Kerja Sambil Kuliah S2 demi Menutupi Hidup yang Terlanjur Medioker

Kerja Sambil Kuliah S2 demi Menutupi Hidup yang Terlanjur Medioker Mojok.co

Kerja Sambil Kuliah S2 demi Menutupi Hidup yang Terlanjur Medioker (unsplash.com)

Kerja sambil melanjutkan kuliah S2 mungkin tampak keren dari luar. Pagi hingga siang hari menjadi karyawan dengan pekerjaan seabrek. Sementara malam harinya jadi mahasiswa yang terlihat haus akan ilmu pengetahuan. Tampak sangat pekerja keras dan lihai mengatur waktu

Itu tidak salah. Beberapa pekerja yang melanjutkan kuliah S2 memang keren dan ulet. Namun, sejauh pengamatan saya mengejar gelar magister, banyak juga yang aslinya ya orang-orang biasa aja. Singkatnya medioker, di dunia pekerjaan maupun kuliahnya biasa saja. Sehari-hari pun keteteran menyeimbangkan antara kuliah dengan bekerja.  

Kadang pun saya penasaran kok ya mau ya bekerja sambil melanjutkan studi. Sudah berat di kantong, susah juga mengatur waktu dan energi. Berkaca pada diri sendiri dan pengalaman teman-teman seperjuangan yang mengejar gelar magister, saya rasa ini ada beberapa alasan kami mau “nyemplung” di situasi ini.

Berbagai alasan pekerja melanjutkan kuliah S2

Entah ya dengan pekerja lain, tapi berdasar pengamatan saya, ada faktor gengsi yang melatarbelakangi mereka yang bekerja sambil kuliah S2. Karier sebagai pekerja yang medioker kadang tidak bisa dibanggakan ke keluarga maupun teman-teman ketika reuni. Itu mengapa para pekerja ambil S2 supaya ketika ditanya, “Kerja apa sekarang?” Bisa dijawab dengan agak keren, “Karyawan biasa aja, tapi sambil kuliah S2 nih.” 

Pengakuan semacam itu mungkin terdengar sepele. Tapi, sejujurnya banyak pekerja membutuhkannya. Apalagi kalau melihat mereka yang dahulu di sekolah biasa-biasa aja, tapi kini kariernya melesat. 

Baca halaman selanjutnya: Sebenarnya bisa aja …

Sebenarnya bisa aja sih para pekerja yang kurang cemerlang ini memilih jalan introspeksi kinerja kantor, tapi itu nggak keren blas. Mending kuliah lagi, gengsinya lebih dapet. 

Selain gengsi, ada alasan lain yang lebih praktis. Asal tahu saja, tidak semua pekerja ambil S2 demi pengetahuan. Beberapa orang melanjutkan studi demi alasan yang lebih praktis: kenaikan gaji. Sudah jadi rahasia umum, pekerja yang punya pendidikan tinggi potensi naik gajinya lebih besar. Di beberapa tempat, kenaikan gajinya bisa sampai 20 persen. Lumayan kan bagi pekerja yang gajinya biasa-biasa aja ini. 

Orang yang takut medioker dalam segala hal

Melihat kembali perjalanan mengejar magister, saya merasa kuliah S2 menjadi semacam “lari” dari kehidupan yang terlanjur medioker. Segelintir orang berharap kuliah S2 bisa menutupi kehidupan yang terlanjur biasa-biasa saja dengan cara paling sibuk dan keren. Eh, malah ujung-ujungnya pekerjaan tidak maksimal, kuliah alakadarnya. 

Drama mengejar magister ini mencapai puncaknya saat tesis. Kami merelakan waktu tidur demi gelar tersemat di belakang nama. Pada akhirnya (sebagian) dari kami hanyalah orang-orang yang sangat takut menjadi medioker memilih jungkir balik demi gelar. 

Penulis: Dodik Suprayogi
Editor: Kenia Intan 

BACA JUGA Derita Jadi Lulusan S2 yang Hidup di Desa, Dianggap Gagal dan Kuliahnya Sia-sia 

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version