3 Kuliner Khas Sunda yang Nggak Cocok di Lidah Wisatawan

3 Kuliner Khas Sunda yang Nggak Cocok di Lidah Wisatawan

3 Kuliner Khas Sunda yang Nggak Cocok di Lidah Wisatawan (Gunawan Kartapranata via Wikimedia Commons)

Lalapan atau lalap selalu terlintas pertama kali apabila membicarakan kuliner khas Sunda. Mayoritas orang Sunda memang sangat menyukai lalapan sebagai teman makan. Di lidah orang Sunda, lalapan begitu enak ketika dinikmati dengan cocolan sambal. Selain lalapan, sebenarnya masih banyak kuliner khas Sunda yang menggoyang lidah ketika dinikmati.

Akan tetapi, cita rasa kuliner khas Sunda itu tidak selamanya cocok dengan lidah para wisatawan. Ada beberapa kuliner yang rupanya kurang cocok buat para wisatawan yang ketika mengunjungi Bumi Pasundan. Alasannya bisa sangat beragam. Berikut beberapa kuliner khas Sunda yang kurang cocok di lidah wisatawan:

#1 Karedok leunca, kuliner khas Sunda yang rasanya aneh menurut wisatawan

Kuliner satu ini berbahan dasar leunca (ranti) biasanya yang masih berwarna hijau. Bumbunya tergolong sangat sederhana terdiri dari garam, terasi, kencur, gula, bawang putih, serta daun kemangi. Seluruh bumbu dilembutkan dalam cobek, disusul leunca dan kemangi digerus tapi tidak sampai lembut betul. Kalau sudah padu, karedok leunca siap disantap.

Karedok leunca biasanya disandingkan bersama sambal terasi atau sambal goang yang bercita rasa pedas asin. Kuliner khas Sunda satu ini akan semakin nikmat jika disajikan bersama makanan yang digoreng. Selain itu, karedok leunca akan memiliki sensasi berbeda saat dicampurkan dengan oncom atau fermentasi kacang kedelai yang mirip tempe.

Karedok leunca sangat populer bagi orang Sunda, apalagi karedok leunca dijadikan judul lagu yang judulnya sama “Karedok Leunca”. Sayangnya, ada banyak orang yang justru kurang menyukai perpaduan rasa leunca yang pahit, sambal yang pedas, dan sedikit rasa asin. Kata saudara saya dari Jakarta, rasa kuliner ini sangat aneh.

#2 Meski sangat populer, sayangnya tidak semua orang menyukai seblak

Ketika mendengar seblak, hampir semua orang mengetahui kuliner Sunda satu ini. Seblak berbahan dasar kerupuk yang direbus, kemudian dicampur dengan bumbu khas, yakni cikur (kencus), baawang putih, penyedap rasa, dan sambal, memang sempat ramai diperbincangan beberapa tahun lalu.

Btw, kuliner seblak sebenarnya sudah ada sejak zaman dulu, namun variannya masih sederhana, hanya berisikan kerupuk. Beda dengan seblak zaman sekarang yang dimodifikasi, misalnya ditambah telur, sosis, tahu, ceker ayam, bakso, seafood, dll. Salah satu daya tarik kuliner ini adalah tingkat kepedasannya bisa disesuaikan dengan keinginan kita.

Dibalik kepopuleran seblak, nyatanya masih banyak orang yang tidak menyukai kuliner khas Sunda satu ini. Umumnya mereka tidak menyukai seblak karena aneh melihat kerupuk yang direbus, teksturnya benyek, dan rasanya yang pedas dan menyengat.

#3 Sate maranggi tidak cocok bagi lidah wisatawan yang terbiasa dengan sate yang kaya bumbu kacang dan kecap

Sate maranggi adalah kuliner khas Sunda yang banyak ditemukan di Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Cianjur. Yang membedakan sate maranggi dengan sate lainnya adalah proses perendaman daging dalam bumbu sebelum daging dibuat menjadi sate dan dimasak. Bumbu rendamannya sendiri antara lain jahe, ketumbar, kunyit, lengkuas, dan sedikit cuka. Karena proses perendaman itulah sate maranggi memiliki cita rasa gurih dengan bumbu yang meresap.

Untuk menambah kenikmatan, sate maranggi biasanya disajikan ditemani nasi ketan, lontong, acar tomat, oncom, bahkan bisa juga didampingi nasi timbel. Sayangnya, beberapa orang yang terbiasa mengonsumsi sate dengan balutan bumbu kacang ditambah kecap biasanya kurang cocok dengan kuliner khas Sunda satu ini.

Itulah tiga kuliner khas Sunda yang kurang cocok di lidah wisatawan. Sebenarnya ketidakcocokan itu karena wisatawan tidak terbiasa saja. Setelah terbiasa makan kuliner Sunda, dijamin ketagihan, deh. Kan ada peribahasa nggak terbiasa saja. Setelah terbiasa makan kuliner khas Sunda, pasti rasanya bakal enak dan dijamin ketagihan. Kan ada pribahasa alah bisa karena biasa.

Penulis: Acep Saepulloh
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Sungguh Merugi Orang-orang yang Tidak Pernah Makan Nasi Tutug Oncom Khas Sunda.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version