4 Hal yang Membuktikan Mahasiswa Universitas Terbuka Tak Bisa Diremehkan

4 Hal yang Membuktikan Mahasiswa Universitas Terbuka Tak Bisa Diremehkan

4 Hal yang Membuktikan Mahasiswa Universitas Terbuka Tak Bisa Diremehkan (Unsplash.com)

Saat membaca tulisan Mbak Hayumi Suwanti di Terminal Mojok soal Universitas Terbuka, saya jadi tahu bahwa sebenarnya banyak orang yang belum mengenal kampus ini dengan baik. Ingat kata pepatah, Gaes, tak kenal maka tak sayang. Jadi, gimana kalian mau sayang UT kalau nggak mau mengenalnya? Akibatnya, banyak orang yang meremehkan Universitas Terbuka.

Sebagai seorang tutor yang ikut membimbing mahasiswa UT sejak tahun 2016, saya prihatin sekali kalau kampus ini dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat kita. Sebenarnya dinamika dunia kampus hampir sama di semua universitas, mulai dari mahasiswa suka bolos, nyontek, copy paste tugas, kuliah hanya untuk nongkrong, dll. Dan saya nggak memungkiri bahwa mahasiswa UT pun ada yang seperti itu.

Akan tetapi jelas nggak adil dong kalau masyarakat hanya melihat mahasiswa yang berperilaku negatif seperti ini. Saya pastikan masih banyak mahasiswa Universitas Terbuka yang baik dan mampu bersaing dengan mahasiswa dari kampus lain. Mau bukti? Nih, saya jelasin buat kalian, Gaes!

#1 Mahasiswa Universitas Terbuka pantang menyerah

Salah satu anggapan negatif yang beredar di masyarakat soal UT adalah kampusnya orang-orang sepuh. Saya nggak menolak anggapan tersebut karena memang itulah yang terjadi. Tapi, jangan salah ya, meskipun banyak mahasiswa yang sudah berumur, semangat belajar mereka nggak kalah sama mahasiswa yang usianya jauh di atas mereka.

Saya beberapa kali mengajar mahasiswa yang umurnya di atas saya. Awalnya saya ragu mereka bisa mengikuti kelas saya dengan baik mengingat usia yang sudah nggak muda lagi. Setelah perkuliahan berjalan beberapa waktu, ternyata anggapan saya salah. Mahasiswa yang sudah senior ini malah terlihat aktif di kelas.

Setiap kali saya mengadakan diskusi kelas, mereka selalu aktif terlibat diskusi dan nggak mau kalah dengan yang muda. Mereka malah memberikan wawasan baru kepada mahasiswa yang lebih muda terkait pengalaman kerjanya. Jadi, dalam kelas saya, mahasiswa yang tua dan muda bisa berkolaborasi dengan baik.

Selain aktif berdiskusi, mereka juga mengerjakan tugas-tugas yang saya berikan dengan baik. Hal itu terlihat dari tugas-tugas yang saya koreksi. Soal-soal yang saya berikan cenderung bersifat argumentatif. Tentu saja jawaban setiap mahasiswa nggak bisa sama, dong.

Eh, ternyata argumentasi yang disampaikan oleh mahasiswa-mahasiswa Universitas Terbuka yang senior ini di luar ekspektasi saya. Mereka memberikan penjelasan dengan baik dan mudah dimengerti karena didasarkan pada pengalaman hidup sehari-hari. Ungkapan jujur inilah yang membuat saya kagum dan mengapresasi sikap pantang menyerah mereka.

#2 Bisa membagi waktu dengan baik

Berdasarkan pengalaman saya selama mengajar di Universitas Terbuka, banyak sekali mahasiswa saya yang kuliah sambil bekerja. Beberapa mahasiswa mengajukan izin kepada saya untuk datang terlambat karena mereka harus menyelesaikan pekerjaan sebelum kuliah.

Saya sangat mengerti kesulitan mereka dalam membagi waktu antara bekerja dan kuliah karena dulu sewaktu kuliah pun saya pernah mengalaminya. Oleh sebab itu, saya memberikan izin kepada mereka untuk datang terlambat pada kuliah saya. Hanya saja saya berpesan kepada mereka agar tetap berkomitmen pada kuliah yang dijalani.

Mengapa demikian? Karena saat memutuskan untuk kuliah, posisi mereka sudah bekerja. Jadi, mereka harus menyadari risiko menjalani bekerja dan kuliah secara bersamaan, yaitu harus bisa membagi waktu dengan baik.

Sering kali saya menjumpai mahasiswa menjalankan pekerjaannya sambil menyimak diskusi kelas. Saat itu, kuliah dilakukan secara daring dalam kondisi pandemi COVID-19. Ada seorang mahasiswa yang bekerja sebagai operator SPBU meminta izin kepada saya untuk off sebentar karena harus melayani pelanggannya.

Ada juga mahasiswa yang bekerja sebagai operator mesin pemotong kain pada perusahaan konveksi. Ketika diskusi kelas berlangsung, saya mendengar suara mesin yang keras sekali. Saya bertanya kepada si mahasiswa tentang bunyi tersebut. Dia menjelaskan bahwa suara itu berasal dari mesin cutting kain yang dioperatorinya.

