Kalau kalian punya kesabaran setipis tisu dibelah 10, saran saya jangan sekali-sekali naik kereta api Serayu. Ngamuk pasti!
Menurut sejarah, awalnya pemerintah Hindia Belanda membangun jalur kereta api di Indonesia dengan tujuan untuk mengangkut hasil perkebunan tanam paksa, barang tambang, dan kepentingan militer. Lambat laun, kereta bertransformasi menjadi angkutan penumpang. Sejak dulu, kereta api memang sudah menjadi sarana transportasi favorit untuk melakukan perjalanan jauh. Mulai dari kelas ekonomi, bisnis, eksekutif dengan berbagai subkelasnya selalu menjadi pilihan utama masyarakat.
Dari sekian banyak layanan kereta api yang disediakan oleh PT KAI, ada satu kereta ikonik yang sangat membekas di ingatan saya, yakni KA Serayu relasi Purwokerto-Pasar Senen PP. KA Serayu merupakan penggabungan dari beberapa kereta, yaitu KA Patas Bandung-Jakarta (1950-an), Patas Banjar-Manggarai (mulai sekitar 1978), dan Cepat Sidareja (1980-1990-an). Pada 15 November 1990, KA Serayu resmi beroperasi dengan tujuan akhir Stasiun Kroya. Baru di tahun 2013 rutenya diperpanjang hingga Stasiun Purwokerto.
Masa kecil ditemani kereta api Serayu
Sebagai warga asli Kroya, rumah saya berjarak hanya beberapa ratus meter dari stasiun. Rel kereta api hanya selemparan baru dari halaman rumah tempat saya tumbuh dan bermain dengan anak-anak di lingkungan sekitar rumah. Pengantar tidur saya bukan lagi alunan musik klasik karya Mozart, melainkan suara batu ballast yang beradu dengan bantalan rel saat kereta melintas. Ah, sebuah simfoni yang saya rindukan.
Bahkan kebanyakan orang tua bisa mengetahui waktu hanya dari suara klakson atau deru kereta api yang lewat. Mereka biasanya akan berkata, “Cepetan kana adus ndang mangkat sekolah! Serayune wis langsir!” (Buruan mandi biar cepat berangkat sekolah! Kereta api Serayu sudah langsir!).
Saat SMP, saya memang sering berangkat sekolah “diantar” oleh masinis yang sedang melangsir kereta api Serayu. Plis, jangan meniru tindakan saya dulu. Sebab, tindakan saya ini memang sangat berbahaya dan berisiko tinggi. Bahkan nyawa jadi taruhannya. Dulu, peraturan di wilayah stasiun memang belum seketat sekarang. Warga masih bebas keluar masuk gerbong dan stasiun kereta. Bahkan banyak juga warga yang duduk-duduk santai di rel sambil menikmati senja.
Baca halaman selanjutnya: Moda transportasi andalan…