Kecamatan Ambulu, Sebenar-benarnya Tempat yang Paling Menggambarkan Kabupaten Jember

Kecamatan Ambulu, Sebenar-benarnya Tempat yang Paling Menggambarkan Kabupaten Jember

Kecamatan Ambulu, Sebenar-benarnya Tempat yang Paling Menggambarkan Kabupaten Jember (unsplash.com)

Dari kecil, saya memang sudah akrab dengan budaya hybrid atau campuran. Budaya campuran ini saya dapat karena saya tinggal di salah satu kecamatan di Kabupaten Jember bernama Kecamatan Ambulu. Kecamatan Ambulu terletak di ujung selatan Kabupaten Jember yang berbatasan langsung dengan laut (baca: Samudra Hindia).

Di Ambulu saya lahir, tinggal, dan besar. Maka saya tahu persis seperti apa kondisi dan macam-macamnya di sini. Saya hafal betul batas-batas geografi daerah ini, daerah mana yang asyik, hingga makanan yang menjadi ikon daerah ini.

Saya menyadari bahwa banyak kecamatan lain yang pernah ditulis di Terminal Mojok juga nyaman ditinggali. Ada yang letaknya di Pulau Jawa, Sumatra, bahkan di luar keduanya. Akan tetapi bagi saya kecamatan-kecamatan tersebut belum tentu menggambarkan kota atau kabupaten asalnya. Sebab meskipun nyaman ditinggali, kalau nggak representatif ya kurang ngena, menurut saya.

Nah, tentu ini berbeda dengan Ambulu Jember. Selama 20 tahun lebih saya tinggal di sini, tentu saya tahu betul bahwa kecamatan ini adalah tempat yang menggambarkan secara utuh Kabupaten Jember itu seperti apa. Boleh dibilang, kalau ingin tahu soal Jember, mainlah ke Ambulu.

Hibridisasi budaya Madura dan Jawa

Pertama mulai dari sini. Beberapa tulisan saya di Terminal Mojok soal Pandhalungan atau hibridisasi budaya antara Jawa dan Madura mungkin bisa ditengok kembali.

Saya rasa daerah Tapal Kuda, termasuk Kabupaten Jember, memang kurang tersentuh tangan-tangan wisatawan. Alasannya saya nggak tahu pasti. Mungkin banyak orang menganggap daerah Jawa X Madura bukanlah sebuah daerah yang autentik alias nggak original karena merupakan campuran. Atau jangan-jangan, daerah lainnya justru cemburu dengan kawasan ini saking uniknya. Sampai sekarang pun saya masih bertanya-tanya.

Mungkin kali ini saya perlu meringkas kembali apa itu konsep Pandhalungan, yang kata orang banyak disebut sebagai “wadah yang besar”. Sebab filosofi wadah yang besar itu maksudnya untuk menampung apa saja, termasuk kultur apa pun, entah itu Jawa, Madura, atau keduanya.

Dalam kasus ini, saya berani melabel bahwa Kecamatan Ambulu adalah cerminan dari Kabupaten Jember yang sebenarnya. Terutama jika Jember dikenal dengan budaya Pandhalungannya itu. Sebab, di Ambulu, hal-hal yang bercampur baur seperti bahasa Jawa aksen Madura, atau orang Madura menggunakan bahasa Jawa Krama Alus, sering dijumpai.

Bahkan bukan hanya soal pemakaian bahasa, tetapi budayanya juga. Di daerah rumah saya, di Pontang, bagian Ambulu Jember sebelah timur, kultur Jawa Mataraman sangat kental. Hal ini bisa dibuktikan dari keseniannya, yakni reog Ponorogo. Kesenian ini bukan kesenian abal-abal. Per hari ini saja paguyuban reog di Ambulu sudah malang-melintang di dunia festival reog nasional. Dan bangganya, beberapa kali menyabet juara.

Sementara di Ambulu bagian selatan, di desa Watu Ulo, ada sebuah tradisi Pethik Laut dan Pegon, atau festival kereta sapi setiap bulan Muharram atau Ramadhan. Budaya ini sangat gamblang mencerminkan budaya orang Madura. Sebab, para bajingannya biasanya adalah orang Jember Madura sendiri. Alasan lain adalah karena mereka sangat dekat dengan peternakan, pertanian, dan pekerja keras.

Lahan tembakau yang luas

Kalau berbicara soal Jember sebagai kota penghasil tembakau, yang harus dicek pertama kali adalah daerah mana saja yang merupakan penghasil tembakau. Dari data penghasil tembakau terbanyak di Jember, kebanyakan memang menyebut daerah Jember bagian selatan seperti Kecamatan Wuluhan, Puger, dan tentu saja Ambulu.

Hal ini masuk akal mengingat Jember bagian selatan merupakan kawasan dataran rendah yang dihiasi dengan hamparan sawah luas. Berbeda dengan daerah bagian utara yang termasuk dataran tinggi sehingga lebih banyak dihiasi perkebunan, bukan pertanian.

Btw, Ambulu memang se-representatif itu, Gaes, kalau menyinggung Kabupaten Jember. Bahkan lucunya, ada yang bilang kalau Ambulu lebih populer ketimbang Jember. Malah kata orang-orang, Ambulu itu cek Jembere (lebih Jember ketimbang Jember sendiri).

Wisata alam Ambulu Jember lengkap

Memang betul wisata Jember tak seindah wisata di Kabupaten Lumajang atau tak sepopuler Kabupaten Banyuwangi. Tapi, kabupaten satu ini nyatanya menyimpan keindahan alam yang jarang tersentuh.

Boleh dibilang hampir setiap kecamatan di Jember punya tempat wisata, mulai dari air terjun, sungai, bukit, hingga pantai. Tapi setelah beberapa waktu lalu berkeliling Jember, saya menemukan kalau ternyata nggak ada satu pun daerah yang wisatanya lengkap seperti Ambulu.

Kalau kalian mau mencari pantai, Ambulu Jember memberikan banyak pilihan. Ada yang pasir putih, yang mistis, yang adventuring, atau bahkan yang mahal pun ada. Beberapa pantai yang pernah saya tulis di Terminal Mojok antara lain Pantai Payangan, Watu Ulo, dan Papuma.

Untuk air terjun, Ambulu juga punya. Agak underrated, tapi saya jamin seru wisata ke sini. Namanya air terjun Watu Ondo. Konon, siapa pun yang mandi di sana akan merasakan kesegaran yang tiada tanding. Begitu juga gunung, jangan ditanya. Keasriannya membentang dari barat ke timur dan utara ke selatan. Lengkap pokoknya.

Jadi, setelah dipikir-pikir, saya rasa hal-hal di atas sudah cukup membuktikan kalau Kecamatan Ambulu adalah sebenar-benarnya daerah yang menggambarkan Kabupaten Jember. Budaya, wisata, industri, dll. Jember seakan-akan ada di Ambulu. Seolah Jember tanpa Ambulu adalah Spanyol tanpa trofi EURO.

Yah, meskipun secara geografis jarak antara Kecamatan Ambulu dan pusat kota Jember terpaut 30 kilometer, bagi saya itu bukan masalah vital. Intinya kan bukan siapa yang paling dekat, melainkan siapa yang paling bisa memahami dan menggambarkan.

Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Intan Ekapratiwi

BACA JUGA Jalan Nias Sumber Alam Jember Bikin Saya Betah, Daerah Kos Terbaik bagi Mahasiswa UNEJ.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Exit mobile version