Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Ketika Orang yang Biasa ke Angkringan Mengunjungi Kafe Kelas Menengah

Mahmud Khabiebi oleh Mahmud Khabiebi
28 Oktober 2020
A A
Ketika Orang yang Biasa ke Angkringan Mengunjungi Kafe Kelas Menengah terminal mojok.co

Ketika Orang yang Biasa ke Angkringan Mengunjungi Kafe Kelas Menengah terminal mojok.co

Share on FacebookShare on Twitter

Beberapa hari yang lalu, salah satu teman mengajak saya dan beberapa teman lain ke kafe. Iya, kafe kelas menengah yang hits itu lah. Saya rasa ini bukan suatu hal yang spesial menurut kalian, kaum yang suka meromantisasi kopi dan senja. Jangan lupa latar belakang temaram ala bohlam lampu lima watt yang digunakan di rumah-rumah semi permanen pinggir kuburan.

Namun, bagi kami berempat, orang kampung yang bahkan belum pernah mencicipi teh manis dengan isian bola-bola kecil di dalamnya, masuk kafe kelas menengah adalah suatu hal yang baru.

Hari yang dijanjikan pun tiba, kami bertemu di salah satu kafe yang terletak di dekat pusat peradaban dan perputaran uang di kota kecil kami. Teman yang mengajak kami sudah berada di lantai dua kafe tersebut. Kami yang baru sampai di depan kafe celingukan. Bagaimana tidak, jajan di kafe kelas menengah adalah hal baru. Hari-hari biasa mentok hanya mampir di angkringan pinggir jalan.

“Bro, masuknya gimana?” begitu tanya saya yang udik ini ke teman-teman saya.

Mereka yang sama kampungannya juga tidak berani melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam. Takut di dalam dipandang ndeso oleh pengunjung kafe yang lain. Padahal, di luar sini pun kami sudah terlihat sangat kampungan. Orang yang duduk di dalam kafe bisa melihat tingkah kami karena kafe tersebut menggunakan kaca tembus pandang sebagai penyekat antara ruang dalam dan luar kafe

“Telepon dia aja, suruh jemput ke sini.” ide salah seorang teman.

Melihat tingkah teman sendiri saja sebenarnya sudah cukup untuk membuat diri merasa malu. Tapi, apa boleh buat, kami sudah janji dan kami sudah datang. Sia-sia jika tidak masuk.

Singkat cerita, kami akhirnya masuk kafe kelas menengah itu dengan bimbingan teman kami yang sudah lebih berpengalaman. Kami dibimbing ke bagian depan untuk memesan sesuatu terlebih dahulu. Dari sinilah bencana mulai datang.

Baca Juga:

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

Menebak Alasan Starbucks di Tegal Sepi Pengunjung

Kami melihat daftar menu yang tentu saja kami tidak pahami minuman-minuman apa itu. Ada aneka kopi dan teh. Tapi, saya nggak tahu bedanya apa. Harganya juga beragam.

 

Sebagai teman yang baik, saya menyarankan teman saya untuk memesan minuman yang sudah ia kenali. Ice tea atau lemon tea saja. Namun, dengan penuh percaya diri ia justru memilih minuman yang sama sekali belum pernah ia coba. Mungkin karena penasaran. Hanya bermodal prasangka dari nama cantik nan sederhana dari minuman tersebut. Ditambah label harga yang paling murah, dia pun memesan espresso.

Entah minuman jenis apa, saya pun tak tahu. Dua teman kampungan saya yang lain ikut memesan minuman yang sama. Sedangkan saya memilih untuk tidak memesan apa-apa. Toh lidah angkringan mereka belum tentu siap menerima minuman ala kafe. Jadi, kemungkinan saya untuk ikut mencicipi pesanan mereka lumayan besar.

Selesai memesan, kami berlima naik ke lantai dua.

Kembali lagi, saya melihat betapa udiknya teman-teman saya. Setting volume suara yang biasa digunakan di angkringan terbawa ke dalam kafe. Settingan suara yang bermanfaat untuk beradaptasi dengan suara bising jalanan itu terbawa masuk ke dalam kafe kelas menengah yang sunyi.

Sumpah, saking sunyinya suasana, saya sampai bisa merasakan kehadiran sosok penjaga perpustakaan yang juteknya naudzubillah. Di sini hanya ada sayup-sayup suara musik dari speaker kecil di sudut ruangan dan tentu saja suara berisik obrolan teman-teman saya yang ngobrol dengan volume suara ala angkringan.

Tak berapa lama, pesanan datang. Mbak-mbak penyaji berparas cantik yang sangat jauh beda dengan penyaji di angkringan pinggir jalan membawakan tiga cangkir kecil espresso dan tiga gelas air putih. Dengan polosnya, salah satu teman menanyakan fungsi air putih yang gelasnya tiga kali lebih besar daripada cangkir espresso. Hadeuhhh.

