Pikirkan juga konsumen lokal
Jujur, sebagai warga sipil, saya menganggap aksi penolakan tersebut kurang penting. Mereka hanya memikirkan para produsen mie lokal yang takut bangkrut. Apakah artinya mie pedas produk lokal mau menguasai usaha mie di Bangkalan Madura? Kalau iya, artinya sama saja dong.
Di balik aksi penolakan tersebut, sebenarnya mereka melupakan satu hal, yakni para konsumen pencinta mie pedas. Kita tahu bahwa banyak orang Bangkalan Madura yang rela ke Surabaya hanya untuk membeli mie pedas ini. Bahkan, titip-menitip untuk membeli Mie Gacoan sudah menjadi sebuah tradisi di kalangan anak muda di Bangkalan Madura.
Nah coba pikirkan, berapa uang yang harus kita habiskan jika selalu membeli Mie Gacoan ke Surabaya. Tentu lebih mahal karena harus membeli bensin. Belum lagi, waktu yang terbuang selama perjalanan.
Nah, jika mereka buka di Bangkalan Madura, kita tak perlu jauh-jauh ke Surabaya. Perputaran uangpun akan lebih hidup di kabupaten ini. Tolong, ini juga dipikirkan ya, para aktivis.
Kok ada mahasiswa ikut-ikutan nolak Mie Gacoan?
Terlepas dari permasalahan ini, yang paling mengundang pertanyaan adalah kok ada mahasiswa yang menolak pembukaan outlet ini. Saya bukan menganggap kalian mengalami kesesatan berpikir, tapi jujur pikiran tersebut belum masuk di kepala saya.
Seharusnya, mahasiswa bisa memahami pembukaan outlet Mie Gacoan bukan hanya dari sisi produsen, tetapi juga konsumennya. Dan lagi, solusinya juga bukan tiba-tiba membatalkan perizinan tersebut. Tetapi, mie pedas produk lokal lah yang harus berinovasi jika tidak ingin ditinggalkan konsumen.
Lagian juga, pembukaan outlet Mie Gacoan akan mengurangi angka pengangguran di kabupaten ini. Siapa tahu, nantinya mahasiswa yang menolak bisa melamar jadi karyawannya. Asal jangan tukang parkirnya ya, masa apa-apa harus parkir.
Ya, cukup sekian pendapat saya atas polemik ini. Saya harap, mahasiswa kedepannya bisa lebih jeli lagi pada fenomena yang penting dan tidak, mana yang perlu ditolak, dan mana yang perlu didukung. Mator Sakalangkong!
Penulis: Abdur Rohman
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Akui Saja, Kita Ini Iri dengan Madura