Ketika menemukan tulisan tentang kisah-kisah horor yang terjadi di ruang bedah mayat fakultas kedokteran, saya teringat kembali tentang urban legend yang beredar di kampus saya seputar mata kuliah anatomi. Hampir semua kisah yang terdapat dalam artikel tersebut mirip dengan cerita kakak kos saya yang konon merupakan cerita turun temurun. Nggak jelas asal-usulnya maupun siapa yang mengalaminya yang jelas seram.
Meskipun demikian, sependek pengalaman saya mengikuti kuliah anatomi di semester dua dan tiga (serta kuliah sisipan perbaikan nilai anatomi dari semester dua sampai delapan), tidak satu pun dari kami yang mengalami hal-hal tersebut. Kontras dengan lokasi kampus negeri tempat saya kuliah kedokteran belasan tahun lalu yang berada di sisi pemakaman terbesar di kota Semarang dan laboratorium anatomi yang bersebelahan dengan kamar mayat serta ruang otopsi.
Sebenarnya saya sedikit berharap bahwa suatu saat, ketika akan ada ujian identifikasi (iden) anatomi, seorang “bapak tukang kebun” menghampiri saya untuk menjelaskan poin-poin yang kemudian ditanyakan di ujian. Meskipun ngeri-ngeri sedap, tapi kan lumayan. Paling tidak nilai ujian saya bisa nggak jelek-jelek amat sehingga nggak perlu bolak-balik ambil kuliah semester pendek. Hehehe …
Nyatanya tanpa intervensi makhluk halus, anatomi merupakan salah satu mata kuliah “terhoror” di Fakultas Kedokteran. Kalau nggak percaya, coba saja tanyakan dokter manapun yang Anda temui. “Dok, mata kuliah apa yang paling seram waktu kuliah kedokteran dulu?” Sembilan puluh persen kemungkinan jawaban adalah anatomi.
Mengapa anatomi menjadi mata kuliah paling horor di fakultas kedokteran? Berikut adalah beberapa alasannya:
Ketemu kadaver
Kadaver adalah istilah medis, sastra, hukum, dan forensik untuk badan atau tubuh yang sudah mati atau tidak bernyawa. Dalam bahasa sehari-hari: mayat atau jenazah. Tentu saja yang kita temukan dalam lab anatomi adalah kadaver manusia yang sudah diawetkan.
Meskipun kita sudah tahu bahwa kadaver sudah tidak bernyawa dan jelas tidak dapat ngapa-ngapain lagi, namun memegang dan menguliti bahkan mempreteli tubuh manusia utuh tetap merupakan pengalaman yang traumatis. Untuk itu, para dosen selalu mengajak kami mendoakan kadaver di depan kami setiap kali akan memulai praktikum anatomi.
Paparan formalin
Formalin atau formaldehida memiliki rumus kimia H2CO. Dapat berbentuk gas, cair, maupun padatan. Formalin dikenal luas sebagai bahan yang sering disalahgunakan sebagai pengawet makanan pembunuh serangga dan banyak digunakan dalam industri. Di laboratorium anatomi, formalin yang berbentuk cair digunakan sebagai pengawet kadaver.
Kadaver direndam dalam bak berisi cairan formalin untuk diawetkan. Baunya sangat menusuk. Selain berbau tajam, uap dari larutan formalin juga pedih di mata dan hidung. Zat beracun ini dapat mengiritasi kulit, mata, dan saluran pernapasan meskipun hanya dengan paparan sebentar. Sedihnya, dulu kami tidak diizinkan menggunakan pelindung seperti handschoen maupun googles selama melakukan praktikum anatomi.
Formalin juga bersifat karsinogen, yaitu dapat menyebabkan kanker, terutama jika terpapar dalam jangka panjang. Terbayang betapa berat risiko jangka panjang yang ditanggung para bapak petugas lab anatomi yang bertugas mengambil dan mengembalikan kadaver-kadaver tersebut dari dan ke dalam bak penampungan berisi larutan formalin.
Mengingat akibat nyata yang dapat ditimbulkan akibat paparan formalin, bisa dikatakan ini merupakan hal paling menyeramkan dari kuliah anatomi. Bahaya, Cuy!
Bahasa Latin
Di hari pertama masuk kuliah anatomi, kami harus menghafal istilah-istilah dalam bahasa Latin yang akan kami temui mulai saat itu dan seterusnya (bahkan sampai sekarang), seperti kanan = dextra, kiri = sinistra, bagian tengah tubuh= medial, bagian lebih “luar” dari tubuh = lateral, dsb. Bisa dikatakan kalau kita menguasai bahasa Latin, anatomi bukanlah mata kuliah yang menyusahkan. Tapi, siapa sih yang ikut kursus bahasa Latin waktu SMP dan SMA?
Pada saat ujian iden anatomi pertama, saya bengong dan menghabiskan satu setengah menit yang sebenarnya diperuntukkan untuk menjawab satu soal ujian. Di depan saya ada tulang dasar tengkorak dengan pelepah pisang yang diletakkan di lubang besar penghubung rongga kepala dan tulang belakang. Saya nggak tahu apa nama lubang itu. Jawabannya: foramen magnum, arti harfiah dari lubang besar. Tapi, kalau saya jawab lubang besar, pasti jawaban saya tidak dapat diterima.
Yah, belajar bahasa asing memang bukan merupakan hal yang menyeramkan. Tapi, anatomi bukan sekadar belajar bahasa Latin. Bahasa Latin berperan dalam ikut mempersulit mata kuliah yang pada dasarnya memang sudah sulit.
Itulah tiga hal menyeramkan yang pasti ditemukan pada kuliah anatomi di kampus kedokteran manapun. Akhir kata, meskipun kuliah anatomi cukup menyeramkan dengan atau tanpa cerita mistis di dalamnya, jangan menyurutkan asa kalian yang ingin menjadi dokter. Jalani saja dengan sebaik-baiknya.
Kuliah anatomi yang menyeramkan pun suatu saat akan terlalui. Lagipula, masih ada yang lebih menyeramkan menunggu kalian setelah lulus S1 kedokteran. Apakah itu? Tentu saja stase coass di bagian ilmu kedokteran forensik.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.