Ketika Tonari no Totoro Ambil Setting di Indonesia

Ghibli melalui Hayao Miyazaki sukses setidaknya mengubah konsep klenik dalam otak saya yang tidak melulu berkutat pada hal menyeramkan. Melalui Tonari no Totoro, terlihat betul bahwa roh-roh yang melindungi alam semesta tidaklah harus berbentuk menyeramkan sebagaimana terawangan para ahli di Indonesia. Genderuwo yang menghuni pohon besar, kuntilanak yang bergelantungan di pohon rimbun, dan pocong yang acapkali dihubungkan dengan pohon pisang.

Melalui film ini, Miyazaki seakan mempertontonkan perpaduan antara kebudayaan Jepang dan kepercayaan Shintoism yang menghargai alam semesta dan hanya orang-orang berhati baik yang bisa melihat roh-roh penunggu pohon besar. Melalui Satsuki dan Mei, mereka bisa merasakan kehadiran Totoro yang bukannya seram, malah lucu dan menggemaskan. Bagaimana nggak gemas, roh yang dimaksud di sini bentuknya seperti beruang yang gembul dan memiliki bulu lembut.

Namun, bagaimana jadinya jika Totoro itu adanya di Indonesia? Mungkin, bukannya menghuni pohon besar yang sebagaimana dilukiskan oleh Miyazaki dengan pemandangan indah, pasti Totoro dikira berasal dari Alas Purwo atau Tanjakan Emen. Pasti banyak hal yang akan disalahartikan dari Totoro dan nggak jadi lucu yang ada malah dibuat menyeramkan.

Pertama, jika di Indonesia, yang dilakukan oleh Satsuki ketika berjumpa dengan Totoro di halte bus yang ikonik itu tidak akan berakhir dengan menggemaskan. Tidak ada scene yang menunjukkan bahwa Satsuki memberikan payung kepada Totoro. Atau Totoro yang kaget tapi malah terlihat lucu ketika rintik hujan jatuh ke payungnya. Nggak, nggak bakal ada mbok yakin. Yang ada, Satsuki malah akan nulis cerita horor di Twitter biar viral.

Satsuki bikin thread, “Pengalaman Saya Digodai dengan Genderuwo Bernama Totoro -A Thread-“ yang bakal di rituit oleh circle seleb tweet. Viral ke mana-kemana kisahnya, dibikin buku dengan embel-embel “telah dibaca oleh ribuan orang di Twitter” padahal isinya bukan orang, tapi kebanyakan akun alter xixixi. Lalu komen-komennya berkutat pada rasa penasaran di mana tempatnya. Ah, klasik.

Kalau sudah viral, banyak yang penasaran dan dijadikan sebuah buku bisa ditebak muaranya akan ke mana. Ya, apa lagi jika bukan dijadikan sebuah film. Bakal ambil kesempatan ini mumpung sedang viral. Judulnya “Genderuwo Totoro”. Alurnya dari dulu gini aja, tapi anehnya tetap laku dan seusai nonton banyak yang kecewa dan bilang, “Ah, bagusan versi thread Twitter-nya.” Hilihhh.

Kedua, habis itu, bakal ada banyak paranormal dadakan yang datang mencari sosok Totoro. Lantas bawa beberapa orang yang disuruh kesurupan teriak-teriak “AING TOTORO!!!” kemudian sembuh dengan cara meminum segelas air putih lalu pasien disembur, bur.

Setelah disuruh masuk ke tubuh orang, lantas Totoro dimasukan ke dalam botol dan dibawa dan dijadikan sebagai media pesugihan. Lak kurang ajar, to! Totoro juga dikira pemberi wangsit dan bisa kasih nomer biar tembus togel. Tiba-tiba saja banyak orang yang patah arang untuk mengunjungi pohon dekat rumah Satsuki, mereka mau semedi agar diberi tuntunan oleh Mbah Totoro.