Sebegitu besar usaha mereka menyeimbangkan waktu antara bekerja dan belajar. Kebangetan kalau masih ada orang yang meremehkan mahasiswa Universitas Terbuka. Huh, tak tabok sampeyan!

Baca halaman selanjutnya: #3 Mahasiswa Universitas Terbuka terbiasa …

#3 Mahasiswa Universitas Terbuka terbiasa belajar mandiri

Sejak Orientasi Studi Mahasiswa Baru (OSMB), seluruh mahasiswa dibekali pemahaman tentang pembelajaran mandiri yang diadakan oleh UT. Yang dimaksud dengan sistem belajar mandiri di sini adalah mahasiswa diminta untuk aktif belajar secara mandiri sebelum mengikuti perkuliahan. Mereka diwajibkan membaca materi yang akan dibahas di kelas sehingga ketika mengikuti perkuliahan mereka sudah mempunyai bekal tentang apa yang akan didiskusikan.

Selain buku modul sebagai bahan ajar utama, UT juga melengkapi mahasiswa dengan layanan Ruang Baca Virtual (RBV). Pada layanan RBV ini seluruh modul perkuliahan dapat diakses secara online oleh mahasiswa. Jadi nggak ada alasan lagi bagi mahasiswa untuk nggak mengerjakan tugas atau nggak aktif dalam diskusi kelas. UT juga membebaskan mahasiswa untuk mendapatkan referensi bahan ajar yang lain dari internet untuk menunjang pemahaman mereka pada suatu mata kuliah.

Terus, kalo mahasiswa Universitas Terbuka dituntut untuk belajar mandiri, gimana dong dengan tutornya? Nah, di sinilah beda tutor dengan dosen. Jika dosen mengajar secara klasikal dengan menjelaskan materi perkuliahan kepada mahasiswa selama 16 kali pertemuan, tutor UT diberi tanggungj awab sebagai fasilitator belajar mahasiswa. Jadi, yang dimaksud dengan fasilitator ini adalah tutor bertugas sebatas memberikan bantuan dan bimbingan belajar.

Jika mahasiswa menemui kesulitan dalam memahami materi perkuliahan, tutor bertugas membantu mengatasi kesulitan mahasiswa tersebut. Dalam kegiatan belajar mengajar di kelas pun tutor mendorong mahasiswa untuk menjadi pusat kegiatan belajar mengajar. Contohnya, tutor membagi materi diskusi selama 8 kali pertemuan. Setiap kali tatap muka mahasiswa diwajibkan mempresentasikan materi yang sudah dipersiapkan sedangkan mahasiswa yang lain menanggapinya.

Apabila diskusi mengalami kebuntuan karena keterbatasan pengetahuan mahasiswa, di sinilah peran tutor sebagai fasilitator belajar. Tutor akan membantu mahasiswa menyelesaikan masalah dalam diskusi kelas.

Masih meragukan kemandirian belajar mahasiswa Universitas Terbuka? Kata Bang Haji Rhoma Irama: TER…LA…LU!

#4 Berbakti kepada orang tua

Pada beberapa kesempatan, saya bertanya kepada mahasiswa tentang motivasi mereka kuliah di UT. Beberapa mahasiswa mengungkapkan bahwa masalah finansial menjadi kendala untuk berkuliah di luar kota. Mereka mempunyai keinginan besar untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, tetapi di sisi lain nggak mau membebani orang tua dalam hal pembiayaan kuliah.

Coba deh, Gaes, kalian bayangkan berapa duit yang harus dikeluarin orang tua untuk membiayai anak-anak mereka jika kuliah di luar kota. Orang tua harus mengeluarkan uang untuk bayar kos, makan, buku, transportasi, dan lainnya. Nah, anak-anak ini sangat memahami keterbatasan orang tua mereka sehingga memilih kuliah di Universitas Terbuka yang kebetulan ada di kampung halamannya.

Selain memahami kondisi orang tuanya, beberapa mahasiswa juga mengungkapkan bahwa dengan berkuliah di UT, mereka bisa bekerja membantu orang tua. Nggak sedikit dari mahasiswa saya yang bekerja membantu usaha orang tuanya.

Ada mahasiswa saya yang membantu orang tuanya mengumpulkan barang-barang bekas dari pagi sampai siang kemudian siang sampai sore dia kuliah. Ada juga yang membantu usaha bengkel orang tuanya karena dia adalah lulusan SMK jurusan otomotif. Karena usaha orang tuanya bersifat wiraswasta, maka mahasiswa tersebut bisa fleksibel mengatur waktu untuk kuliah. Bayangkan, betapa hebatnya mahasiswa Universitas Terbuka!

Masih meremehkan mahasiswa UT? Sudahlah, berhenti meremehkan anak-anak UT karena banyak diantara mereka yang sudah sukses.

Penulis: Rudy Tri Hermawan
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Universitas Terbuka, Tempat Kuliah yang Cocok untuk Milenial dan Gen Z.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version