Saya berpamitan pada teman kantor magang ketika waktu hampir menunjukkan pukul sembilan malam. Padahal, acara kantor hari itu belum benar-benar selesai. Ini adalah pilihan bijaksana bagi saya yang tinggal di Kasihan, Bantul.
Malam itu saya membelah jalanan dari pusat kota Jogja menuju rumah di Bantul. Perjalanan pulang bisa memakan waktu kurang lebih satu jam. Suasana di daerah kota sebenarnya masih ramai. Orang-orang masih makan di tenda-tenda angkringan di pinggir jalan, beberapa minimarket yang terang benderang masih buka, dan banyak kendaraan lalu-lalang.
Perjalanan ke Kasihan, Bantul menguras energi
Semua itu berubah menjelang perbatasan Bantul. Sangat mudah mengenali kendaraan yang saya pacu sudah mendekati Bantul. Kondisi jalan semakin jelek. Selain itu, lalu-lalang kendaraan semakin jarang. Indra pendengaran yang tadinya pekak karena ramai klakson dan knalpot, langsung hening dan diisi angin malam saja.
Bagi saya, perjalanan pulang ke Kasihan, Bantul tidak hanya melawan jarak, tapi juga melawan kecemasan. Saya kerap memacu kendaraan sekencang mungkin ketika melewati Ring Road Selatan. Saya takut ada pelaku klitih yang mengejar di belakang kendaraan saya.
Kondisinya tidak lebih baik ketika melintasi Jalan Madukismo. Jalanan gelap gulita dan tidak rata aspalnya. Pertokoan dan gerai sepanjang jalan sudah tutup. Saya semakin awas karena mata minus. Pokoknya, perjalanan pulang saya ke Kasihan, Bantul selalu menguras energi fisik dan psikis.
Tidak cocok untuk melepas galau
Kalau kata Mas Kuncoro Purnama Aji, rute Bangunjiwo di Kasihan, Bantul itu cocok buat melepas galau. Iya bisa mengusir galau, tapi malah mendatangkan stres. Bagaimana nggak mengundang stress, wong pengalaman yang didapatkan itu perasaan ketar-ketir sepanjang perjalanan. Paket lengkap lho, penerangannya minim, sepi juga, rawan kejahatan. Soyo nek motormu Honda Beat, iso-iso malah dituduh meh aksi klitih!
Pemerintah Kabupaten Bantul apa nggak mau mengevaluasi jalur ini ya. Minimal banget menambah penerangan. Selain itu, memperbaiki jalan yang tidak rata. Memasuki musim penghujan seperti saat ini, saya rasa dua persoalan itu harus segera selesai agar tidak membahayakan pengguna jalan.
Melewati jalan gelap, sepi, aspal tidak rata harus saya lakoni sehari-hari. Tidak ada pilihan. Walau takut, saya kuat-kuatkan saja sambil berdoa agar selamat sampai Kasihan. Kadang sambil bernyanyi di sepanjang jalan dengan suara yang cukup lantang untuk mengusir kecemasan. Tapi, serius sih, ini info bodyguard, dong!
Penulis: Cindy Gunawan
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Bantul, Daerah yang Penuh dengan Kejadian (dan Orang) Aneh
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.