Bangga menjadi mahasiswa baru alias maba UGM adalah hal yang wajar, bahkan seharusnya memang begitu. Sudah diterima di kampus elite dan sukses lolos dari persaingan ketat di antara lulusan SMA sederajat lainnya, mosok sedih? Mumpung masih pas sama momen Pelatihan Pembelajar Sukses bagi Mahasiswa Baru (PPSMB) dan awal kuliah, justru saya sarankan untuk banyak-banyak menunjukkan apresiasi untuk diri sendiri yang berhasil sampai ke tahap ini.
Saya sendiri agak menyesal karena waktu maba, khususnya saat PPSMB, saya nggak banyak merekam momen kebahagiaan itu. Saya juga kurang menunjukkan betapa bangga dan senangnya menjadi maba UGM. Seandainya saya tahu kalau kebahagiaan sebagai maba UGM lama kelamaan bakal pudar, saya bakal lebih banyak pamer di media sosial.
Yaps, buat saya ada beberapa pengalaman menyenangkan yang hanya saya rasakan sebulan pertama sebagai maba UGM. Waktu berselang dan kegembiraan itu mulai padam sedikit, walaupun nggak sirna sepenuhnya. Sewaktu saya masih mahasiswa baru dulu, ada tiga hal yang membuat semangat saya berubah menjadi hal yang saya sayangkan.
Status sebagai maba UGM yang membebani
Sebulan pertama menjadi maba UGM pasti masih diselimuti euforia dan perayaan. Bulan berikutnya, saya yakin maba pasti mulai jenuh dan terbebani sama status yang disandangnya.
Dari pengalaman saya sewaktu jadi maba UGM, saya menyadari bahwa sebuah status pasti diikuti dengan ekspektasi. Status saya sebagai maba UGM kala itu membuat masyarakat sekitar saya jadi berharap banyak. Saya dianggap tak ubahnya manusia super yang tahu dan bisa segala hal. Ketika saya bilang bahwa saya belum tahu dan akan mencoba mencari tahu, beberapa orang akan berucap, “Ah, mahasiswa UGM masa nggak tahu?”
Memiliki status sebagai mahasiswa UGM lama kelamaan justru membuat saya terbebani. Saya merasa dituntut untuk memenuhi ekspektasi masyarakat. Walaupun bisa dijadikan wadah untuk menunjukkan kompetensi diri sekaligus nggak malu-maluin almamater, kan agak nggak mashok juga kalau saya harus menguasai bidang ilmu lain yang nggak saya pelajari maupun minati.
Baca halaman selanjutnya: UKM banyak, tapi kok bayar?