Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Kuliner

Kolope: Umbi Hutan yang Pernah Menjadi Makanan Pokok Masyarakat Muna

Muhammad Ikhdat Sakti Arief oleh Muhammad Ikhdat Sakti Arief
14 Agustus 2019
A A
kolope

kolope

Share on FacebookShare on Twitter

Guru saya dulu pernah bilang, ada dua tipe murid yang dikenal oleh guru-guru. Selalu menjadi pembicaraan di kantor sekolah. Pertama, murid yang sangat pintar. Biasanya murid baik-baik juga masuk dalam kategori ini. Kedua, murid yang sangat bodoh. Dan murid bandel dan nakal masuk dalam kategori ini. Di sekolah, ada murid yang tidak begitu dikenal. Murid yang masuk dalam kategori biasa-biasa saja. Tidak pintar, bodoh juga tidak.

Saya berpikir, daerah di Indonesia ini juga seperti itu. Dikenal karena ada hal yang unik. Bukan soal pintar dan bodoh, tapi soal pembangunan yang maju dan tertinggal. Kalau ada yang menyebut Jakarta (atau Jawa), pasti orang langsung mengerti. Jakarta itu ibu kota Indonesia. Pembangunannya juga sudah sangat maju. Kalau kita menyebut Papua, orang juga langsung akan mengerti. Daerah paling timur Indonesia. Dan harus diakui, Papua dikenal sebagai daerah dengan pembangunannya yang tertinggal. Sekali lagi saya katakan, ini dalam konteks pembangunan.

Seperti halnya murid di sekolah, di Indonesia ini ada daerah yang biasa-biasa saja. Pembangunannya tidak terlalu tertinggal. Tapi kalau dibandingkan dengan yang di Jawa sana, tentu saja belum ada apa-apanya. Salah satu dari daerah tersebut adalah Sulawesi Tenggara, daerah kelahiran saya. Daerah yang menurut saya tidak terlalu dikenal. Apalagi kalau hanya dilihat dari pembangunannya. Maka dari itu, saya bermaksud memperkenalkannya sisi lainnya lewat tulisan-tulisan saya.

Mungkin kalau saya menyebut Kendari, masih ada yang belum tahu. Padahal itu ibu kota Sulawesi Tenggara. Kalau Wakatobi, kalian pasti tahu. Tempat yang terkenal dengan terumbu karangnya. Yang mungkin kalian tidak tau, Wakatobi itu ada di Sulawesi Tenggara. Dan ingat, Sulawesi Tenggara itu disingkat dengan “Sultra”, bukan “Sulteng”. Seringkali saya menceritakan perihal keunikan daerah saya, tujuannya supaya lokasi saya semakin dikenal.

“Setelah dikenal, terus apa?”

Tidak ada “terus”. Sampai disitu saja. Saya hanya ingin bercerita. Syukur-syukur bisa menambah pengetahuan.

Kali ini saya akan bercerita tentang Kolope, tanaman khas yang tumbuh subur di Pulau Muna. Kolope itu semacam tumbuhan umbi-umbian yang tumbuh secara liar di dalam hutan. Makanya kami juga menyebutnya sebagai ubi hutan. Setau saya, tidak ada yang dengan sengaja membudidayakan tanaman ini.

Ubi hutan atau Kolope ini sebenarnya beracun. Kalau tidak diolah dengan benar, mengkonsumsinya bisa menyebabkan lolanu (semacam pusing dan juga mual-mual). Lolanu itu adalah sebutan untuk orang yang keracunan makanan di daerah saya, Pulau Muna.

Baca Juga:

Pindang Tetel: Makanan Khas Pekalongan yang Nggak Masuk Akal tapi Wajib Dijajal

Sudah Saatnya Bandara di Indonesia Menjadi Ruang untuk Mempopulerkan Makanan Khas Daerah

Kolope masuk dalam jenis umbi-umbian. Seperti jenis umbi yang lain, bagian yang dimakan tumbuh di dalam tanah. Bentuknya seperti ubi jalar. Hanya ukurannya rata-rata lebih besar. Batangnya berduri dan biasanya menjalar di pohon dan daunnya bisa digunakan untuk membuat layangan.

Cara mengolah Kolope sebenarnya cukup mudah. Setelah dikupas, Kolope harus diiris tipis-tipis—kami juga punya alat khusus untuk ini. Setelah itu, irisan Kolope tadi akan direndam di air yang mengalir seperti sungai selama beberapa hari untuk menghilangkan getah dan juga racunnya.

Setelah itu, Kolope akan dicuci bersih sekali lagi. Lalu dikeringkan (dijemur di bawah sinar matahari). Setelah itu baru siap untuk dikukus.

Rasanya memang biasa saja. apalagi kalau dibandingkan makanan yang penuh dengan rempah-rempah. Tapi Kolope menjadi kegemaran masyarakat Muna. Biasanya akan disajikan kalau memasuki musim tanam atau panen hasil perkebunan. Lebih mantap rasanya kalau dicampur dengan kelapa parut. Dimakan dengan ikan asin dan sayur bening juga menambah kenikmatannya.

Orang tua kami bercerita kalau dulu Kolope pernah menjadi makanan pokok masyarakat Muna. Kehidupan saat itu jauh lebih sulit dibandingkan sekarang. Beras hanya menjadi makanan pokok bagi yang sedikit lebih beruntung. Karena tidak semua mampu membeli beras. Oleh karena itu, leluhur kami dulu harus bertahan hidup dengan memanfaatkan alam. Mengolah apapun yang disediakan oleh alam. Kolope itu hanya salah satunya. Para orang tua kami bercerita, pisang kadang tidak dibiarkan matang. Bahkan sejak masih sangat muda (jantung pisang) sudah diolah mejadi makanan.

