Biaya hidup lebih tinggi
Saya menyadari kalau biaya hidup di perkotaan pasti lebih tinggi dibanding kabupaten. Namun, saya nggak mengira perbedaannya akan begitu signifikan. Saya benar-benar menyadari hal ini ketika membeli gorengan.
Seperti yang sudah saya singgung sebelumnya, saya merasakan Kota Bandung untuk pertama kali pada 2012, ketika menjalani PKL. Hari pertama PKL saya buru-buru agar tidak kesiangan, saya juga tidak sempat sarapan. Untuk mengganjal perut saya membeli gorengan di dekat tempat PKL. Saya membeli tiga gorengan yaitu bala-bala, gehu, dan combro. Pas saya mau membayar, saya kaget ternyata harga gorengan di Kota berlipat-lipat lebih tinggi.
Pada saat itu, harga satu gorengan di kota adalah Rp1.000. Sedangkan di kabupaten Rp2.000 sudah dapat tiga gorengan. Sekarang sudah menginjak tahun 2024, saya masih membandingkan harga gorengan di kota dan kabupaten, ternyata harganya tetap berbeda. Harga gorengan di kota Rp1.500 sekarang ini, sedangkan harga satu gorengan di kabupaten hanya Rp1000.
Itu baru gorengan ya, masih banyak biaya hidup lain yang membuat saya terkejut. Benar-benar hidup di Kota Bandung ini penuh culture shock. Namun, di antara berbagai perbedaan itu, ada satu persamaan yang saya yakin nggak bisa didebat. Kota Bandung dan Kabupaten Bandung sama-sama macet parah. Ini menjadi pekerjaan rumah besar untuk dua daerah itu.
Penulis: Acep Saepulloh
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Orang Demak Culture Shock ketika Merantau ke Jogja, Ternyata Jogja Nggak Sesempurna Itu
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.