Pagi-pagi ketika pulang dari kosnya Mas Taufik, saya membuka Terminal sebagai pengganti doa pagi. Seperti biasa, Terminal nggak pernah mengecewakan. Kali ini hadir tulisan dari Mas Seto Wicaksono yang membahas bokep dan kobosanan adi luhungnya. Saya pun tergelitik, membaca, menutup mata, lantas tertidur. Bukan, bukan karena bosan. Bagi saya, membahas bokep itu memerlukan bantuan tenaga lebih dan pikiran yang luhur.
Lantas, saya kirim tulisan tersebut ke Mas Taufik. Bagaimanapun, blio adalah makrokosmos ide tulisan-tulisan saya di Terminal. Berharap mendapatkan ide, justru balasannya bajingan sekali, “Aku bikin judul, 5 rekomendasi bokep yang mengesankan dgn skenario ala Michael Bay, ntr (tanpa saya edit)”. Baiklah, saya kemekelen nggak karuan.
Akhirnya saya memutuskan untuk lancang dan memilih jalan terjal guna membalas tulisan Mas Seto Wicaksono yang terhormat. Peduli setan admin Twitter Mojok yang makin hari makin membosankan itu, perkara membuat caption nanti bilang “pakar bokep ini bilang….” atau “kata si penulis….” Saya nggak peduli. Perihal alur bokep, memang wajib hukumnya diluruskan.
Melalui tulisan tersebut, Mas Seto mengatakan, “Mau film bokep ala-ala Asia, Eropa, Amerika, atau dari benua mana pun sama aja. Mau yang durasi videonya sebentar, kek. Mau yang satu sampai dua jam, alur ceritanya ya gitu-gitu aja.” Ini sebuah kesalahan yang nggak kalah fundamental. Bahkan sejak membuat kerangka berpikir, sudah salah. Sudah tidak adil sejak dalam pikiran.
Bokep itu adalah industri. Tiap negara, kadang kala memiliki ciri yang berbeda. Bahkan jangan ambil patokan negara, deh. Kita ambil satu negara, tapi beda studio, itu saja sudah memiliki ciri khas tersendiri dan tentunya berbeda mulai dari sudut pandang khas plot cerita, pengambilan gambar, dan SOP khusus yang dimiliki oleh tiap studio tersebut.
Dengan landasan etis dan tetek bengeknya, Mas Seto tidak memberikan contoh yang gamblang. Lagi-lagi, sudah tidak adil sejak dalam pikiran. Nggak usah dikasih disclaimer pun saya yakin para pembaca Terminal sudah pada cerdas. Mereka membaca untuk menambah wawasan, bukan untuk swaseks dengan tangan kirinya.
Misalnya, S1 (hampir) nggak pernah menghadirkan creampie dalam video rilisannya. Dilansir dari @JepangUncensor1, studio ini doyan menghadirkan sub-genre “netorare”. Bisa juga disebut sebagai NTR yang merupakan fetish dengan istilah “cuckold” atau “perselingkuhan”. Yah, meskipun NTR dalam tradisi Jepang memiliki ciri khasnya sendiri, salah satu unsurnya adalah “dominasi”.
Ada juga E-Body yang banyak dibilang, cover depan “editan belaka”, nggak sama dengan apa yang akan ditampilkan. Mulai dari struktur wajah, badan, bahkan sampai gambaran cerita. IdeaPocket yang doyan menampilkan “realitas”. Kehidupan adalah hal sentimen, lantas IdeaPocket bisa mengobok-obok lebih dalam bagian ini.
Kenapa harus tahu perihal sepele mengenai studio? Begini, Kakanda.
Saya nggak paham perihal seni, tapi saya berani bilang bahwa jadi penonton harus cerdas. Ketika tahu tipikal studio, saya bisa tahu apa yang sedang dibutuhkan. Bukan perkara mesum dan sebagainya, tapi ada waktu yang terus bergerak dan harus dituntaskan. Kalau asal buka situs, ya ketemunya Mia Khalifa lagi, Mia Khalifa lagi. Gratisan pula. Pasalnya, nonton asal dari situs bodong, yang keluar ya bokep gitu-gitu aja.
Jika riset dulu dapur film tersebut dibuat, aktrisnya (atau malah aktornya), lantas plot yang biasanya dibuat, istilah membeli kucing dalam karung sudah nggak terjamin lagi keabsahannya. Pun argumen yang bilang begini, “Nggak perlu nunggu sampai filmnya selesai. Dari awal cerita saja sudah anti-klimaks dan bikin malas sekaligus nggak selera nonton.” Sudah nggak mashoook blas, Mas.
Saya tergelitik lagi dengan argumen, “Bahkan, bisa dibilang, alur ceritanya nggak pernah ada yang smooth. Lagian, mau selama apa pun durasi filmnya, ya, gitu-gitu aja. Nggak ada yang berubah. Editingnya juga belum pernah ada yang cinematic, tuh.” Memang benar kata Taufik, rasanya Mas Seto butuh film bokep seperti garapan Michael Bay atau Christopher Nolan. Atau jangan-jangan selama ini Mas Seto nontonnya di XNXX?
Lantas ada lagi argumen begini, “Mungkin memang industri ini nggak pernah berorientasi pada development cerita dan sinemanya.” Wah, salah besar. Dilansir dari @JAV_banget, senpai dari segala senpai saya perihal AV, banyak artis yang terjebak oleh managernya (pihak kedua). Dalam kontrak, ada micro transaction yang nggak dibaca oleh artis yang pada dasarnya tema tertentu nggak mau dilakukan oleh si artis ini.
Pun saran saya nih ya, selain ngulik dulu lebih dalam perihal studio bokep, mendingan kalau nonton bokep jangan nobar deh, Mas. Kok jatuhnya serem, ya. Akan tetapi ya itu, bokep urusan personal. Semoga saja tulisan ini bisa membuka khasanah baru bahwa nonton bokep bukan hanya untuk coli, nobar, atau malah coli sambil nobar belaka, Mas. Menonton bokep, lebih dari itu, riset dulu saja pelan-pelan.
Mau yang skenario yang nggak biasa, Mas? Silakan kulik mulai dari Glory Quest, Iaine, kemudian puncaknya adalah Studio Rocket. Yang terakhir saya sebut, ada edisi khusus Halloween lho, Mas. Mbok menowo kan suka yang genre Sadako atau demit khas Jepang lainnya tapi versi biru.
Dolanmu kurang adoh.
BACA JUGA 6 Celetukan yang Sering Keluar Saat Nonton Film Horor dan tulisan Gusti Aditya lainnya.