Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kebebasan Berpendapat di Media Sosial: Jangan Bedakan Antara Media Sosial dan Kehidupan Nyata

Gilang Oktaviana Putra oleh Gilang Oktaviana Putra
19 September 2019
A A
Kebebasan berpendapat

Kebebasan berpendapat

Share on FacebookShare on Twitter

Di jaman media sosial seperti sekarang, konten adalah segala-galanya. Orang-orang berlomba membuat konten demi meraih perhatian, sayangnya kadang mereka gak memerhatikan baik dan buruknya. Yang penting konten mereka disukai banyak orang, as simple as that.

Konten Generasi 90-an

Konten tentang kehidupan adalah satu contoh konten yang disukai banyak orang. Baru-baru ini ramai konten tentang generasi 90-an yang ternyata nggak muda lagi, sudah waktunya menikah, sudah bukan jamannya berpikir dan berperlaku seperti anak kecil. Intinya konten-konten yang berisi tentang nasehat pada diri sendiri tapi dibuat sedemikian rupa sehingga menjadi nasehat untuk satu generasi dengan bantuan kalimat pembuka “buat kalian kelahiran tahun ’90 – ’00.”

Ajaibnya, konten seperti itu laku keras di Twitter, sampai melahirkan trending topic baru yaitu #semangatnovi. Ceritanya akun Twitter dengan nama Novi blablabla membuat konten “generasi 90-an”, kemudian cuitan tersebut di-quote tweet oleh salah satu selebtweet dan tiba-tiba menjadi ramai. Usut punya usut, ternyata setelah itu  banyak netizen yang mengomentari cuitan dari akun twitter Novi tersebut.

Nggak ada yang salah dari Novi dan selebtweet itu sebenarnya, mereka sama-sama menyampaikan opini pribadinya. Nggak lebih dari itu. Yang jadi masalah adalah komentar-komentar netizen yang justru malah membully Novi. Kemudian orang-orang membela Novi lewat tagar #semangatnovi. Ternyata berkat perundungan verbal netizen, Novi sampai menutup akun Twitternya. Sepertinya ada yang salah dengan cara bermedia sosial masyarakat Indonesia.

Media Sosial Tempat Bersosialisasi

Media sosial sejatinya hadir sebagai media untuk bersosialisasi dengan kerabat dekat ataupun kerabat jauh lewat internet. Namun seiring perkembangan jaman media sosial berubah menjadi “tempat hidup” nomor satu. Wajar sih, mengingat di media sosial semua orang bisa menjadi apa saja dan siapa saja. Kita bisa menjadi pedagang atau pembeli; menjadi rentenir atau dermawan; menjadi pengemis atau pencuri; menjadi guru atau murid; menjadi brengsek atau naif. 

Fenomena ini terjadi karena media sosial hadir membawa kebebasan bagi penggunanya. Indonesia sebagai negara yang menjunjung tinggi demokrasi, kebebasan berpendapat ikut dimasukan ke dalam “kebebasan” dalam media sosial. Makanya lahirlah orang-orang yang kerjanya mengomentari kehidupan orang lain di media sosial dengan dalih kebebasan berpendapat. 

Lalu apakah kebiasaan mengomentari kehidupan orang lain di media sosial juga terjadi di kehidupan sehari-hari? Ya tentu saja terjadi, jangan lupa kalau orang Indonesia sangat gemar dengan gosip. Bedanya jika di media sosial komentar-komentar tersebut ditampilkan secara langsung dengan bahasa yang dibuat sekasar mungkin, agar meraih perhatian. Sedangkan di kehidupan sehari-har komentar-komentar itu disampaikan secara tidak langsung; entah dengan cara membicarakan di belakang atau pun bahasa yang diperhalus. 

Kepercayaan Terhadap Seseorang

Saya percaya bahwa orang Indonesia pada dasarnya adalah orang yang baik, makanya di lingkungan masyarakat banyak sekali tukang gosip. Secara adat dan budaya, membicarakan keburukan orang lain secara langsung itu nggak sopan dan kasar karena bisa menyakiti perasaan orang lain. Tapi anehnya hal ini menjadi nggak berlaku di media sosial.

Baca Juga:

Drama Cina: Ending Gitu-gitu Aja, tapi Saya Nggak Pernah Skip Menontonnya

Konten “5 Ribu di Tangan Istri yang Tepat” Adalah Bentuk Pembodohan

Kebebasan berpendapat di media sosial bagi saya adalah satu hal yang sangat subjektif. Semua orang punya pendapatnya masing-masing terhadap hal-hal yang muncul di media sosial. Maka saat semua orang mengeluarkan opininya di media sosial, semua pengguna media sosial harus sadar dengan adanya perbedaan pendapat tersebut. Namun yang terjadi justru sebaliknya, sekarang orang-orang seolah memaksakan pendapatnya sendiri pada orang lain. Kalau semua orang ingin pendapatnya diterima, buat apa ada kebebasan berpendapat?

