Sejak saya kanak-kanak, saya selalu didoktrin oleh orang-orang di sekitar saya bahwa Jakarta itu macet, panas, dan semerawut. Beda jauh dengan Kota Bandung. Hal ini semakin saya yakini setelah satu sekolah dan satu kampus dengan perantau asal Jakarta yang sengaja jauh-jauh menuntut ilmu di Bandung karena mereka nggak mau macet-macetan dan panas-panasan di Jakarta. Mereka mau hidup dengan tenang di kota ini.
Dua puluh tahun yang lalu, argumen saya di atas masih relevan. Sampai-sampai membuat saya besar kepala saking bangganya. Tapi sekarang hal tersebut sudah tidak relevan sama sekali. Berikut ini alasannya.
Kota Bandung resmi jadi kota termacet di Indonesia
Dilansir dari Ayobandung.com, Asian Development Outlook 2019-Update menyebut bahwa Kota Bandung menempati urutan ke-14 sebagai kota termacet di Asia. Urutan tersebut di atas Jakarta yang menempati posisi ke-17, yang artinya lebih macet dari Jakarta. Populasi masyarakat di Kota Bandung sendiri jumlahnya 2,4 juta jiwa, sedangkan jumlah kendaraan bermotor yang ada di Kota Bandung jumlahnya mencapai 2,2 juta unit. Gimana nggak macet?
Bandung Raya (Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat) belum punya sistem bus yang proper seperti di Jakarta. Bandung Raya juga belum punya kereta rel listrik commuter line (KRL), ada mass rapid transit (MRT), ada light rail transit (LRT) seperti Jabodetabek. Sehingga, mau nggak mau, masyarakat Bandung Raya harus menggunakan kendaraan pribadi sebagai sarana untuk bepergian setiap hari.
Bandung Raya memang memiliki Kereta Api Commuter Line Bandung Raya. Tapi, keberadaan kereta tersebut saya nilai tidak terlalu membantu mengurai kemacetan di Bandung Raya. Pasalnya, kereta tersebut hanya melewati rute PP Bandung Barat (Padalarang dan sekitarnya) ke Bandung Timur (Cicalengka dan sekitarnya) saja. Sedangkan wilayah Bandung Utara (Lembang dan sekitarnya) dan Bandung Selatan (Ciwidey dan sekitarnya) tidak terjamah sama sekali.
“Kalau bus gimana?”
Bandung Raya memang memiliki Bus Trans Metro Bandung (TMB) dan Bus Trans Metro Pasundan (TMP) yang bisa mengurangi ketergantungan masyarakat Bandung Raya akan kendaraan pribadi. Tapi jumlah armada dan koridornya masih sangat terbatas. Selain itu, sejak pertama diluncurkan, Bus TMP kerap mendapatkan pengadangan dari oknum sopir angkot sehingga lagi-lagi, masyarakat lebih memilih kendaraan pribadi.
Baca halaman selanjutnya
Kenapa nggak bikin sistem yang proper sih?