Kenapa Turis Indonesia Lebih Sibuk Berbelanja dan Berfoto Ria daripada Turis Eropa?

Kenapa Turis Indonesia Lebih Sibuk Berbelanja dan Berfoto Ria daripada Turis Eropa Terminal Mojok

Kenapa Turis Indonesia Lebih Sibuk Berbelanja dan Berfoto Ria daripada Turis Eropa (Unsplash.com)

Seorang teman yang mengikuti tur perjalanan dari Indonesia ke sebuah negara di Eropa mengungkapkan kekesalannya pada saya. “Aku kapok ikut rombongan tur dari Indonesia! Lain kali mending ikut tur setelah di negara tujuan ajalah!” Dia lalu menambahkan kalau rombongan tur dari Indonesia saat diajak berkunjung ke museum berisiknya minta ampun. Para turis ini nggak mendengarkan cerita tour guide yang sedang bercerita, maunya buru-buru cepat selesai. Tapi begitu tiba di pusat perbelanjaan, lamanya minta ampun! Cerita seperti ini sebenarnya bukan yang pertama kali saya dengar. Kisah tentang koper turis Indonesia yang beranak sudah nggak asing di telinga.

Turis Indonesia memang cenderung sibuk berfoto dan mengobrol saat tour guide menceritakan keunikan suatu tempat. Mereka seakan nggak tertarik dengan keunikan suatu tempat, makanan, kostum, atau sejarah tempat dan bangunan. Mereka hanya tertarik untuk mencari spot berfoto, terutama tempat yang ikonik yang menunjukkan mereka telah berada di belahan bumi yang lain. Sudah tentu tujuannya apalagi kalau bukan untuk diupload di media sosial.

Namun saat berada di tempat perbelanjaan, turis Indonesia ini biasanya terlihat girang luar biasa. Apalagi kalau berada di tempat barang bermerek, wah, mereka seakan kalap. Memang nggak bisa dimungkiri barang-barang mahal itu punya kualitas yang tinggi, tapi benarkah para turis ini ingin memilikinya karena kualitasnya yang bagus? Atau sebenarnya mereka hanya ingin dilihat memakai barang mahal?

Perihal kebiasaan turis Indonesia ini tentu berbeda dengan kebanyakan turis Eropa. Turis Eropa selalu menanyakan apa yang unik dari suatu tempat. Kebanyakan dari mereka mencari dan menikmati keunikan. Mereka seakan nggak pengin rugi memuaskan batinnya dengan perbedaan yang nggak ada di negerinya. Bahkan kalau melihat turis asing, sepertinya saya jarang melihat mereka memborong belanjaan.

Mengapa ada perbedaan karakter yang begitu mencolok antara kebanyakan turis Indonesia dibanding kebanyakan turis Eropa? Mengapa turis asing nggak terlalu gila foto? Kalaupun berfoto ya seperlunya, hanya untuk dokumentasi. Selebihnya mereka akan menikmati pengalaman berwisata dan menuntaskan rasa keingintahuan mereka akan berbagai hal.

Perasaan puas dan bahagia yang berasal dari luar

Analisa sementara saya jatuh pada jenis rasa puas. Kebanyakan rasa puas dan rasa bahagia orang Indonesia bersumber dari luar. Kita cenderung merasa bahagia saat orang lain memberi penilaian.

Foto yang diupload di media sosial membuat orang lain tahu kalau kita sedang jalan-jalan ke belahan dunia yang lain. Apakah hanya sampai di situ? Nggak, orang tahu secara finansial kita punya dana lebih. Kita akan merasa dinilai orang lebih dari yang lain. Atau setidaknya nggak kalah dari yang lain.

Bagaimana dengan barang bermerek yang bikin turis Indonesia kalap untuk membelinya? Apakah itu berarti kita mengejar kualitas? Mungkin ada sebagian dari kita yang mengejar kualitas, tapi saya yakin jumlahnya sedikit. Selebihnya adalah orang-orang yang pengin dipandang lebih karena memakai barang bermerek. Mereka inilah yang mendapat kepuasan dari penilaian orang.

Lebih jauh, adakah penyebab dari rasa puas dan bahagia yang bersumber dari luar ini? Perbedaan perlakuan atas si kaya dan si miskin punya peran besar di sini.

Baca halaman selanjutnya

Di Indonesia ada perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin…
Di Indonesia, di mana pun kita berada, ada perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin. Bahkan di beberapa mal dan gedung perkantoran, seorang tukang parkir atau petugas keamanan bisa membedakan antara mobil mahal dan mobil murah. Perlakuannya tentu juga berbeda lantaran si mobil bagus dan mahal biasanya akan memberi tip yang lumayan.

Sudah bukan cerita baru di berbagai komunitas orang akan dinilai dari apa yang dia kenakan atau dari kelas mana dia berada. Makanya memposting foto saat makan di resto mahal seolah jadi hal wajib. Bahkan prosedur-prosedur rumit bisa terlewati kalau kita kaya.

Begitu juga saat kita punya jabatan tinggi. Tentu saja kita akan mendapat perlakuan berbeda dari kaum jelata.

Lantas, bagaimana dengan para turis Eropa yang seakan nggak tertarik untuk berbelanja? Mengapa mereka nggak disibukkan dengan berbagai pose foto?

Buat mereka melakukan perjalanan adalah untuk penyegaran batin. Mereka ingin memuaskan rasa ingin tahu, ingin melihat suasana yang baru, dan ingin menikmati suasana yang nggak didapat di negerinya. Kepuasan yang dicari adalah kepuasan yang bersumber dari dalam diri sendiri.

Apakah mereka nggak menginginkan kepuasan yang bersumber dari luar? Nggak ingin dipandang kaya atau punya jabatan? Di masyarakat mereka itu nggak penting. Di kebanyakan negara Eropa, semuanya sudah sangat teratur. Nggak ada bedanya kita orang kaya atau miskin. Kita akan mendapat layanan yang sama; kesehatan, pendidikan, atau lainnya. Nggak peduli kita pejabat atau bukan, peraturan adalah peraturan yang harus dipatuhi.

Jadi, mereka nggak harus memakai barang bermerek atau HP canggih yang dipakai untuk sekadar bermedsos. Mereka menggunakan barang karena memang memerlukan fungsinya.

Maka nggak heran kan kenapa turis Indonesia begitu gemar belanja dan berfoto ria? Bahkan dari cerita seorang teman, ada lho turis kita yang sampai membawa winter coat dua buah hanya karena supaya saat difoto dia nggak pakai warna yang sama.

Penulis: Satiadi Juliarso
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Katanya Turis Indonesia Malu-maluin, Apa Benar Gitu?

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version