Liga Inggris sudah usai. Liverpool mengunci gelar juara Premier League sebelum liga resmi berakhir. Berbicara Chelsea musim ini, tidak akan afdal kalau tidak menyinggung sang arsitek baru, Frank Lampard. Dia bukan wajah baru bagi publik Stamford Bridge. Dia legenda!
Setelah pensiun sebagai pesepak bola, pada musim 2018/2019, Lampard menjalani debutnya sebagai pelatih saat menahkodai Derby County. Sepeninggal Maurizio Sarri yang memilih Juventus sebagai pijakan selanjutnya, manajemen Chelsea pun memperkenalkan Lampard sebagai juru arsitek baru.
Sebuah keputusan yang “mengejutkan”. Banyak pihak meragukan kemampuannya menangani Chelsea. Lampard dianggap minim pengalaman karena hanya baru satu musim menjadi pelatih.
Debutnya di Liga Inggris tidak semulus pipi Jennie Blackpink. Lampard harus menelan kekalahan 0-4 dari Manchester United di laga perdananya. Sudah jatuh tertimpa tangga pula, Super Frank Lampard harus menerima kenyataan timnya tumbang lagi dari Liverpool, di ajang Piala Super Eropa, lewat babak tos-tosan.
Sudah diragukan, Chelsea juga terseok-seok di awal musim, pun mereka tidak bisa beli pemain baru karena hukuman larangan transfer. Namun, legenda satu ini memang bermental juara. Perlahan, Lampard justru hadir sebagai juru gedor yang mampu membuat para pemain Chelsea semakin percaya diri.
Musim 2019/2020 ini, Chelsea memanfaatkan banyak potensi pemain muda dari akademi. Beberapa pemain yang sebelumnya dipinjamkan juga dipanggil pulang. Performa mereka di tangan Lampard jauh membaik.
Sebut saja Tammy Abraham, Ruben Loftus-Cheek, Callum Hudson-Odoi, hingga Mason Mount yang menjadi tumpuan. Larangan transfer, malah menjadi “berkah” untuk pemain muda dan mereka yang sebelumnya tersingkir di era Sarri. Untung saja, sebelum larangan transfer dijatuhkan, Chelsea sudah menyelesaikan pembelian Christian Pulisic dari Borussia Dortmund.
Lampard hanya bisa mengandalkan Olivier Giroud di lini depan sebagai pemain senior. Meskipun begitu, Lampard tetap percaya pada pemain mudanya dengan memasang Tammy Abraham di lini depan, Mason Mount di lini tengah, Reece James di lini belakang, dan beberapa pemain lainnya di posisi yang berbeda.
Terbukti, menggunakan pemain muda dengan semangat tinggi sempat membuat Chelsea bercokol di posisi 3 klasemen Liga Inggris. Di akhir musim, dengan skuat seadanya, The Blues mengunci 1 posisi di zona Liga Champions. Skuat “seadanya” yang terbukti mampu bersaing dengan skuat mahal City, Manchester United, dan Liverpool.
Membawa Chelsea ke Liga Champions di debutnya sebagai pelatih dan berhasil mengunci tiket final Piala FA melawan Arsenal membuat Frank Lampard layak disebut sebagai pelatih terbaik. Setidaknya pelatih muda terbaik saat ini.
Lampard, setidaknya menciptakan rekor sebagai pelatih kedua asal Inggris yang berhasil finish di 4 besar pada musim perdananya. Pemain pertama yang melakukannya adalah Frank Clark bersama Nottingham Forest pada musim 1994/1995.
Kini Lampard akan fokus menangani timnya untuk memburu gelar Piala FA di final melawan Arsenal. Selain itu, Chelsea masih ada kesempatan untuk berbicara lebih banyak di Liga Champions musim ini ketika melawan Bayern Muenchen Agustus mendatang meski kansnya cukup kecil.
Atas kerjanya, di tengah tekanan ekspektasi dan skuat seadanya, Lampard menunjukkan potensi besar sebagai pelatih. Musim depan, ketika Chelsea bisa berbelanja lagi, bukan tidak mustahil, Lampard bisa mendobrak dominasi Jurgen Klopp dan Pep Guardiola.
BACA JUGA Barang Hilang Tiba-Tiba, lalu Muncul Kembali: Fenomena Apa Ini? dan tulisan Erfransdo lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.