Sebagai makhluk sosial, manusia nggak bisa hidup seorang diri. Kita pasti butuh orang lain untuk melakukan hal-hal yang nggak kita kuasa. Hubungan saling membutuhkan ini terikat oleh dua hal yang menjadikan kita manusia. Yang pertama adalah uang. Yang kedua adalah teman.
Sejak kecil di sekolah dan oleh orang tua, saya selalu diajarkan, “Kalau berteman itu jangan pilih-pilih. Karena kamu nggak akan tahu siapa yang akan menolongmu waktu kesulitan nanti.” Ternyata, ajaran seperti itu nggak berlaku saat dewasa di mana saya sudah bertemu dengan banyak sekali manusia.
Meskipun manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial, tapi nyatanya setiap orang punya tingkat keegoisan yang sama. Kita saling membutuhkan sekaligus sama-sama menginginkan yang terbaik buat diri sendiri. Karena yang terbaik hanya boleh ada satu, nggak bisa dua, apalagi tiga. Nggak jarang, menjatuhkan teman sendiri jadi pilihan terbaik.
Misalnya saat melamar kerja, nyiapin persyaratan bareng-bareng, masukin lamaran ke sana ke mari pun bareng-bareng, saling berbagi informasi satu sama lain. Tapi akan ada satu orang yang menyembunyikan informasi paling baik untuk dirinya sendiri. Padahal sebelumnya ngemis-ngemis minta ditemani saat kesusahan. Fyi, nggak ada untungnya menjadikan orang seperti itu teman kita.
Ada juga orang yang memanfaatkan temannya untuk keuntungan dirinya sendiri. Saya punya cerita tentang seorang teman yang seperti ini. Biasanya, teman yang senang memanfaatkan orang lain selalu bersikap baik agar mendapatkan kepercayaan. Setelah dia merasa sudah mendapatkan kepercayaan, kemudian mulai lah rencana “memanfaatkan teman” yang sudah dia susun dengan baik. Temannya teman saya pernah cerita dia diajak mengerjakan suatu pekerjaan yang untungnya cukup besar, apalagi buat pengangguran.
Singkat cerita pekerjaan dikerjakan bersama-sama, dengan porsi kerjaan yang sama pula. Tapi, saat waktunya pembayaran, ternyata ada satu orang yang ingin menikmati bayaran itu sendirian. Katanya, temannya teman saya dibayar kecil dulu, dengan alasan belum menerima bayaran sisanya. Ya, namanya percaya pasti nggak ada pikiran negatif kan? Ternyata, memang uang bayaran pekerjaan mereka dimakan sendirian. Apa harus memelihara teman seperti itu? NGGAK BANGET DEH. Pait, pait, pait.
Berikutnya, tentang teman yang susah bayar hutang. Ini udah nggak bisa ditolerir lagi. Kalau temanmu sudah pernah susah bayar hutang, lebih baik jangan pernah percaya padanya. Tuman! Dia yang ngutang kita yang harus berhemat. Padahal sama-sama butuh juga. Namanya hutang kan wajib dibayar ya. Tapi kadang saat ditagih, malah jadi galakan dia daripada kita.
Akan tetapi, yang paling parah adalah teman yang cuek. Padahal, ia tahu kita lagi butuh uang, tapi dengan santainya dia bilang nggak ada uang waktu kita tagih. BAH! Mamam noh, “jangan pilih-pilih teman” yang katanya bisa menolong waktu kesusahan. Nyatanya malah bikin susah!
Yang terakhir dan paling wajib kita hindari adalah teman yang dateng pas lagi membutuhkan kita saja. Tujuh hari dalam seminggu, tiga puluh hari dalam satu bulan dia nggak pernah nongol di hidup kita. Terus, ujug-ujug dia menghubungi lewat WhatsApp atau bahkan ada yang sampai nelfon langsung. Hahaha. Memang manusia kalau lagi ada perlu itu selalu bisa jadi yang paling baik dan paling bagus ingatannya. Tapi ya itu, cuma pas ada perlu dan butuhnya doang. Sisanya boro-boro ingat, kenal juga nggak.
Jadi saya kira, kita sudah mulai harus menanamkan ajaran bahwa dalam berteman itu harus pilih-pilih. Manusia seperti apa yang harus anak-anak kita jadikan teman dalam hidupnya. Kalau nggak begitu, besar kemungkinannya anak-anak kita juga mengalami apa yang kita alami. Nggak akan ada akhirnya kalau begitu. Idealnya sih begini ya. Tapi kenyataan memang suka nggak sejalan dengan ke-ideal-an yang kita miliki.
Ada kalanya, mau sebrengsek apa pun kita punya teman, keadaan dan kondisi kehidupan kita memaksa untuk tetap berteman dengan teman-teman yang brengsek. Apalagi kalau yang memaksa itu duit, alias duit teman kita lebih banyak dari kita sendiri. Hahaha—ya Allah miris bayanginnya.
Ya gimana ya, kita hidup kan butuh duit juga. Jadi mau punya teman yang dateng pas butuhnya doang, atau memanfaatkan kebaikan kita doang, kadang nggak jadi masalah, Sebab, nggak banyak orang yang mau berteman dengan manusia yang kekurangan duit. Manusia yang kekurangan duit itu mau diajak main pun nggak bisa, kalau maksa diajak main berarti harus dijajanin. Dengan kata lain, duit buat dirinya sendiri berkurang. Jadi ya intinya menjadi idealis itu sulit saat hidup memaksa untuk jadi realistis. Wkwkwk.
BACA JUGA Apakah Kita Sudah Benar dalam Berteman? atau tulisan Gilang Oktaviana Putra lainnya.
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.