Sudah menjadi rahasia umum kalau Coki Pardede dikenal sebagai orang dengan moral 404 not found. Dilihat dari dark jokes-nya, ceplas-ceplosnya, awalnya saya sih percaya kalau itu memang merupakan karakter asli dari Coki. Pasalnya, setiap yang dia tampilkan ke publik itu terkesan sangat natural.
Terlebih lagi—kalau menyimak backstory dari Coki Pardede—dia sampai di titik ini (menjadi agnostik) juga kan setelah melalui proses pencarian yang cukup serius. Sehingga kemudian dia memilih untuk skeptis terhadap agama apa pun. Dan proses inilah yang membuat Coki memiliki benteng keyakinan yang sulit banget buat ditembus.
Walaupun dicekoki kultum-kultum keislaman ala Habib Jafar, atau sabda-sabda gereja dari Pendeta Yerry, wis lah, benteng keyakinan Coki untuk nggak berkeyakinan nggak tergoyahkan. Sudah sangat pas lah kalau dia digelari The Son of Horus and The Dzulumat.
Oke, kalau soal prinsip dan keyakinan saya rasa memang nggak ada yang manipulatif dari Coki. Soalnya saya sendiri juga mengalami hal seperti itu; jadi skeptis dengan apa yang selama ini saya pegang teguh setelah melewati berbagai rangkaian proses pencarian. Dan memang dalam urusan keyakinan (spiritual), kunci utamanya adalah mengalami/menemukan sendiri, tanpa intervensi orang lain.
Nah, kalau soal moral, belakangan ini saya mulai rada curiga kalau sebenernya selama ini Coki Pardede hanya gimmick belaka. Kecurigaan saya ini muncul setelah akhir Oktober ini MLI mengenalkan konten baru bertajuk SUNMORI (Suntikan Moral Coki).
Konsep dari konten ini adalah, Tretan Muslim memaksa Coki Pardede buat nonton video-video iklan Thailand yang dramatis dan mengharukan itu loh, Rek. Tujuannya ya jelas, buat ngetes apakah hati nurani Coki bakal terenyuh dan tersentuh untuk kemudian menunjukkan tanda-tanda menitikkan air mata. Kalau sudah begitu, berarti misi Tretan Muslim untuk memberi suntikan moral kepada partnernya tersebut dinyatakan berhasil.
Namun, alih-alih terenyuh, The Son of Horus ini malah ketawa-ketawa sendiri. Pertama, ketawa karena menurutnya alur ceritanya nggak masuk akal. Misalnya nih, dalam salah satu video, penonton harusnya digiring buat tersentuh sama seorang ibu yang rela pulang-pergi naik becak dan bus cuma buat nganterin pensil anaknya yang ketinggalan.
Lah bukannya fokus ke sana, Coki Pardede malah lebih kasihan sama anak yang ketangkep kamera berangkat sekolah jalan kaki. Katanya, ya lebih mending tokoh ibu yang masih punya ongkos buat naik bus atau becak. Kasihan kan anak yang jalan kaki itu. Sudah jalan kaki, nggak ditemani ibunya pula. Padahal resolusi kamera ke anak itu sudah sangat blur, loh. Dan lagian, yang jadi tokoh utama dalam cerita itu kan si ibu dan anaknya. Njir, malah fokus ke yang lain.
Kedua, ketawa karena translate bahasa dalam video dianggep lucu dan nggak kompatibel sama alur cerita. Jadi sepanjang video mengharukan itu diputar, Coki malah sibuk bacain translate-nya, alih-alih fokus ke poin cerita.
Dari sini nih mulai agak janggal. Saya mulai curiga, jangan-jangan ketegaran dan kecenderungan tak bermoral yang ditunjukkan Coki Pardede dalam merespons video-video tersebut sebenernya hanyalah gimmick. Buat jaga gengsi saja, Rek. Secara, dia sudah nyaman dengan imej manusia tanpa moral yang sudah melekat pada dirinya. Dan dengen imej itulah dia bisa dikenal publik. Jadi karakter khas lah.
