Daftar Isi
Minimal nggak berisik dan nggak rusuh
Yang kedua, kalaupun terpaksa nggak izin karena ribet dan takut nggak disetujui, minimal perayaan ulang tahun di kedai kopi itu nggak kayak anak kecil, yang berisik nggak jelas dan rusuh.
Terus terang saja, perayaan ulang tahun bagi orang yang nggak dikenal itu blas nggak ada gunanya. Sekalipun di situ ada wejangan-wejangan bijak alih-alih doa, saya pribadi menganggap itu sampah. Sederhana saja alasannya, hampir dipastikan ucapan doa saat merayakan ulang tahun ramai-ramai itu formalitas semata, biar dikira peduli dan sayang. Iya, kan!
Demikian juga dengan kelakukan rusuh seperti lempar kue; kejar-kejaran saling balas lemparan. Hal itu benar-benar tak membuat kami sebagai penonton yang nggak dikenal akan kagum dan ikut mendoakan yang baik-baik. Justru jijik dan bisa jadi spontan kami berdoa buruk lewat nama-nama binatang. “Wah, ini orang anjing emang”, misalnya.
Lagi pula, nggak buruk-buruk amat, kok, merayakan ulang tahun di kedai kopi itu dengan ngasih surprise kecil-kecilan tanpa menuai keonaran. Percayalah, kehidupan sehabis merayakan ulang tahun itu bukan lantas akan berubah jadi terpuruk tanpa surprise dengan cara berisik dan lempar kue.
“Lho, ya, nggak asyik, dong?
Iya, betul. Kalian memang akan asyik, tapi kami terusik, bodoh! Kalau tetap mau merayakan ulang tahun seperti anak kecil tadi, ya rayakan di rumah atau tempat lainnya yang sekiranya miliki pribadi.
Minimal pesen, bolo! Ini kedai kopi, bukan omahe mbahmu!
Satu lagi, selain ngasih surprise kecil-kecilan tanpa membuat keonaran, semua yang ikut merayakan ulang tahun di kedai kopi tanpa izin juga harus memesan.
Coba bayangkan, betapa nggak adilnya ketika semua pengunjung menikmati tempat kedai kopi dengan cara membayar pesanan, sementara ada segerombol orang yang membayar cuma sebagian. Ini bukan hanya untuk yang merayakan ultah tanpa izin, melainkan semua orang yang hendak merasakan segala kenikmatan di kedai kopi.
Okelah, kalau misalnya masih sulit bersikap adil dengan pengunjung lainnya. Tapi setidaknya, hargailah eksistensi para karyawan dan owner kedai kopi itu sendiri. Kedai kopi itu ada bukan semata-mata untuk dinikmati merayakan ulang tahun secara gratis. Sedikit banyak, keberlanjutan hidup orang-orang di balik nyamannya kedai kopi itu berasal dari uang pembayaran pesanan.
Saya pikir, memahami etika sosial-kemanusian yang nggak tertulis semacam itu amat sangat sederhana kalau akalnya masih sehat.
Jangan sampai ulang tahun malah jadi ajang merendahkan akhlak
Walaupun secara sejarah ulang tahun itu memang bukan budaya kita, setidaknya jangan sampai yang awalnya budaya itu dimaksudkan untuk momen membangkitkan semangat tumbuh dan berkembang, tapi malah jadi momen merendahkan akhlak secara seremonial. Tentu nggak lucu, bukan?
Tetap rayakanlah ulang tahun. Mojok tempat saya menulis ini pun dalam waktu dekat juga akan merayakannya. Tapi, kalau ulang tahun itu dirayakan tanpa etika sosial, khususnya di kedai kopi, maka sudah sepatutnya doa semoga bernasib sama seperti Malin Kundang itu diucapkan.
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA 7 Dosa Coffee Shop yang Sebaiknya Dihentikan