Saya pernah mengalami kejadian horor, tepatnya ketika saya melakukan KKN di desa pesisir tiga tahun lalu. Nggak kayak cerita horor KKN di Penari yang sempat jadi viral sih. Tapi menurut saya, ini tuh nggak kalah serem dari cerita itu.
Saya ingat pengalaman horror ini terjadi tepat pada malam Jumat Kliwon. Saat itu saya sedang duduk di teras halaman rumah penduduk yang saya tempati. Rumah yang saya tempati beserta teman-teman saya bisa dibilang sudah tua. Bentuk bangunannya seperti rumah gebyok. Tembok dan lantai bahkan hampir seratus persen terbuat dari kayu jati. Kebanyakan penduduk di sekitar menyebutnya “Rumah Kayu Jati”.
Malam itu hawa tidak seperti biasanya. Hembusan angin di sekitar rumah sangat kencang. Apalagi ditambah dengan suara burung gagak yang entah dari mana asalnya. Membuat bulu kuduk merinding ketika mendengarnya. Entah kenapa saat itu saya memang ingin di depan teras rumah. Padahal disekitar rumah hanya diterangi oleh dua lampu petromax.
Sebenarnya saya takut, tapi mau gimana lagi saya juga mencari sinyal ponsel, mau tidak mau saya pun harus diam di teras depan. Beberapa saat setelah saya menelpon rumah, tiba-tiba saya dikejutkan oleh sosok kakek tua. Kakek tua itu menghampiri saya di depan teras. Saya sedikit kaget serta agak takut dengan sosok kakek tua ini.
Tubuh kakek tua ini sangat kurus. Kalo gak salah, kakek tua tersebut menggunakan baju agak sobek di bagian pinggang. Jalannya pun agak pincang, mungkin karena kakinya sakit kali ya… Saya pun mencoba untuk tidak takut dan bersikap tenang. Ya walaupun sebenarnya juga sedikit was was sama kakek ini.
Ya gimana ya, saya kan perempuan pastilah waspada sama orang yang baru dikenal. Apalagi saat itu kondisinya di lingkungan orang. Ditambah lagi dengan suasana malam yang buat saya merinding. Teman-teman saya pun juga ada di dalam rumah. Mungkin mereka juga sudah tidur pulas.
“Griyone panjenengan pundi mbah? (Rumahnya kakek di mana?)” sapa saya yang agak sedikit takut.
Kakek tersebut hanya menunjuk pada jalan samping kanan rumah yang saya tempati. Mungkin rumahnya di daerah sana pikirku. Kakek tua itu juga seperti berbicara dengan saya. Walaupun menggunakan bahasa isyarat, saya pun mencoba memahami. Mungkin tidak sepenuhnya tau apa yang kakek ini bicarakan. Tapi sepertinya ia seperti menceritakan sesuatu.
Tak lama kemudian, sang kakek memegang perutnya dan mengayunkan tangan ke mulutnya. Saya yang melihatnya sudah tahu apa maksudnya. Kakek tua tersebut sedang lapar dan ingin minta makan. Saya pun langsung tersenyum dan mengannggukan kepala. Pertanda saya tahu maksudnya dan mengambil makanan untuknya.
Saya langsung masuk ke dalam dan menuju dapur untuk mengambil makanan. Salah satu teman saya tiba-tiba terbangun dari tidurnya. Mungkin karena mendengar suara saya di dapur. “Dirimu lapo? Gak turu ta dirimu kui?(Kamu ngapain? Gak tidur ta kamu?)” tanya teman saya yang saat itu menghampiri saya. “Iyo sek, Luwe aku (iya bentar, lapar aku)” jawab saya sambil mengambil nasi dan beberapa lauk pauk yang masih ada.
Setelah itu, saya langsung di depan dan memberikan makanan pada sang kakek. Sang kakek pun langsung memakannya dengan lahap. Wah kayaknya emang si kakek kelaparan dari tadi. Saya diam-diam memperhatikan si kakek yang sedang makan. Sempat saya berfikir, ini kakek hantu apa manusia ya?
Kalau hantu, tapi kok kakinya nempel di tanah? Terus kalau manusia kok jam segini keluar rumah? Keluarganya emang gak ada yang nyariin? Setelah si kakek menghabiskan makananya, ia meletakan piring di lantai. Segelas minuman yang kuberikan juga habis. Iya mungkin emang udah lapar ya si kakek.
Setelah itu si kakek mengucapkan terima kasih. Dengan kedua telapak tangan di satukan sebagai isyarat. “nggeh mbah, sami-sami (iya kek, sama-sama)” jawab ku sambil senyum. Si kakek langsung pergi dengan berjalan setengah pincang. Meninggalkan teras rumah menuju jalan pagar masuk.
Keesokan paginya, teman saya bertanya apa yang saya lakukan malam itu di teras. Saya pun hanya menjawab saya hanya mencari sinyal dan kebetulan ada si kakek. Namun, betapa terkejutnya saya ketika teman saya mengatakan bahwa malam itu saya hanya seorang diri. Bukan hanya dia tapi ada beberapa teman yang melihat bahwa saya mengobrol sendiri di teras rumah. Semenjak itu, saya pun tidak lagi berani duduk di teras rumah. Si kakek pun juga tak pernah lagi muncul.
BACA JUGA Cerita-cerita tentang Hantu atau tulisan Melina Ayu Agustin lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.