengan pilihan tersebut, toh negara kita pada dasarnya memang terdiri dari beragam suku dan bahasa sudah seharusnya sudah terbiasa dalam keanekaragaman—harapannya seperti itu.

Nyatanya saat ini apa yang diucap dan diyakinkan oleh guru sewaktu sekolah mengenai masyarakat kita yang ramah seakan sulit dibuktikan kebenarannya. Ramah dari mana dan apanya—yang pada saat memberi tahu terkadang masih ada bumbu nyinyir di dalamnya dengan diselipkan kalimat “maaf sekadar mengingatkan”. Namun jika pengingat tersebut tidak diikuti justru akan dilanjutkan dengan menghakimi—tidak jarang pula dihujat.

Saat ini, masyarakat kita seperti ada sensitivitas sendiri jika beda pilihan dan sudut pandang juga sulit sekali untuk beramah-tamah—apalagi jika berbeda pandangan politik. Tidak perlu dalam cakupan masyarakat luas—dalam ruang lingkup keluarga saya mengalami sendiri bagaimana ketika berkumpul, bukan sapaan ramah yang didapat melainkan obrolan berisi caci maki dan sumpah serapah terhadap beberapa pejabat negara.

Dalam foto bersama pun, rasanya jadi canggung dan tidak biasa. Bagaimana tidak, jika saya acungkan jempol bagi sebagian orang sudah pasti auto-cebong. Lalu jika saya gunakan simbol dua jari (peace) maka secara otomatis akan dipikir kampret. Demi apapun, romansa cebong-kampret ini harus diakhiri—cepat atau lambat karena permasalahannya sudah terlalu luas dan melebar.

Apa yang ditampilkan di media sosial pun seakan menjadi representasi dari masyarakat kita saat ini. Mudah sekali menyebarkan kabar yang belum pasti kebenarannya—parahnya banyak dari teman saya tidak tabayyun terlebih dulu. Pokoknya yang mereka anggap benar dan sesuai dengan dukungan politik langsung dibagikan di timeline media sosialnya.

Baca Juga:

Derita Punya Muka Jutek, Muka bak Rocker Padahal Hati Dangduter

Cara Doa yang Berbeda saat Acara Resmi Membuktikan Indahnya Keberagaman

Sudah sewajarnya jika mahasiswa hormat dan ramah terhadap dosen atau pengajarnya terdahulu. Namun, salah satu teman saya justru memilih cara sebaliknya. Hanya karena beda pilihan politik, teman saya sampai menantang salah satu dosen dan melayangkan kata umpatan. Parahnya lagi, hal itu dia lakukan di media sosial yang bisa dilihat oleh banyak orang. Sadar atau tidak, kelakuan yang seperti itu bisa menjatuhkan harga diri dan mempermalukan diri sendiri.

Contoh kecil seperti itu dan yang dekat dengan keseharian saya membuat saya bertanya-tanya—apakah masyarakat Indonesia masih layak diberi label ramah?

Saat SMP, saya ingat persis kala itu diberi tugas oleh guru Bahasa Inggris untuk mewawancara turis mancanegara dengan Bahasa Inggris untuk dijadikan salah satu tugas. Dengan bahasa Inggris seadanya, saya beranikan diri mengajukan pertanyaan perihal apa yang disukai dari Indonesia? Sang turis menjawab—intinya—orang Indonesia ramah dan murah senyum, serta selalu menyapa turis walau belum kenal satu sama lain dengan penuh semangat dengan sapaan, “Halo, Mister!”

Mengenang hal tersebut—jika memang benar ramah dan murah senyum adalah bagian dari ciri juga jati diri kita—seharusnya tidak sulit untuk menerapkan kembali kebiasaan baik tersebut pada saat ini. Selain menenangkan, sifat ramah dan senyum juga menyenangkan. Paling penting—masyarakat di Indonesia yang saya kenal itu suka beramah-tamah, bukan suka marah-marah.

Terakhir diperbarui pada 5 Oktober 2021 oleh

Tags: Bhinneka Tunggal IkaMasyarakat IndonesiaPersatuan IndonesiaRamah Tamah
Seto Wicaksono

Seto Wicaksono

Kelahiran 20 Juli. Fans Liverpool FC. Lulusan Psikologi Universitas Gunadarma. Seorang Suami, Ayah, dan Recruiter di suatu perusahaan.

ArtikelTerkait

Derita Punya Muka Jutek, Muka bak Rocker Padahal Hati Dangduter terminal mojok.co

Derita Punya Muka Jutek, Muka bak Rocker Padahal Hati Dangduter

3 Januari 2021
#KitaSemuaBersaudara

Mewujudkan #KitaSemuaBersaudara Dalam Realita

21 Agustus 2019
ronda malam

Mempertahankan Siskamling: Saat Ini Ronda Malam Masih Ada Atau Tidak, Sih?

22 Agustus 2019
Niat Hati Ngajak Rabi, Malah Ditikung Pemuda Hijrah terminal mojok.co

Cara Doa yang Berbeda saat Acara Resmi Membuktikan Indahnya Keberagaman

30 September 2019
dalam negeri

Masalah Papua Merupakan Urusan Dalam Negeri Indonesia

3 September 2019
perbedaan

Selama Bukan Berbedanya Perasaan Antara Kamu dan Dia, Semua Perbedaan Itu Indah

20 Juni 2019
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Malang Nyaman untuk Hidup tapi Bikin Sesak Buat Bertahan Hidup (Unsplash)

Ironi Pembangunan Kota Malang: Sukses Meniru Jakarta dalam Transportasi, tapi Gagal Menghindari Banjir

5 Desember 2025
Lamongan Megilan: Slogan Kabupaten Paling Jelek yang Pernah Saya Dengar, Mending Diubah Aja Mojok.co Semarang

Dari Wingko Babat hingga belikopi, Satu per Satu yang Jadi Milik Lamongan Pada Akhirnya Akan Pindah ke Tangan Semarang

30 November 2025
Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

Korupsi Masa Aktif Kuota Data Internet 28 Hari Benar-benar Merugikan Pelanggan, Provider Segera Tobat!

3 Desember 2025
Nggak Ada Gunanya Dosen Ngasih Tugas Artikel Akademik dan Wajib Terbit, Cuma Bikin Mahasiswa Stres!

Dosen yang Minta Mahasiswa untuk Kuliah Mandiri Lebih Pemalas dari Mahasiswa Itu Sendiri

5 Desember 2025
Menanti Gojek Tembus ke Desa Kami yang Sangat Pelosok (Unsplash)

“Gojek, Mengapa Tak Menyapa Jumantono? Apakah Kami Terlalu Pelosok untuk Dijangkau?” Begitulah Jeritan Perut Warga Jumantono

29 November 2025
Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

Sebagai Warga Pemalang yang Baru Pulang dari Luar Negeri, Saya Ikut Senang Stasiun Pemalang Kini Punya Area Parkir yang Layak

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra
  • 5 Warung Makan di Jogja yang Gratiskan Makanan untuk Mahasiswa Rantau Asal Sumatra Akibat Bencana


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.