Kasusnya sama kayak talent MLI yang lain, yaitu Rigen. Dalam beberapa kesempatan, Rigen pernah tuh mengakui kalau dirinya sebenernya bukan tipikal yang emosian dan suka marah-marah. Tapi, berhubung framing yang sudah kebentuk di publik adalah karakter Rigen yang seperti itu, ya mau nggak mau dia harus gimmick jadi suka marah-marah karena itulah yang bikin dia tampak unik dan lucu. Kalau sudah gitu, akhirnya laku dan ramai job di stasiun TV. Catat, dalam industri hiburan, gimmick itu perlu buat melanggengkan karir dan mendulang ketenaran, Bro.
Ternyata bukan hanya saya yang curiga. Beberapa netizen yang berkomentar di konten tersebut juga ada yang sepemikiran sama saya. Menurut netizen, dalam konten SUNMORI itu kelihatan banget kalau Coki sedang melakukan self defence: mempertahankan dirinya biar nggak goyah. Dan itu dia tempuh dengan cara mengalihkan fokus dari poin utama video.
Misalnya dalam video perjuangan seorang ibu tadi, Coki mencoba mencari angle lain biar fokusnya teralihkan dari angle utama. Dari awal dia memang nggak memperhatikan kisah si ibu, melainkan malah fokus ke hal-hal figuran dalam video. Mangkanya dia jeli banget menemukan seorang anak yang berangkat sekolah sendirian, jalan kaki, dan blur pula. Kalau fokusnya dari awal sudah ngglambyar kan akhirnya aman. Finally, dia berhasil mempertahankan imej dirinya yang non-moral.
Misalnya lagi dalam kasus translate yang nggak sinkorn. Oleh karena Coki menyadari kalau nggak mungkin dia mengalihkan fokus dengan cara ngambil angle lain lagi, kali itu dia pakai cara berbeda, yaitu mencoba fokus dan membaca keras-keras translate yang terpampang mengiringi alur cerita. Harus bersuara, cara ini memang terbukti efektif untuk self defence. Suara kita sendiri bakal masuk ke telinga, diproses otak, dan mengaburkan konsentrasi dari video tersebut.
Saya sendiri sering pakai cara ini buat self defence tiap kali nonton film horor sama pacar. Asli, saya ini sebenernya juga kecut kalau diajak nonton horor. Tapi, demi menjaga wibawa di depan pacar, saya biasanya mengalihkan fokus saya dengan sedikit-sedikit berkomentar. Entah soal acting pemainnya, videografinya, pilihan lokasinya, pokoknya yang penting bersuara. Dan itu cukup berhasil—seenggaknya bagi saya sendiri—mengaburkan angle menyeramkan dari film yang diputar.
Terlebih lagi nih, kenapa saya yakin betul kalau sikap nggak bermoral Coki hanyalah gimmick, adalah fakta bahwa setiap individu pasti punya rasa empati walaupun cuma seuprit. Secara, kata Aristoteles manusia itu kan zoon politicon (makhluk sosial), Rek. Itu fitrah, loh, kecenderungan bawaan.
Sebagai makhluk sosial, manusia pasti dilengkapi sama kepekaan rasa yang tersalurkan dalam wujud simpati dan empati. Jadi mustahil ada orang yang juahat banget kalau bukan di sinetron-sinetron. Lagian, Firaun yang terkenal keji dan durjana saja nggak tega kok pas istrinya memohon agar dia nggak membunuh bayi Musa.
Ya bisa dibilang, konten SUNMORI adalah konten blunder buat Coki sendiri. Hadirnya konten ini justru membuat netizen berspekulasi dan malah meyakini betul kalau selama ini Coki cuma sedang gimmick. Coba saja Coki suruh anteng, diem, dan fokus pas nonton video itu. Eh satu lagi, jujur. Pasti dia juga bakal terenyuh walaupun cuma secuil saja. Kalau berani, silakan lakukan wahai Paman Coki, The Son of Horus, The Lord of The Darkness.
BACA JUGA Jejak Hitam Sultan Agung dalam Penaklukan Giri Kedaton dan tulisan Aly Reza lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.