Setelah dewasa, saya baru menyadari ada beberapa lagu anak-anak yang liriknya ternyata bikin diri ini bertanya-tanya.
Semalam, saat semua pekerjaan rumah sudah beres dan lagi nungguin sinetron Ikatan Cinta tayang, saya mengisi waktu dengan berselancar di dunia percuitan alias Twitter. Kalian tahu, kan, Twitter itu 11-12 sama anak bayi? Nggak bisa ditinggal gitu, lho.
Saat lagi asyik scroll timeline, saya menemukan satu thread yang menurut saya sangat menarik lantaran apa yang dicuitkan termasuk keresahan (((sebut saja begitu))) saya juga. Thread tersebut berasal dari akunnya Mbak @nadyanoor00. Cuitan pembukanya seperti ini:
Stelah punya anak menyadari banyak lagu problematik (??) ya, kaya kring kring kring ada speda spedaku roda tiga kudapat dr ayah karena rajin bekreja, apaka ini child labour??
— Nadya Zahwa Noor (@nadyanoor00) August 24, 2021
Sebenarnya jika ditelusuri lebih jauh, sumber dari kenapa lagu tersebut dianggap problematik karena lirik yang didengar—atau katakanlah populer di masyarakat—nggak sesuai dengan lirik aslinya. Dalam lagu “Kring Kring Ada Sepeda”, lirik aslinya adalah belajar, bukan bekerja. Jadi, “kudapat dari ayah karena rajin belajar”, bukan “kudapat dari ayah karena rajin bekerja”. Tapi, it’s okay, cuitannya Mbak Nadya tetap mewakili keresahan saya.
Saya juga pernah kepikiran ada beberapa lagu anak-anak yang liriknya terasa problematik. Problematik yang saya maksud di sini adalah ada lirik lagu yang bikin kita bertanya-tanya, ada yang meresahkan, dan ada juga yang menggambarkan eksploitasi anak meski sebenarnya hal tersebut adalah realita. Berikut judul lagu yang liriknya problematik tersebut.
#1 Nina Bobo
Coba dinyanyikan dulu. Sudah? Oke, terima kasih. Lagu yang sering dinyanyikan sebagai pengantar tidur ini termasuk lagu yang paling sering diubah liriknya. Tentu saja karena nggak semua anak di dunia ini namanya Nina. Apa cuma itu masalahnya? Menurut sisi overthinking saya, jawabannya adalah nggak.
“Kalau tidak bobo digigit nyamuk”, lirik ini mengandung ancaman dan pertanyaan lebih lanjut. Kalau tidak bobo akan digigit nyamuk? Memangnya kalau (si anak) bobo, nyamuknya nggak mau gigit gitu? Hmmm…
#2 Jangan Marah (Trio Kwek Kwek)
Lagu ini sebenarnya mengungkap realita yang banyak terjadi dalam sebuah keluarga, yaitu gaya parenting yang berbeda antara nenek dan kakek dengan orang tua anak.
Kutakut papaku marah
Kutakut mamaku marah
Kutakut mereka marah kalau terlambat sekolah
Uang jajan musnah, senyum pun tak ada
Ka-ka-ka-ka-ka-ka-ka kalau mama marah
Nenekku tak pernah marah
Kakekku tak pernah marah
Aku selalu dimanja
Sa-sa-sa- sayang katanya
Mengatasnamakan rasa sayang, nenek dan kakek nggak pernah marah dan selalu memanjakan si anak. Padahal di awal sudah disebutkan sendiri, orang tuanya marah karena ada alasannya, yaitu terlambat ke sekolah. Iya, kan?
Ada lagi lirik lain yang bikin bertanya-tanya.
Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat sampai Sabtu, mama marah melulu
Tapi hari Minggu marah-marahnya libur
Aaahhh… pusing
Sebentar, memangnya marah-marah bisa dijadwal? Kalau libur sekolah bisa libur dari marahnya emak? Saya sendiri, sih, nggak. Hari Minggu nonton televisi, emak be like: “Nonton tv terooosss, nggak usah belajar!”