Alangkah baiknya, jika di media sosial kita tetap memegang teguh norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. Seperti berbicara dengan kata-kata yang sopan kepada orang tua ataupun orang yang belum kita kenal; menghargai orang lain; memperlakukan orang lain dengan baik seperti kita memperlakukan teman kita sendiri; jangan mencampuri urusan orang lain jika nggak diminta; dan jangan mengganggu orang lain. Norma-norma tersebut yang membedakan antara orang waras dan nggak waras di masyarakat. Jika ketika di media sosial kalian mengabaikan norma-norma tersebut, ya tau sendiri lah artinya apa kan? Tapi, mana ada orang nggak waras main media sosial, kan?

Sebagai penutup tulisan ini, saya kutipkan cuitan Mbak Kirana Larasati buat kita semua, “yaa biarin aja sih Jen, hidup-hidup dia. Kadang yang bener buat lo kan gak harus diikutin netijen se-dunia.” (*)

BACA JUGA Nasihat Untuk Fresh Graduate dari Driver GrabCar yang Sebenarnya Bos Besar atau tulisan Gilang Oktaviana Putra lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 24 November 2025 oleh

Tags: #semangatnovigenerasi 90-anKebebasan berpendapatkehidupan nyatakontenlagi viralMedia Sosial
Gilang Oktaviana Putra

Gilang Oktaviana Putra

Penjaga toko buku daring di ige, suka ngoceh di twitter, dan pengin jadi kucing.

ArtikelTerkait

cara ketawa di media sosial mojok.co

Menebak Karakter Orang dari Caranya Ketawa di Media Sosial

26 Juni 2020
Penggunaan Kata 'Anjing' dan 'Goblog' untuk Percakapan Bahasa Sunda terminal mojok.co

Ade Londok dan Odading Mang Oleh, Bukti bahwa Viral Itu Tidak Diciptakan

17 September 2020
Food Vlogger Semakin Nggak Bisa Mendeskripsikan Rasa: Miskin Kosakata, Cuma Menang "Pedas"

Food Vlogger Semakin Nggak Bisa Mendeskripsikan Rasa: Miskin Kosakata, Cuma Menang “Pedas”

22 Juni 2024
sekarang banyak perempuan takut dicap feminis mojok.co

Iklim Intimidatif Media Sosial Bikin Saya Takut Dicap Feminis

6 Agustus 2020
influencer

Pemujaan (dan Ketakutan) Berlebihan kepada Influencer dan Polisi Itu Tidak Sehat

21 Oktober 2021
Alasan Logis Mengapa Para Pejabat di Indonesia Memerlukan Akun Alter di Medsosnya terminal mojok

Alasan Logis Mengapa Para Pejabat di Indonesia Memerlukan Akun Alter di Medsos

31 Juli 2021
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang Mojok.co

4 Hal yang Membuat Orang Solo seperti Saya Kaget ketika Mampir ke Semarang

3 Desember 2025
8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah (Unsplash)

8 Alasan Kebumen Pantas Jadi Kiblat Slow Living di Jawa Tengah

3 Desember 2025
3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall Mojok.co

3 Alasan Saya Lebih Senang Nonton Film di Bioskop Jadul Rajawali Purwokerto daripada Bioskop Modern di Mall

5 Desember 2025
Angka Pengangguran di Karawang Tinggi dan Menjadi ironi Industri (Unsplash) Malang

Ketika Malang Sudah Menghadirkan TransJatim, Karawang Masih Santai-santai Saja, padahal Transum Adalah Hak Warga!

29 November 2025
4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop Mojok.co

4 Alasan Saya Lebih Memilih Ice Americano Buatan Minimarket ketimbang Racikan Barista Coffee Shop

4 Desember 2025
Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

Alasan Orang Solo Lebih Hafal Jalan Tikus daripada Jalan Utama

30 November 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=HZ0GdSP_c1s

DARI MOJOK

  • JogjaROCKarta 2025: Merayakan Perpisahan dengan Kemegahan
  • Lulusan S2 UI Tinggalkan Karier Jadi Dosen di Jakarta, Pilih Jualan Online karena Gajinya Lebih Besar
  • Overqualified tapi Underutilized, Generasi yang Disiapkan untuk Pekerjaan yang Tidak Ada
  • Nekat Resign usai 8 Tahun Kerja di BUMN, Nggak Betah Hidup di Jakarta dan Baru Sadar Bawa Trauma Keluarga Terlalu Lama
  • Kelumpuhan Pendidikan di Tiga Provinsi, Sudah Saatnya Penetapan Bencana Nasional?
  • Konsesi Milik Prabowo di Hulu Banjir, Jejak Presiden di Balik Bencana Sumatra


Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.