Dua minggu lalu, saya pergi ke Kayutangan dalam rangka menemani teman untuk mengambil data lapangan untuk keperluan skripsi. Kami sekalian jalan-jalan mengelilingi kompleks Kayutangan Heritage di Kota Malang. Pemugaran bangunan zaman kolonial, pelebaran pedestrian, pertigaan dan perempatan jalan dari aspal diubah jadi batu andesit, hingga kilauan lampu vibes Malioboro Jogja menambah kesan cantik kota yang berhawa dingin ini.
Sayangnya, pemandangan elok itu nggak dibarengi dengan tata kelola wilayah yang baik. Kabel listrik yang bergelantungan sepanjang jalan merusak mata yang memandangnya. Tiang listrik jadi semacam pohon yang tumbuh di tengah-tengah pedestrian jalan yang telah dibangun.
Dari kabel dan tiang listrik saya sudah mendapat gambaran kalau pemerintah dan perusahaan listrik nggak bekerja sama secara baik agar kawasan ini lebih tertata dan lebih ramah pengunjung. Sudah lebih dari empat tahun sejak saya berkunjung pertama kali pada tahun 2020 kabel tak kunjung dibersihkan oleh pemerintah setempat. Bahkan ketika saya berkunjung ke Kayutangan Malang, saya melihat tupai yang memanfaatkan kabel listrik untuk berpindah dari satu pohon ke pohon lain.
Daftar Isi
Bangun sana sini, tapi parkiran nggak disediain di Kayutangan Malang
Jangan datang ke Kayutangan Malang kalau mau cari ketenangan, apalagi saat weekend. Bukannya tenang malah jadi beban pikiran. Niatnya healing malah pusing cari parkiran.
Kalau bawa motor relatif mudah mencari ruang untuk parkir motor. Meskipun saya nggak tahu apakah lokasi parkir di Kayutangan ini legal atau ilegal. Tapi kalau kalian bawa mobil, jangan harap bisa mudah memarkirkan mobil. Yang ada kalian malah mumet mencari tempat parkiran.
Saya heran sama pemerintah setempat. Tiap minggu wisatawan membludak dari berbagai kota di sekitar Malang untuk berwisata ke Kayutangan. Tapi sampai sekarang lahan parkir tak kunjung disediakan. Pemkot banyak membangun landmark yang menurut saya nggak terlalu penting seperti miniatur kereta, bundaran di tengah jalan, hingga replika kotak telepon umum seperti di London.
Pengkajian enam lokasi parkir strategis awal tahun 2024 oleh Pemkot hanya wacana semata. Hingga saat ini, wisatawan yang berkunjung ke Kayutangan kebingungan untuk mencari tempat parkir. Apalagi bus yang membawa rombongan anak-anak sekolah dari luar kota. Wah, kasihan sekali sopir busnya bingung cari parkiran.
Saat ini parkir wisatawan ditempatkan di pinggiran jalan utama wisata Kayutangan Heritage. Menjadikan pemandangan estetis Kayutangan Malang terhalang keindahannya oleh banyaknya mobil dan motor yang berjejer di sepanjang jalan.
Petugas parkir Kayutangan banyak yang nggak menggunakan rompi warna biru dari Dishub. Menampakkan kesan penjaga parkir selayaknya seorang preman yang sedang memungut iuran pada pengunjung untuk keperluan setoran kepada bos preman penguasa wilayah setempat.
Nego dengan oknum berseragam adalah jalan ninja pedagang asongan
Sebagai ruang terbuka umum, Kayutangan Malang menjadi tempat yang cocok bagi mereka yang memiliki usaha starling dan pedagang asongan lainnya. Penjual yang ada di sini bervariasi, mulai dari bapak-bapak dan ibu-ibu berusia 50 tahun ke atas, mahasiswa semester akhir, hingga anak-anak yang masih duduk di bangku SD.
Mereka yang menjajakan barang dagangan kepada para pengunjung selalu diselimuti rasa tak aman. Pemkot secara tegas melarang segala aktivitas penjualan yang tak berizin. Menyebabkan mereka yang berjualan di Kayutangan selalu merasa khawatir jika ada operasi ketertiban dari aparat pemerintah.
Untuk mengatasi masalah tersebut, para pedagang nggak tinggal diam. Mereka menerapkan strategi bisnis dengan para oknum berseragam. Saat membeli kopi dari salah satu pedagang starling di Kayutangan Malang, saya sempat bertanya apakah mereka nggak takut digusur sewaktu-waktu.
Pedagang starling yang merupakan ibu berusia paruh baya tersebut mengatakan kalau mereka sudah negosiasi dengan dua orang pria berseragam biru dan cokelat. Beliau mengaku bahwa gadis perempuannya tengah menjalin hubungan asmara dengan oknum berseragam tersebut. Jalinan cinta segitiga itu menguntungkan usaha starling miliknya. Sebab, mereka akan mengetahui lebih dulu dibanding pedagang lain jika akan dilakukan operasi ketertiban.
Jogjanya teratur, Malangnya amburadul
Mencontoh daerah lain itu sah-sah saja. Saya paham bahwa Pemkot Malang ingin melestarikan warisan budaya di daerah Kayutangan dan menghiasi pedestrian dengan lampu-lampu kuno untuk menghadirkan suasana selayaknya Malioboro Jogja. Meskipun saat ini Malioboro bukanlah Malioboro yang dulu yang terkenal semrawut, saat ini Malioboro sudah tertata rapi dengan konsep perencanaan tata wilayah yang jelas.
Sementara itu di Malang tak demikian. Harus dilakukan pembenahan di daerah Kayutangan agar wisata umum ini dapat menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi para wisatawan. Jika masalah kabel semrawut, tiang listrik, parkiran, dan maraknya pedagang asongan dibiarkan terus, maka dapat merugikan wisata ini ke depannya. Kesan yang didapatkan para wisatawan dari luar kota akan menjadi poin penentu untuk keberlanjutan wisata ini.
Sayang sekali jika wisata yang telah menelan anggaran 5,8 miliar dari APBD ini malah nggak dimanfaatkan secara maksimal.
Penulis: Riki Ari Pradana
Editor: Intan Ekapratiwi
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.