Hadeeeh…
Setelah saya jadi emak-emak pun, saya kalau marah nggak kenal hari. Kenalnya tanggal muda sama tanggal tua, hahaha.
#3 Abang Tukang Bakso
Singkirkan dugaan bahwa pikiran saya travelling dengan lirik “sudah nggak tahan lagi” dari lagu ini. Bukan itu yang meresahkan bagi saya. Yang bikin kepikiran justru pas bagian pantunnya.
Jadi anak, jangan kau suka bohong
Kalau bohong digigit kambing ompong
Nah, lho, gimana tuh digigit kambing ompong? Masa hukuman berbohong seringan itu? Hukuman ringan itu bukan untuk pembohong, tapi untuk koruptor. Ups!
#4 Andai Aku Jadi Kaya (Ost. Joshua Oh Joshua)
Film yang potongan adegannya sering dijadikan meme ini punya soundtrack yang keren menurut saya. Waktu kecil saya suka nyanyiin, setelah dewasa liriknya malah jadi bahan overthinking.
Andai aku jadi kaya
Punya uang sejuta-juta
Kan kubeli banyak gitar
(untuk apa?)
Kusewakan pada pengamen-pengamen
Gokil si Joshua, masih kecil sudah jalan otak bisnisnya. Kirain gitarnya mau dibagiin, lha ternyata disewain. Ah elah, Jo, Jo… Punya duit banyak tuh bikin ikoy-ikoy lah, Jo. Gimana, sih?!
#5 Inikah Nasib Diriku (Ost. Joshua Oh Joshua)
Inikah nasib diriku
Jadi si miskin dari kecilku
Ayah miskin, ibu miskin, teman-teman juga miskin
Inikah nasib diriku
Mencari uang pulang sekolah
Dari ngamen hingga bantu-bantu
Agar bisa menggapai citaku
Iyalah kawan demi cita-cita, apa pun kulakukan demi cita-cita (2x)
Tak mungkin terus begini, sekolahku tak boleh henti
Inikah nasib diriku
Berjuang sepanjang hari
Meski rasanya berat sungguh
Aku harus menggapai citaku
Ada yang masih ingat lagu di atas? Lirik bait pertama kok pahit bener, ya? Terasa lucu sekaligus menyedihkan. Mana relate banget lagi sama hidup saya, wqwqwq.
Nah, pas masuk bait kedua yang dinyanyikan oleh Mega Utami, ada unsur eksplotasi anak di sana. Jojo dan Jeje cari duit biar bisa sekolah untuk menggapai cita-cita. Kalau teman-teman masih ingat filmnya, pasti tahu bagaimana Jojo dan Jeje mengisi hari-hari mereka sebagai anak kecil. Mana emaknya si Jojo juga galak banget lagi. Bu… Ini Jojo, Bu…
Lirik “meski rasanya berat sungguh, aku harus menggapai citaku” terasa nyeesss banget di hati. Jadi ingat bagaimana saya waktu kecil sering bantuin Bapak cari duit. Kalau ditarik ke masa kini, lagu ini bisa dicocoklogikan dengan apa yang belakangan lagi sering dibicarakan. Tentang childfree.
Salah satu alasan orang-orang memilih childfree, kan, lantaran nggak mau kalau anak-anak mereka nanti hidupnya nggak terjamin. Cocoklogi terooosss…
Yah, kurang lebih itulah lagu anak-anak yang menurut saya liriknya terasa problematik. Meski terasa problematik, saya tetap menaruh hormat kepada para pencipta lagu di atas dan lagu anak-anak lainnya. Tulisan ini memang sebaiknya dibaca santai saja, nggak usah serius-serius amat. Yang perlu diseriusi hanya tentang kematian Roy di Ikatan Cinta, Bund. Wqwqwq~
BACA JUGA 7 Lagu Anak Indonesia yang Punya Potensi Mengalahkan ‘Baby Shark’ dan tulisan Utamy Ningsih lainnya.