Kesaktian Nakula dan Sadewa dalam Cerita Pewayangan

Kesaktian Nakula dan Sadewa dalam Cerita Pewayangan terminal mojok.co

Kesaktian Nakula dan Sadewa dalam Cerita Pewayangan terminal mojok.co

Pandawa merupakan tokoh idola semua orang. Mereka diidolakan karena masing-masing tokoh memiliki kelebihan yang berupa kesaktian, kekuatan, maupun anugerah yang begitu banyak dari Dewa. Yudhistira atau Puntadewa adalah seorang raja berdarah putih yang penyabar tetapi mampu mengubah wujudnya saat marah menjadi raksasa yang besar. Bima adalah adik dari Puntadewa atau anggota Pandawa yang kedua. Dia memiliki kekuatan seperti seribu gajah, kuku yang sangat tajam, serta gada yang besarnya mampu menggilas satu kompi pasukan.

Arjuna adalah Pandawa yang ketiga. Tokoh ini digandrungi karena parasnya yang tampan dan sakti mandraguna. Dia terkenal sebagai “lananging jagat lancuring bawana” atau pria yang tampan di dunia yang pernah menjadi raja di kayangan. Jangan ditanya berapa banyak pusaka yang dimiliki, baik yang berwujud keris maupun panah. Dia memiliki istri yang banyak dan cantik-cantik. Bahkan jika diibaratkan, satu kesatriaan Madukara sebagian ditinggali oleh istri-istrinya. Konon, dia adalah bagian dari reinkarnasi Wisnu selain Krisna di masa Mahabarata. Keduanya membentuk dwitunggal yang tidak bisa dipisahkan.

Untuk tokoh si kembar Nakula dan Sadewa, mereka jarang tampil dalam cerita wayang di Indonesia. Dalam cerita-cerita wayang, biasanya Nakula dan Sadewa hanya muncul pada adegan jejer di Kerajaan Amarta. Mereka berdua lebih banyak diam dalam adegan pagelaran. Hanya ada beberapa lakon saja yang menjelaskan kiprah kedua tokoh ini. Walaupun diam, mereka sebenarnya juga penting dalam Pandawa. Saking pentingnya Nakula dan Sadewa, anak-anak Pandu tidak bisa disebut sebagai Pandawa jika salah satunya tidak ada. Dalam hal kesaktian yang dimiliki juga tidak sebanding dengan kakak-kakaknya. Dia tidak memiliki pusaka andalan seperti Yudhistira dengan Jimat Kalimasada, Bima dengan Gada Rujakpolo, atau Arjuna dengan Panah Pasopati.

Tanpa kita sadari sebenarnya kedua tokoh ini memiliki kemampuan yang lebih tinggi daripada ketiga kakaknya. Bagi yang sudah pernah menonton lakon wayang Sudamala, pasti mengetahui bagaimana kiprah Sadewa yang begitu besar dalam dunia pewayangan. Dia mampu meruwat Batari Durga, memisahkan antara jiwa Permoni dan Dewi Uma.  Lakon Sudamala ini adalah lakon ruwatan yang biasanya digunakan untuk menolak balak.

Si bungsu juga terkenal memiliki kepandaian di atas rata-rata. Kita tahu bahwa orang yang pandai terkadang tidak banyak omong, seperti kata pepatah bahwa diam adalah emas. Sadewa memiliki kemampuan analisis yang cermat serta sikap kritis yang tinggi terhadap kehidupan masyarakat. Kita bisa mengambil contoh dari lakon Semar Mbangun Kayangan yang pernah dipertunjukkan oleh Ki Seno Nugroho.

Dalam lakon tersebut, Puntadewa meminta saran kepada keempat adiknya tentang niat Krisna palsu yang ingin meminjam Jimat Kalimasada untuk tumbal Negara Dwaraka yang terkena bencana. Bima, Arjuna, dan Nakula menyetujui dengan alasan Krisna adalah penasehat Pandawa yang berjasa besar. Akan tetapi, Sadewa memiliki pemikiran lain.

