Pernah mendengar perdebatan mengenai bakpia kukus dan mendoan garing? Dua makanan yang katanya dipisahkan dari identitas aslinya. Sebenarnya, masih banyak kuliner hasil inovasi yang ada di Jogja. Hal tersebut sebenarnya sah-sah saja, tapi alangkah lebih baik nama makanannya dibuat baru saja jika makanan tersebut dimodifikasi menjadi jauh berbeda dengan yang aslinya.
Salah satu makanan hasil inovasi di Jogja yang sampai sekarang masih belum bisa saya terima adalah lotek. Sebagai orang yang lahir dan tumbuh besar di Tatar Sunda, lotek adalah makanan yang tidak asing, bahkan menjadi salah satu makanan favorit saya.
Tapi, imajinasi saya tentang lotek hancur ketika saya menemukan lotek di Jogja. Sebelum saya tinggal di Jogja sebagai mahasiswa rantau, saya selalu memikirkan apakah masakan khas Jawa akan cocok dengan lidah Sunda seperti saya. Maklum, stereotip yang berkembang di masyarakat mengatakan bahwa orang Jawa menyukai makanan yang manis-manis. Saya pun sedikit khawatir apakah nanti di Jogja saya akan menemukan makanan yang cocok dengan lidah saya atau tidak.
Perjumpaan saya dengan penjual lotek yang berjualan tidak jauh dari tempat kos saya menjadi jawaban atas kekhawatiran saya pada saat itu. Dengan perasaan senang karena menemukan makanan khas Sunda di perantauan, saya pun memesan satu bungkus untuk dimakan di kos. Maklum, saya bukan tipe orang yang biasa makan sendirian di suatu warung makan hehe.
Setibanya di kos, saya langsung membuka bungkusan tadi. Setelah bungkusan terbuka, saya berdiam diri sejenak sambil memandangi makanan yang ada di depan saya. Sambil mengaduk-aduknya dengan sendok, saya kembali mengingat-ingat apakah tadi salah menyebutkan pesanan atau tidak. Dengan perasaan sedikit kesal, saya tersenyum sambil bergumam bagaimana bisa ibu penjual lotek tadi menyebut makanan yang ada di depan mata saya ini sebagai lotek.
Dari tampilannya, lotek tersebut warna bumbunya sedikit pucat, tekstur bumbunya kasar dan tidak merata. Untuk isiannya pun jelas berbeda dengan yang ada di kampung halaman saya. Lotek ini berisi daun singkong rebus, tauge, mentimun, kacang panjang, tahu, ketupat dan bakwan (atau kami orang Sunda biasa menyebutnya bala-bala). Betapa kagetnya saya pada saat itu ketika menemukan hal yang tidak terpikiran akan ada di dalam lotek. Ya, potongan bala-bala. Sebenarnya, adanya ketupat dalam lotek pun sudah cukup aneh bagi saya.
Adanya bakwan jelas merupakan fenomena yang membuat saya geleng-geleng kepala. Hal tersebut karena, umumnya, lotek di Jawa Barat berisi banyak sayuran rebus, seperti wortel, kacang panjang, labu siam, tauge, nangka muda, kangkung, mentimun, dan potongan tahu. Untuk bumbunya pun lebih halus dan merata, menutupi semua sayuran rebus tadi serta ditambah bawang goreng dan kerupuk di atasnya. Lazimnya, lotek dimakan dengan atau tanpa nasi. Kalaupun ada penjual yang menyediakan ketupat, ketupat tidak akan dicampurkan ke dalam lotek jika tidak ada permintaan dari pembeli.
Awalnya, saya mengira bahwa adanya potongan bakwan hanyalah topping semata, tapi setelah saya mencoba lotek dari beberapa penjual yang berbeda, ternyata hasilnya sama, saya tetap menemukan potongan bakwan di dalam makanan tersebut. Bumbu kacang yang saya temui pada lotek Jogja pun cenderung memiliki kesamaan, yaitu bertekstur kasar dan terlalu manis. Bumbu kacang pada umumnya telah siap sedia. Jadi, sayuran rebus dan bahan lainnya tinggal disimpan di atas cobek kemudian disirami bumbu kacang lalu diaduk. Padahal, seharusnya bumbu kacang dibuat dadakan di atas cobek. Ketika bumbu kacang sudah halus baru kemudian berbagai macam sayuran rebus dimasukkan ke dalam cobek tadi dan diaduk sampai merata. Selain itu, untuk komposisi sayuran rebus pada lotek Jogja tidak sebanyak yang ada di Jawa Barat.
Jika melihat beberapa referensi di internet, memang tidak ada aturan baku yang menyebutkan makanan ini harus berisikan sayuran apa saja. Namun, bagi saya, komposisi sayuran sangatlah penting karena hal inilah yang membedakan lotek dengan makanan berbumbu kacang lainnya, seperti gado-gado, karedok, ketoprak, atau pecel.
Adanya potongan bakwan pada lotek Jogja awalnya membuat saya berfikir bahwa keberadaan bakwan tersebut berperan untuk menutupi ketiadaan wortel dan labu siam rebus. Tapi, ternyata potongan bakwan adalah salah satu komponen utama. Entah bagaimana cerita awalnya potongan bakwan bisa ada di dalam makanan tersebut, tapi hal tersebut bisa saja merupakan inovasi dari Paguyuban Penjual Lotek se-DIY—kalau organisasi ini memang ada—untuk menambah asupan karbohidrat sehingga dagangan mereka masuk ke dalam opsi makanan sehari-hari mahasiswa.
Para penjual makanan ini di Jogja mungkin tahu bahwa mereka tidak bisa membuat perut mahasiswa kenyang dengan hanya menjual sayuran rebus yang diberi bumbu kacang saja, maka potongan bakwan adalah solusinya. Selain keberadaan ketupat, potongan bakwan adalah kombinasi yang tepat untuk mengganjal perut mahasiswa yang mudah lapar.
Sumber gambar: YouTube Resep Masakan Enak
BACA JUGA Gado-gado, Ketoprak, dan Lotek: Apa Bedanya dan Mana yang Lebih Enak? dan tulisan Mohammad Ilham Ramadhan lainnya.