Saya warga Kabupaten Bandung yang banyak menghabiskan waktu di Kota Bandung. Iya dua daerah itu punya nama yang sama, tapi keduanya merupakan entitas administratif yang berbeda. Kota Bandung adalah ibukota Jawa Barat, sementara Kabupaten Bandung adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat dengan ibukota kabupaten Soreang.
Kendati punya nama yang mirip dan jarak yang nggak begitu jauh, keduanya punya perbedaan yang signifikan. Perbedaan ini benar-benar saya rasakan ketika pertama kali menginjakan kaki ke Kota Bandung saat SMK dahulu. Pada saat itu saya ke kota untuk Praktek Kerja Lapangan (PKL). Momentum itu jadi pengalaman tidak terlupa. Bisa dibilang, pada saat itu saya benar-benar culture shock alias gegar budaya.
Kota Bandung jauh lebih maju
Entah dahulu atau sekarang, saya merasa Kota Bandung lebih tertata rapi daripada Kabupaten Bandung. Berbagai infrastrukturnya lebih maju dan terurus. Di ibukota Jawa Barat itu dapat dengan mudah saya temui tugu, taman, jalan, jembatan yang terurus.
Berbeda kondisinya dengan Kabupaten Bandung. Sudah tidak tertata, infrastrukturnya nggak maju, dan nggak terawat. Hal itu bisa kita lihat dengan mudah di Tugu Juang Siliwangi di Baleendah. Kondisinya memprihatinkan, sampah berserakan, coretan dimana-mana, semak belukar memenuhi tugu, cat yang memudar, hingga huruf yang menghilang.
Hal lain yang sangat terasa perbedaannya, jalanan di Kota Bandung sudah banyak yang diaspal. Berbeda dengan jalanan di kabupaten yang hanya dicor beton hingga menimbulkan kesan gersang. Perbedaan signifikan ini bisa dengan mudah kita lihat di perbatasan Jalan Cibaduyut yang berada di Kota Bandung dan terusannya yang sudah masuk Kabupaten Bandung.
Lebih kagetnya lagi, ternyata bukan hanya jalan raya yang diaspal. Gang-gang sempit di kota ternyata juga diaspal. Berbeda dengan gang-gang di kabupaten yang hanya berupa tanah, mentok-mentok jalan gang memakai paving blok atau disemen.
Baca halaman selanjutnya: Biaya hidup lebih …
Biaya hidup lebih tinggi
Saya menyadari kalau biaya hidup di perkotaan pasti lebih tinggi dibanding kabupaten. Namun, saya nggak mengira perbedaannya akan begitu signifikan. Saya benar-benar menyadari hal ini ketika membeli gorengan.
Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, saya merasakan Kota Bandung untuk pertama kali pada 2012, ketika menjalani PKL. Hari pertama PKL saya buru-buru agar tidak kesiangan, saya juga tidak sempat sarapan. Untuk mengganjal perut saya membeli gorengan di dekat tempat PKL. Saya membeli tiga gorengan yaitu bala-bala, gehu, dan combro. Pas saya mau membayar, saya kaget ternyata harga gorengan di Kota berlipat-lipat lebih tinggi.
Pada saat itu, harga satu gorengan di kota adalah Rp1.000. Sedangkan di kabupaten Rp2.000 sudah dapat tiga gorengan. Sekarang sudah menginjak tahun 2024, saya masih membandingkan harga gorengan di kota dan kabupaten, ternyata harganya tetap berbeda. Harga gorengan di kota Rp1.500 sekarang ini, sedangkan harga satu gorengan di kabupaten hanya Rp1000.
Itu baru gorengan ya, masih banyak biaya hidup lain yang membuat saya terkejut. Benar-benar hidup di Kota Bandung ini penuh culture shock. Namun, di antara berbagai perbedaan itu, ada satu persamaan yang saya yakin nggak bisa didebat. Kota Bandung dan Kabupaten Bandung sama-sama macet parah. Ini menjadi pekerjaan rumah besar untuk dua daerah itu.
Penulis: Acep Saepulloh
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Orang Demak Culture Shock ketika Merantau ke Jogja, Ternyata Jogja Nggak Sesempurna Itu
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.