Dia berpendapat bahwa tidak mungkin sekelas Krisna yang notabene titisan Wisnu tidak mampu mengatasi masalah di negaranya. Selain itu, penggunaan Jimat Kalimasada sebagai tumbal juga tidak etis. Kalimasada adalah dasar dan pedoman hidup bagi warga Amarta. Hal ini sama saja mencederai nilai-nilai yang ada dalam Jimat Kalimasada. Maka, dia menolak keinginan Krisna. Dia menerima apa pun konsekuensinya walaupun harus diusir dari istana.

Bagaimana dengan kiprah Nakula dalam dunia pewayangan? Sepertinya tokoh satu ini paling pendiam. Dia lebih banyak bekerja daripada berbicara. Dia memiliki kegemaran dan keahlian dalam bidang pertanian dan peternakan. Dalam Wirataparwa disebutkan bahwa Nakula dan Sadewa menyamar sebagai Tantripala dan Darmagranti, hidup di pedesaan sebagai petani dan peternak yang mengelola lumbung pangan Wirata.

Suatu ketika, lumbung tersebut diserang oleh banyak hama yang menyerang tanaman bahkan merusak lahan sehingga hasil panen menurun. Sebagai petani yang bertanggung jawab terhadap ketahanan pangan, mereka berdua bersama Bilawa atau Bima kemudian bekerja sama untuk membasmi hama dan membenahi lahan tersebut.

Dalam Baratayuda, kedua tokoh ini juga tidak diam. Sebagai anak dari dewa pengobatan, Nakula dan Sadewa memiliki kemampuan untuk mengobati penyakit yang diderita seseorang. Sangat mungkin dalam Baratayuda mereka berdua lebih aktif di belakang layar sebagai tabib yang mengobati prajurit dan para panglima yang terluka akibat peperangan.

Mereka berdua hanya beberapa kali saja maju dalam peperangan. Dalam pagelaran wayang Duryudana Gugur yang pernah dimainkan Almarhum Ki Timbul Hadiprayitno, si kembar ini bertindak sebagai mediator pesan rahasia kepada Salya, pamannya di Mandaraka.

Penulis pernah mendengar apa yang disampaikan oleh Cak Nun dalam video Ki Sigid Ariyanto. Dalam video tersebut, Cak Nun menjelaskan bahwa Nakula-Sadewa adalah simbol penyeimbang dari keluarga Pandawa. Sikapnya yang netral dan cenderung pasif dianggap mampu mendinginkan konflik perbedaan watak ketiga kakaknya.

Orang yang bertindak sebagai penyeimbang kesaktiannya tidak bisa dilihat secara visual. Kedua unsur tersebut adalah spiritual dan intelektual. Maka, ketiga unsur karakter manusia yang ada dalam watak Puntadewa yang sangat sufistik, Bima yang keras dan radikal, dan Arjuna yang multikultural itu bisa diseimbangkan dengan dua hal, yakni akal-hati serta rasa-logika sehingga Pandawa menjadi satu kekuatan tanpa terpisah.

Dengan demikian, Nakula dan Sadewa memiliki kesaktian yang juga besar. Mereka berdua ahli dalam bidang peternakan, pertanian, pengobatan, bahkan analisis kebijakan negara. Akan tetapi, mengapa jarang orang yang mengakui dan mengidolakan kedua tokoh tersebut? Apakah karena kesaktian mereka yang terlalu realisitis dan logis? Atau alasan lain?

BACA JUGA Antasena dan Wisanggeni, Pemuda Pilih Tanding dari Negara Amarta dan tulisan Mukhammad Nur Rokhim lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Pernah menulis di Terminal Mojok tapi belum gabung grup WhatsApp khusus penulis Terminal Mojok? Gabung dulu, yuk. Klik link-nya di sini.

Exit mobile version