Kalian mungkin belum pernah dengar ada tumbuhan yang bernama Kumbou. Ini tumbuhan endemik dari Sulawesi Tenggara. Terkhusus di Pulau Muna. Bentuknya seperti nangka tapi jauh lebih kecil. Isinya juga seperti nangka versi mini. Saya belum tau jika buah ini juga tumbuh di daerah lain. Dan saya juga belum tau jika buah Kumbou ini punya nama lain.

Kumbou ini biasanya di konsumsi saat matang. Ditandai dengan warnanya yang menguning. Tapi dulu, terkadang buah Kumbou ini tidak dibiarkan matang dengan sempurna. Saat buahnya belum terlalu matang sudah dipetik untuk bisa dimakan.

Kisah-kisah seperti itu diceritakan kembali kepada kami generasi selanjutnya. Bukan untuk dikasihani. Mereka tidak butuh itu. Mereka hanya ingin memberi inspirasi. Menjadikannya pelajaran. Hidup itu tidak mudah. Kami diajarkan untuk lebih bersyukur.

Mendengar kisah-kisah tersebut diceritakan kembali, saya merasa tidak tau diri. Sudah banyak mau tapi enggan untuk berusaha. Keadaan saya saat ini sangat jauh lebih mudah dibandingkan leluhur kami zaman dulu. Rasanya lemah sekali ketika kami mengeluh hanya karena internet sedang lemot. (*)

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) yang dibikin untuk mewadahi sobat julid dan (((insan kreatif))) untuk menulis tentang apa pun. Jadi, kalau kamu punya ide yang mengendap di kepala, cerita unik yang ingin disampaikan kepada publik, nyinyiran yang menuntut untuk dighibahkan bersama khalayak, segera kirim naskah tulisanmu pakai cara ini.

Terakhir diperbarui pada 4 Februari 2022 oleh

Tags: Kearifan Lokalkolopekuliner nusantaramakanan khasubi hutanumbi hutan
Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Muhammad Ikhdat Sakti Arief

Nama saya Ikhdat, seorang pengangguran (semoga cepat dapat kerja) pecinta senja, penikmat kopi (biar dibilang anak indie) yang suka nulis.

ArtikelTerkait

3 Makanan Khas Jogja yang Menyimpan Bahaya apalagi jika Kamu Punya Riwayat Penyakit Tertentu

3 Makanan Khas Jogja yang Menyimpan Bahaya apalagi jika Kamu Punya Riwayat Penyakit Tertentu

24 November 2023
Selamat Tinggal Bekasi, Ternyata Semarang Lebih Indah untuk Ditinggali dialek semarang

Maaf-maaf Saja, Semarang Jauh Lebih Superior ketimbang Cikarang, apalagi dalam 6 Hal Ini

16 Juli 2023
makan sinonggi

Sinonggi: Makanan Khas Orang Timur yang Kayak Lem

29 Juni 2019
7 Makanan Khas Jawa Tengah yang Namanya Membagongkan Terminal Mojok

7 Makanan Khas Jawa Tengah yang Namanya Bikin Bingung

24 Juni 2022
Nasi Krawu, Makanan Khas Gresik yang Seringnya Dilupakan Orang

Nasi Krawu, Makanan Khas Gresik yang Seringnya Dilupakan Orang

8 Maret 2024
4 Makanan Khas Jawa Timur yang Sebaiknya Nggak Buru-buru Ditawarkan pada Teman Bulemu terminal mojok

4 Makanan Khas Jawa Timur yang Sebaiknya Nggak Buru-buru Ditawarkan pada Teman Bulemu

23 November 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi (Unsplash)

Desa Sumberagung, Desa Paling Menyedihkan di Banyuwangi: Menolong Ribuan Perantau, tapi Menyengsarakan Warga Sendiri

22 Desember 2025
Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

Harga Nuthuk di Jogja Saat Liburan Bukan Hanya Milik Wisatawan, Warga Lokal pun Kena Getahnya

21 Desember 2025
3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba! (Pixabay)

3 Rekomendasi Brand Es Teh Terbaik yang Harus Kamu Coba!

18 Desember 2025
Motor Honda Win 100, Motor Klasik yang Cocok Digunakan Pemuda Jompo motor honda adv 160 honda supra x 125 honda blade 110

Jika Diibaratkan, Honda Win 100 adalah Anak Kedua Berzodiak Capricorn: Awalnya Diremehkan, tapi Kemudian jadi Andalan

20 Desember 2025
Garut Bukan Cuma Dodol, tapi Juga Tempat Pelarian Hati dan Ruang Terbaik untuk Menyendiri

Garut Itu Luas, Malu Sama Julukan Swiss Van Java kalau Hotel Cuma Numpuk di Cipanas

23 Desember 2025
Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

Keluh Kesah Mobil Warna Hitam. Si Cakep yang Ternyata Ribet

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Talent Connect Dibimbing.id: Saat Networking Tidak Lagi Sekadar Basa-basi Karier
  • Ironi Perayaan Hari Ibu di Tengah Bencana Aceh dan Sumatra, Perempuan Makin Terabaikan dan Tak Berdaya
  • Kisah Kelam Pasar Beringharjo Jogja di Masa Lalu yang Tak Banyak Orang Tahu
  • Melacak Gerak Sayap Predator Terlangka di Jawa Lewat Genggaman Ponsel
  • Regenerasi Atlet Panahan Terancam Mandek di Ajang Internasional, Legenda “3 Srikandi” Yakin Masih Ada Harapan
  • Petung Jawa dan Seni Berdamai dengan Hidup

Konten Promosi



Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.