Saya adalah mahasiswa asli Blora, yang sedang kuliah di salah satu PTN di Jogja (Daerah Istimewa Yogyakarta). Awalnya saya memilih Jogja karena tergiur keindahan kota istimewa ini yang terlihat dari media sosial. Saya membayangkan kota ini sangat indah, kota wisata, kental dengan budaya jawa, dan yang pastinya ramah dengan kantong pelajar.
Saya adalah anak rumahan, yang kalau liburan paling banter cuma sampai Semarang, nekat menjadikan Jogja sebagai pilihan pertama SNBT tahun lalu. Nggak banyak orang di desa di Blora yang merantau ke Jogja. Banyak teman sekolah saya lebih memilih merantau ke Semarang atau Surabaya.
Saat itu saya membayangkan bisa PP Jogja-Blora dengan mudah. Namun nyatanya, setelah meninggalkan Blora, saya baru bisa pulang ketika libur semester saja. Jadi, lewat tulisan ini, saya mau curhat, tentang keluh kesah sebagai mahasiswa yang pengin pulang dengan mudah dan nyaman.
Baca halaman selanjutnya: Susahnya pulang ke Blora dari Jogja.
Bingung memilih transportasi
Saya sempat kaget ketika mencari informasi tiket kereta KA Sancaka Utara jurusan Cepu-Solo-Jogja-Kutoarjo. Saat itu, saya hendak tes wawancara di Jogja. Namun ternyata, jalur tersebut sudah tidak beroperasi. KAI menghapus jalur ini pada awal 2021 karena pandemi.
Saya amat menyayangkan keputusan KAI menutup jalur ini. Perjalanan pulang-pergi dari Jogja ke Cepu jadi kurang efektif. Padahal, berkat jalur KA Sancaka Utara ini saya bisa langsung turun di Stasiun Tugu tanpa mengganti moda dan trayek transportasi. Lebih cepat dan nyaman.
Saya yang tak terbiasa dan kurang paham dengan rute bus, tentunya lebih memilih travel sebagai transportasi paling oke untuk bepergian. Saat pertama kali pergi ke Jogja, saya menempuh perjalanan 8 jam untuk sampai ke Sleman. Kesel, capek, dan menyesal jadi satu. Kenapa nggak kuliah yang dekat-dekat aja, ya?
Bayangin deh, delapan jam perjalanan pake travel itu rasanya kayak apa. Punggung pegal, kaki kaku, dan rasa jenuh yang nggak ada habisnya. Padahal kan ya, kalau ada kereta tinggal duduk manis dan nyampe Jogja lebih cepat. Nggak perlu repot-repot nungguin travel yang kadang suka molor dan banyak berhentinya.
Memutuskan naik motor untuk perjalanan Jogja dan Blora
Akhirnya, saya memutuskan buat pulang pergi naik motor aja. Ya meskipun capek, tapi perjalanan empat jam setengah punya keseruan tersendiri.
Pagi-pagi berangkat dari Sleman serasa sunmori di Ringroad Selatan, terus lewat jalan Jogja-Solo yang adem via Klaten, dan lanjut lewat jalan Solo-Purwodadi yang banyak mobil-mobil besar. Tapi ya, risikonya muka jadi hitam kena asap knalpot!
Sebagai anak rantau, saya cuma pengen bisa lebih sering pulang tanpa ribet. Berharap banget sih ada solusi buat masalah transportasi ini. Mungkin KAI bisa mikirin buat ngoperasiin lagi KA Sancaka Utara, atau minimal pemerintah ada alternatif transportasi yang nyaman dan cepat buat kita-kita yang pengen pulang kampung. Kan nggak semua orang punya kendaraan pribadi, dan nggak semua orang juga suka naik bus yang jalurnya kadang muter-muter.
Soalnya, kangen rumah tuh nggak bisa dituntaskan cuma sekali dua kali pulang aja dalam setahun buat mahasiswa yang sering ngerasa homesick seperti saya ini. Kadang ada momen-momen kecil yang pengen banget dirasain bareng keluarga, kayak makan bareng, ngobrol santai di teras, atau sekadar jalan-jalan sore di kampung halaman.
Jadi, buat temen-temen mahasiswa Blora atau dari daerah-daerah sekitar yang mungkin baca tulisan ini, share dong pengalaman kalian gimana caranya biar pulang kampung tetap nyaman dan nggak bikin stress!
Yuk, semangat terus ngejar cita-cita di kota orang. Tapi jangan lupa juga buat tetap jaga koneksi sama kampung halaman. Karena sejauh apapun kita merantau, rumah tetaplah tempat terbaik untuk pulang.
Penulis: Oktavian Haris Putri
Editor: Yamadipati Seno
BACA JUGA Blora Memang Banyak Kekurangan, tapi Jangan Diprotes Terus, dong!
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.