Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Nusantara

Kultur Ngopi di Malang: Dipenuhi Mahasiswa, Mirip Yogyakarta

Iqbal AR oleh Iqbal AR
1 September 2022
A A
Kultur Ngopi di Malang: Dipenuhi Mahasiswa, Mirip Yogyakarta

Kultur Ngopi di Malang: Dipenuhi Mahasiswa, Mirip Yogyakarta (Pixabay.com)

Share on FacebookShare on Twitter

Malang dan Yogyakarta berbagi hal yang sama, yaitu kultur ngopi

Ngopi itu Indonesia sekali. Dan kalau ditanya apa budaya orang Indonesia yang paling sustain, ya ngopi jawabannya. Sebab, bagi orang Indonesia, ngopi itu bukan sekadar kegiatan duduk minum kopi lalu kalau kopinya sudah habis langsung cabut pulang. Ngopi pun juga tidak harus kopi yang diminum. Ngopi bagi orang Indonesia lebih dari itu. Ngopi mencakup sebagian besar kegiatan sosial masyarakat, mulai dari hanya sekadar duduk-duduk minum kopi (atau minuman lain), guyon-guyon, hingga ngerasani negara.

Sebagaimana sebuah budaya, maka budaya ngopi sudah menjalar ke semua lapisan masyarakat di seluruh penjuru negeri. Mau itu pejabat, pengusaha, buruh, hingga mahasiswa di seluruh penjuru negeri pasti dekat dengan budaya atau kultur ngopi. Tidak terkecuali di tempat saya tinggal, yaitu di Malang (Malang Raya), yang juga cukup erat dengan kultur ngopi.

Malang sebagai “Kota Kopi”

Setidaknya ada dua alasan mengapa Malang cukup dekat dengan kultur ngopi. Pertama, Malang menjadi salah satu penghasil kopi yang cukup mentereng. Sebut saja varian Robusta Dampit yang menjadi salah satu kopi andalan dari Malang. Alasan kedua, Malang menjadi salah satu tujuan bagi calon mahasiswa baru untuk melanjutkan pendidikan tingginya. Tahu sendiri kan apa yang paling disukai mahasiswa? Ya, ngopi. Dua alasan ini cukup untuk mengatakan bahwa Malang dan ngopi itu punya hubungan yang sangat romantis.

Dari dua alasan di atas, bukan sebuah hal yang mengejutkan jika keberadaan warung kopi atau cafe sudah seperti ungkapan cintaku padamu, alias banyak banget! Jumlahnya sampai ratusan, dan bisa menyentuh angka 1000 jika mencakup seluruh Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu). Mulai dari warung kopi kecil yang jualan kopi instan, cafe semenjana yang harganya sangat terjangkau dan pilihan menunya banyak (langganan mahasiswa), cafe-cafe instagramable (cocok buat sista-sista), cafe-cafe fancy dengan harga selangit, sampai cafe-cafe puritan yang menjajakan kopi dengan cara manual.

Nah, dengan fakta banyaknya warung kopi dan cafe di Malang, terciptalah kultur ngopi yang berbeda-beda sesuai “kasta” warung kopi atau cafe-nya. Ada yang ngopi memang hanya sekadar ngopi, nongkrong sejenak dan foto-foto, dan ada pula yang ngopi untuk berlama-lama di sebuah cafe atau warung kopi (biasanya mahasiswa yang mengerjakan tugas, skripsian, atau sedang rapat organisasi). Dan golongan kedua inilah yang populasinya paling banyak.

Ya Nongkrong, ya nugas, ya skripsian, ya rapat ya nge-game

Kembali sejenak ke faktor banyaknya mahasiswa yang ada di Malang, ini menjadi potensi menjanjikan untuk cafe dan warung kopi. Apalagi untuk cafe atau warung kopi yang lokasinya dekat dengan kampus (yang sudah pasti dekat dengan kos mahasiswa). Dengan mematok harga 8-15 ribu per gelas (ditambah tempat yang luas dan WiFi kencang), para pelanggan yang mayoritas mahasiswa ini bisa anteng berjam-jam di sana, dan cafe atau warung kopi juga sudah bisa meraup untung yang tidak sedikit.

