Kenapa Contoh Orang DO tapi Sukses Dikit dan Itu-itu Saja?

Kenapa Contoh Orang DO tapi Sukses Dikit dan Itu-itu Saja?

Kenapa Contoh Orang DO tapi Sukses Dikit dan Itu-itu Saja? (Shutterstock.com)

Dalam hidup kalian, pasti pernah mendengar kalimat ini: Mark Zuckerberg DO aja sukses.

Biasanya, kalimat tersebut muncul dalam perdebatan pentingnya pendidikan, atau dari postingan akun motivasi. Pesannya sebenarnya jelas: jangan menghakimi orang yang tak menyelesaikan kuliahnya. Bisa jadi, mereka punya kemampuan yang tak bisa diukur ijazah.

Namun, seperti kalimat motivasi yang lain, selalu ada yang memelintir maknanya hingga ke titik yang ekstrem. Kalimat tersebut sering dijadikan justifikasi bahwa pendidikan tak penting, atau, titik yang lebih ekstrem: tak perlu lulus kuliah untuk sukses.

Menurut teman saya, atau juga yang banyak berkembang di luar sana, menjadi berbeda adalah hal yang penting dimiliki oleh seseorang. Dan DO dari perkuliahan adalah contoh yang jelas bikin kamu terlihat berbeda. Dan lagi-lagi orang-orang kaya tadi yang jadi contoh.

Mark Zuckerberg (Shutterstock.com)

Saya jadi ragu, kok yang diambil contoh pasti orang (yang sudah) kaya?

Oleh karena rasa penasaran saya coba bikin analisis kecil-kecilan. Dan saya menemukan temuan unik dari riset Jonathan Wai, peneliti dari Universitas Duke, dan Heiner Rindermann, peneliti dari Universitas Teknologi Jerman.

Keduanya mengambil profil dari 11.745 orang kaya dan sangat berpengaruh di Amerika Serikat. Hasilnya 94 persen di antaranya adalah lulusan perguruan tinggi, dan 50 persen di antaranya adalah lulusan sekolah elit.

Harvard (Shutterstock.com)

Jadi apa korelasinya?

Intinya fakta bahwa beberapa orang yang kaya dan berpengaruh, namun DO dari kampus adalah data anomali dalam statistika. Kemungkinan munculnya ada, namun sangat kecil dengan probabilitas kemunculan jauh lebih kecil dari data yang lain.

Anomali itu pula yang jadi alasan mengapa orang DO tapi sukses yang jadi patokan selalu mentok di situ saja: karena jumlahnya sedikit.

Oke, kalaupun mereka drop out dari kampus, kampus yang mereka tempati tersebut adalah kampus-kampus terbaik di dunia. Contoh saja Mark yang drop out dari Harvard. Harvard adalah kampus terbaik ketiga di dunia versi THE WUR 2021. Sebagai perbandingan kampus terbaik di Indonesia versi Webometrics adalah Universitas Indonesia dengan kelompok peringkat dunia di antara 800 sampai 1000.

Selain itu, banyak orang yang tak lulus dari kampus, namun punya privilese. Seperti Bob Sadino, yang dapat warisan bejibun dari orang tuanya. Hal itu menunjukkan bahwa garis mula tiap orang saja sudah berbeda. DO atau tidak, hasilnya tak jauh beda

Tapi tunggu dulu, sebelum saya dihakimi, saya tidak punya masalah dengan privilese. Toh banyak orang yang punya privilese yang tidak mampu memanfaatkan kelebihan tersebut. Lagi lagi yang dibutuhkan adalah kemampuan membuat strategi dan manajemen kelebihan tersebut, dan itu adalah pekerjaan yang juga tidak mudah.

Tapi, yang punya privilese itu tadi pasti udah dapet pendidikan lebih sih. Lagi-lagi, ya, garis mulanya tidak sama.

Emas (Shutterstock.com)

Setelah membaca riset tadi, saya menyempatkan membaca beberapa biografi singkat orang-orang berpengaruh tersebut. Sifat paling umum yang mereka semua miliki adalah pantang menyerah, juga bertanggung jawab dengan tiap risiko yang mereka ambil.

Nah, akhirnya ada hal menarik. Bukankah menyelesaikan studi yang kita pilih sejak awal adalah bagian dari tanggung jawab atas pilihan kita sendiri? Kalau untuk persoalan studi saja kita abai, lalu bagaimana dengan  tanggung jawab yang lebih besar?

Mark Zuckerberg, atau orang-orang DO yang sukses di luar sana, mungkin tak menyelesaikan tanggung jawab mereka terhadap studi. Tapi, mereka keluar dari kampus bukan karena hal sepele. Mereka mengejar hal-hal besar, dan bertanggung jawab penuh akan hal itu. Dan kerja keras mereka, tak bisa dimungkiri, adalah hal yang mengantarkan mereka pada puncak karier mereka.

Sebagai penutup, saya akan memberikan kalimat ini. Mungkin lulus dari perkuliahan bukan aturan pakem untuk sukses, tapi pintu kesuksesan akan terbuka makin lebar jika kalian berhasil menyelesaikan kuliah.

Sudahi fafifumu, selesaikan kuliahmu.

Penulis: Risal Akbar

Editor: Rizky Prasetya

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.
Anda penulis Terminal Mojok? Silakan bergabung dengan Forum Mojok di sini.
Exit mobile version