Ketiga, semakin viral tempat tersebut, maka banyak pula televisi yang rebutan untuk menayangkan aktivitas ghoib di sekitaran rumah Satsuki. Misalkan acara televisi Mr. Tukul Jalan-Jalan. Acara yang awalnya bahas tempat wisata, berangsur naiknya rating ketika bahas horor, ahirnya keblinger, deh. Tapi acara ini sudah nggak ada. Jika ada, mungkin Mas Tukul bakal buka dengan seperti ini, “Pemirsa, pe e pe  em i mi sa a sa… pemirsa!” sambil tangannya obah-obah gitu.

“Bersama saya Tukul dan ditemani oleh rekan saya, Master Limbad yang sudah nggak diragukan lagi kredibilitasnya dalam hal per-klenik-an duniawi. Kali ini kami mendatangi pohon yang viral, itu loooh!” congornya di maju-majuin. Penontonnya bakal nimpali, “Eaaa! Eaaa! Eeaa!”

“Pohon itu diyakini menyimpan kekuatan ghoib bernama genderuwo Totoro. Hiiiiii~ Benar begitu Master Limbad?” tanya Mas Tukul sambil mulutnya mencucu kepada lawan bicaranya.

“HMMMMMM,” jawab Limbad sambil sedakep.

Bukan hanya acara televisi, tapi juga channel YouTube seperti Kisah Tanah Jawa yang menyantroni napak tilas Mbah Totoro ini. Om Hao dengan halus bicara begini, “Ya, di samping Mas ada sosok besar, berbulu ya, Mas. Melalui kemampuan retrokognisi saya menangkap getaran dari makluk itu lagi angop ya, Mas, ya. Di sana juga ada yang kecil, Mas, bentuknya sama tapi lebih kecil.”

Mas Genta yang dari tadi ngelus-ngelus tengkuknya nimpali begini, “Tiba-tiba kok rasanya mak wusss ya, Om, kayak ada yang liwat gitu.”

Om Hao kembali menjawab dengan yakin, “Iya, Mas, jadi di sini itu ada semacam Totoro yang pakai motor matic, Mas. Tadi dia barusan lewat katanya mau beli Samsu dulu di warung terdekat. Nanti saya akan melakukan komunikasi dengan blio tapi saya harus pakai baju yang menyerupai dirinya, Mas,” Om Hao pun pakai kostum Totoro.

Setelah Kisah Tanah Jawa meliput, pasti bakal ada saja kanal-kanal YouTube kroco yang juga membahas perdemitan. Biasanya, kanal-kanal ini akan mendramatisasi dengan menghadirkan penampakan apus-apusan. Lalu si pemilik kanal akan bilang, “Gaesss, ada ibu-ibu, Gaesss!” Thumbnail-nya pun menohok dan dibuat sensasional seperti, “LETAK GENDERUWO TOTORO ADA DI SINI!!!! NGGAK CLICK RUGI!!! ADA GIVE AWAY!!!”

Setelah kanal-kanal YouTube yang mampir, kini giliran anak Bigo Live yang melakukan eksplorasi. Banyak yang nggak mutu memang, tapi tak menutup kemungkinan menghadirkan tawa. “Gaes, gaes, saya akan ke sana tapi gift satu king dulu, ya? Oke? Kita kan kompak solid. Satu star, saya akan tantang Totoro untuk by one.”

Kalau sudah begini, mungkin saatnya menasbihkan diri bahwa manusia di Indonesia kini lebih menyeramkan ketimbang setan. Barangkali sekarang setan tiap melihat manusia bakalan merinding dan takut kemanusiaan (kemasukan manusia). Syukur bahwa Totoro mengambil latar negara Jepang. Kalau di Indonesia, ujung-ujungnya bakal masuk acaranya Roy Kiyoshi atau sinetron azab di Indosiar.

BACA JUGA Menebak Kepribadian Roy Kiyoshi dari Acara Karma ANTV atau tulisan Gusti Aditya lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pengin gabung grup WhatsApp Terminal Mojok? Kamu bisa klik link-nya di sini.

Exit mobile version