Kalau pergi ke Malang, coba sekali-kali nongkrong di daerah Oma Campus. Di sana, kalian bisa menemui puluhan cafe dan warung kopi berjejer sepanjang jalan. Para pelanggan yang ngopi di sana mayoritas pasti mahasiswa. Lalu apa yang mereka lakukan? Ya seperti subjudul di atas. Ada yang sekadar nongkrong, ada yang mengerjakan tugas kuliah, ada yang skripsian, ada yang rapat, dan ada juga yang main game. Dan mereka bisa berada di sana sejak menjelang malam hingga tengah malam.

Baca Juga:

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Mojokerto, Opsi Kota Slow Living yang Namanya Belum Sekencang Malang, tapi Ternyata Banyak Titik Nyamannya

Maklum, rata-rata cafe atau warung kopi di sana memang menyajikan apa yang memang dibutuhkan oleh para mahasiswa ini: tempat yang luas, koneksi WiFi yang cukup kencang, hingga kopi yang harganya sangat terjangkau. Dan ini tak hanya ada di satu cafe atau warung kopi saja, tetapi ada di sebagian besar cafe dan warung kopi di sana.

Awalnya, saya mengira bahwa kultur ngopi seperti ini hanya ada di Malang saja. Namun, setelah saya main agak jauh dari Malang, saya menyadari bahwa kultur ngopi seperti ini tidak hanya ada di Malang saja, tetapi ada di kota lain. Salah satunya adalah di Yogyakarta. Malang dan Yogyakarta banyak memiliki kesamaan. Selain sama-sama menjadi tujuan mahasiswa untuk kuliah, Malang dan Yogyakarta sama-sama memiliki banyak cafe dan warung kopi. Dan ternyata, kesamaan memiliki banyak cafe dan warung kopi ini juga diikuti dengan kemiripan kultur ngopinya.

Ini saya sadari ketika pekan lalu saya main ke Yogyakarta. Di sebuah malam, saya diajak oleh Prabu Yudianto (penulis berbahaya yang sayangnya guyonannya kadang agak kureng) dan Mas Rizky Prasetya (redaktur Mojok) untuk ngopi di tempat mereka biasanya ngopi: Kafe Basabasi Sorowajan. Singkat cerita, saya mengiyakan ajakan mereka, dan jadilah kita ngopi di sana.

Sepanjang ngopi, saya berkali-kali menebar pandangan ke segala penjuru cafe yang tempatnya luas ini. Ada sekelompok mahasiswa yang sedang rapat, ada mahasiswa yang sedang nugas atau skripsian, ada yang sedang yang-yangan, dan ada juga yang seperti kita: ngobrol ngalor-ngidul dan guyon. Dan durasi ngopinya pun tidak sebentar, pasti berjam-jam, dan menghabiskan satu hingga tiga gelas dalam sekali duduk.

Lalu saya mikir, ini kok ya mirip banget sama kultur ngopi di Malang yang selama ini saya tahu. Apa yang ditawarkan oleh cafe-nya juga sama (tempat luas dan WiFi kencang), bahkan untuk urusan harga kopi (dan menu lainnya) pun sama. Mungkin yang berbeda hanya UMR-nya saja, sebab UMR Malang jelas lebih tinggi. Lho, kok jadi bahas UMR, sih? Maaf-maaf.

Kesamaan lainnya antara kultur ngopi di Malang dan Yogyakarta juga terjadi dalam konteks “siapa” yang “ngopi di mana”. Sista-sista pasti akan memilih cafe-cafe yang instagramable. Orang-orang berduit, termasuk mahasiswa dengan kantong tebal, pasti akan memilih cafe yang agak fancy. Termasuk para seniman dan budayawan yang juga memiliki tongkrongan sendiri. Mau itu di Malang atau Yogyakarta, sama saja.