Beruntung, lantai dua ini sepi. Hanya ada kami dan satu orang yang sepertinya sudah berada di sini sejak sebelum kedatangan kami. Sungguh, pasti akan ada senyum yang menertawakan polosnya pertanyaan teman kami ini.

“Bismillah.” mereka bertiga meminum espresso.

“Bruoaaahk, edyan pahitnya!” kata salah satu dari mereka sambil menahan agar espresso pesanannya yang sudah ada di dalam mulut tidak tumpah.

Sontak, kami yang berada di lokasi tersebut tertawa terbahak-bahak. “Modyar, kandyani og ngeyel.”

Melihat reaksinya, saya mencium manis kesempatan untuk menghabiskan espresso pesanannya. Saya bukan pencinta kopi pahit, tapi lidah saya masih bisa menoleransi rasa pahit. Tanpa basa basi lagi, espresso yang baru berkurang satu sruputan itu resmi menjadi milik saya. Hahaha. Walaupun saya akui, pahitnya memang naudzubillah. Kalian yang tidak bisa menerima rasa pahitnya kehidupan, sebaiknya tidak usah sok pesen espresso.

Mungkin memang benar habitat kami di angkringan pinggir jalan. Berbicara bebas sekerasnya melawan kerasnya suara kendaraan bermotor yang berlalu lalang.

Minuman di kafe kelas menengah didesain untuk lidah kelas menengah yang paham jenis-jenis kopi. Bukan untuk kami yang hanya tahu kopi kapal api, kopiko, kopi nescafe, dan lain sebagainya. Es teh atau pun teh hangat pun biasanya kami minum dari kantong plastik bukan dari gelas cantik yang menggugah mata.

Lalu bagaimana nasib teman saya? Dia berjanji seumur hidupnya tidak akan memesan espresso lagi.

Terakhir, satu hal yang saya akhirnya pahami adalah, kalau memang tidak tahu mending tanya. Sesuai kata pepatah lama, malu bertanya sesat di kafe.

BACA JUGA Keraton Agung Sejagat Maupun Sunda Empire dan Halunya Orang Indonesia dan tulisan Mahmud Khabiebi lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Terakhir diperbarui pada 28 Oktober 2020 oleh

Tags: Kedai Kopisenja dan kopi
Mahmud Khabiebi

Mahmud Khabiebi

Sedang mengerjakan skripsi sastra Jepang

ArtikelTerkait

Nongkrong di Starbucks Itu Murah, Asal Tahu Strateginya terminal mojok.co

Nongkrong di Starbucks Itu Murah, Asal Tahu Strateginya

20 Desember 2021
6 Menu Bean Spot Alfamart yang Paling Direkomendasikan private label

6 Menu Bean Spot Alfamart yang Paling Direkomendasikan

6 Maret 2023
Membaca 6 Kepribadian Berdasarkan Minuman yang Dipesan di Kedai Kopi terminal mojok.co

Membaca 6 Kepribadian Berdasarkan Minuman yang Dipesan di Kedai Kopi

11 Desember 2020
Betapa Menyebalkannya Jika Dosen Filsafat yang Mengajarmu Adalah Seorang Fundamentalis Agama

Jebakan Filsafat Adalah Penyebab Filsuf Kedai Kopi Serupa Dinosaurus

14 Desember 2020
Lima Tipe Barista yang Akan Kalian Temui di Kedai Kopi Jogja terminal mojok.co

Lima Tipe Barista yang Akan Kalian Temui di Kedai Kopi Jogja

15 Oktober 2020
Filsuf Kedai Kopi, Hobi Berdebat Filsafat Layaknya Dinosaurus Peradaban yang Harusnya Punah terminal mojok.co

Filsuf Kedai Kopi, Berdebat Filsafat Layaknya Dinosaurus Peradaban yang Harusnya Punah

29 November 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

Suzuki Karimun Wagon R Boleh Mati, tapi Ia Mati Terhormat

1 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025
Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

Bukan Hanya Perpustakaan Daerah, Semua Pelayanan Publik Itu Jam Operasionalnya Kacau Semua!

1 Desember 2025
Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang Mojok.co

Rekomendasi Tempat Jogging Underrated di Semarang, Dijamin Olahraga Jadi Lebih Tenang

3 Desember 2025
Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

Jalur Pansela Kebumen, Jalur Maut Perenggut Nyawa Tanpa Aba-aba

2 Desember 2025
4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih (Unsplash)

4 Hal Sepele tapi Sukses Membuat Penjual Nasi Goreng Sedih

29 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.