Jadi, kesimpulannya adalah, kultur ngopi yang ada di Malang itu sebenarnya sama dengan apa yang ada di Yogyakarta. Alasannya ya Malang dan Yogyakarta sama-sama menjadi tujuan mahasiswa untuk kuliah, dan biasanya mahasiswa punya kultur ngopi yang cenderung sama, mau itu di Malang atau di Yogyakarta. Ini juga didukung oleh banyaknya cafe atau warung kopi yang berada tidak jauh dari lingkungan kampus. Walhasil, cafe dan warung kopi ini ya jadi langganan mahasiswa untuk “ngopi” tiap hari. 

So, kapan kita ngopi lagi?

Penulis: Iqbal AR
Editor: Rizky Prasetya

BACA JUGA Selamat Datang di Malang, Kota Sejuta Kedai Kopi

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.

Terakhir diperbarui pada 1 September 2022 oleh

Tags: MalangngopiYogyakarta
Iqbal AR

Iqbal AR

Penulis lepas lulusan Sastra Indonesia UM. Menulis apa saja, dan masih tinggal di Kota Batu.

ArtikelTerkait

Banjir dan Macet, Dua Sejoli yang Bikin Ngalam Bernasib Malang Terminal Mojok

Banjir dan Macet, Dua Sejoli yang Bikin Ngalam Bernasib Malang

8 April 2022
Jalur Alas Pujon Malang Menyimpan Bahaya bagi Pengendara (Unsplash)

Jalur Alas Pujon Malang Menyimpan Bahaya bagi Pengendara

16 Juni 2023
Malang Tak Perlu Meniru Jogja yang (Katanya) Istimewa Lebih "Menyala" biaya hidup di malang

Menghitung Gaji dan Biaya Hidup yang Masuk Akal untuk Hidup Enak dan Layak Di Malang  

7 September 2024
Soe Hok Gie dan Mohammad Roem saja Setuju dengan Perpeloncoan Ospek terminal mojok.co

Serba Serbi Mahasiswa Baru Beserta Sambatannya

2 Juli 2019
perang kendhang sejarah perjanjian giyanti pangeran haryo mangkubumi pakubuwono II mojok.co

Perang Kendhang, Prank Terbesar dalam Sejarah Jawa

21 Juli 2020
Jogja Berkata: Rene-Rene Sambat!!!

Rekomendasi Tempat Sambat Yang Pas Saat Kamu di Jogja

5 Januari 2020
Muat Lebih Banyak
Tinggalkan Komentar

Terpopuler Sepekan

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

Bukan Mojokerto, tapi Lumajang yang Layak Menjadi Tempat Slow Living Terbaik di Jawa Timur

18 Desember 2025
Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

Ngemplak, Kecamatan yang Terlalu Solo untuk Boyolali

15 Desember 2025
Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

Tangsel Dikepung Sampah, Aromanya Mencekik Warga, Pejabatnya ke Mana?

14 Desember 2025
Lumajang Bikin Sinting. Slow Living? Malah Tambah Pusing (Unsplash)

Lumajang Sangat Tidak Cocok Jadi Tempat Slow Living: Niat Ngilangin Pusing dapatnya Malah Sinting

19 Desember 2025
Isuzu Panther, Mobil Paling Kuat di Indonesia, Contoh Nyata Otot Kawang Tulang Vibranium

Isuzu Panther, Raja Diesel yang Masih Dicari Sampai Sekarang

19 Desember 2025
Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

Pengalaman Naik Bus Eka dari Banjarnegara ke Surabaya: Melihat Langsung Orang Berzikir Saat Pedal Gas Diinjak Lebih Dalam

15 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.