Terminal Mojok
Kirim Tulisan
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Film
    • Sinetron
    • Anime
    • Musik
    • Serial
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Kecantikan
    • Game
    • Gadget
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
Terminal Mojok
Kirim Tulisan
Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
  • Gaya Hidup
  • Kunjungi MOJOK.CO
Home Artikel

Kalap Berkat Kabut Asap

Friska Wulandari oleh Friska Wulandari
19 September 2019
A A
kabut asap

kabut asap

Share on FacebookShare on Twitter

Saya teringat akan salah satu teman di grup kepenulisan internet. Biasanya grup itu ramai ketika sore hari. Maklumlah, sebagian besar anggotanya berstatus pelajar SMA dan mahasiswa. Tiba-tiba ada salah seorang anggota grup mendadak aktif di siang hari. Dia masih SMA. Dia itu member baru jadi belum terlalu akrab. Saya tanya padanya.

“Dek, kok masih on WA? (grup penulis itu berbasis WhatsApp) Nggak sekolah?” tanyaku. Ia pun menjawab, “Lagi libur, Kak. Soalnya ada asap.”

Jawaban polosnya mengingatkan saya akan fenomena tak berkesudahan di negeri ini. Kabut asap setiap musim kemarau tiba. Fenomena ini bahkan disinggung menjadi salah satu episode Upin Ipin. Rasanya malu mengingat fenomena ini juga sampai mengganggu negara tetangga.

Fenomena kabut asap di musim kemarau sama merepotkannya dengan fenomena banjir di musim hujan. Normalnya kabut asap muncul karena munculnya titik-titik api di sekitar hutan yang muncul berkat musim kemarau terlebih bila kemarau panjang terjadi. Hal itu diperburuk dengan para cukong-cukong tak bertanggung jawab yang memanfaatkan hal itu untuk kepentingan mereka.

Kabut asap bukan murni karena musim kemarau, melainkan memang sengaja dibakar. Pemerintah seakan menganggap masalah ini bukanlah hal serius. Masih mending sih kalo pemerintahnya mengatasi dengan membuat hujan buatan atau mengajak para warganya, khususnya warga Muslim, untuk sholat istisqa (sholat meminta hujan) saat kemarau tiba. Bagi non-Muslim sekalipun tetap saja diarahkan untuk berdoa untuk meminta hujan.

Masalahnya fenomena ini terus berulang setiap tahun. Setiap kali musim kemarau, pasti ada satu berita itu menjadi tajuk utama di berita. Sudah tidak terhitung banyaknya lahan yang terbakar setiap tahunnya. Sudah tak terhitung luas hutan kita berkurang setiap tahunnya. Bayangkan saja bila itu terjadi terus menerus. Apa kata perwakilan negara tetangga kita bila menghadapi kabut asap terlebih pemerintah jadi memindahkan ibukota negara ke Kalimantan, salah satu daerah yang menjadi sasaran pembakaran hutan?

Apa pemerintah ingin seperti pemerintah kota Shanghai yang menempelkan foto keadaan ibukota itu saat udara bersih saat kepulan asap menutupi kota itu? Rasanya lebih memalukan lagi berkat kualitas cetak sablon dan foto keadaan ibukota di hari cerah bukan dalam resolusi HD apalagi 4K.

Setiap tahunnya, aktivitas di kota-kota sekitar daerah yang terbakar itu terhenti. Tak terhitung berapa kerugian secara ekonomi dan waktu berkat adanya kabut asap. Tak terhitung kerugian yang pemerintah kota itu alami dengan melakukan penanganan sewaktu kabut asap terjadi. Sekolah-sekolah tutup. Anak-anak tak bisa bermain bebas. Perekonomian lumpuh. Efek jangka panjang dari kabut asap itu bisa lebih berbahaya daripada asap rokok.

Baca Juga:

Isu Ijazah Jokowi Palsu Adalah Isu Goblok, Amat Tidak Penting, dan Menghina Kecerdasan, Lebih Baik Nggak Usah Digubris!

Rumah Pribadi Jokowi di Solo Memang Cocok Jadi Destinasi Wisata Baru

Para pelaku pembakaran hutan tak berpikir efek jangka panjang soal pembakaran hutan. Emisi karbon otomatis meningkat sekaligus meningkatkan suhu bumi kita. Tak ada lagi hutan sebagai wadah penampung air di musim hujan. Bersiaplah dengan kekeringan hebat bila musim kemarau panjang dan banjir bandang di musim hujan. Satu persatu hewan dan tumbuhan asli Indonesia akan punah. Apa kabar dengan titan arum, anggrek bulan, rotan, bekantan, apalagi orang utan? Bagaimana dengan suku yang tinggal di hutan dan menggantungkan hidup pada alam?

Pohon-pohon sawit yang tumbuh di atasnya takkan bisa menghidupkan hutan seperti dulu. Pohon sawit bisa merusak kandungan asli tanah hingga berkurang kesuburannya. Tak jarang beberapa lahan bekas kebun sawit sulit ditanami tanaman lain apalagi kembali menjadi hutan. Itu alasan penduduk desa menentang keberadaan kebun sawit di lingkungan mereka. Kebun-kebun milik mereka takkan subur seperti dulu lagi. Apa para pembakar hutan tidak berpikir sampai ke sana?

Belakangan ini tagar berkaitan dengan kabut asap dan penggalangan dana untuk korban bencana musiman itu bermunculan. Apakah cukup dengan hal itu? Tidak. Kita butuh aksi nyata untuk selamatkan hutan kita. Ketika hutan kita rusak, tanami lagi hutan kita. Sisipkan hal untuk menyelamatkan hutan dengan menanam bibit-bibit pohon baru di hutan yang bisa melindungi habitat sekaligus menghidupi warga sekitar. Jangan berikan masker pada korban. Belikan saja modal yang cukup untuk melakukan hujan buatan.

Kita harus hentikan semua ini demi kehidupan kita dan lingkungan sekitar kita. Jangan ada lagi hutan terbakar lagi apalagi jadi judul episode sinetron azab berikutnya: Azab Pembakar Hutan yang Mati Terkubur Kabut Asap. Jangan hanya duduk diam mengkritisi kebijakan pemerintah yang seakan acuh tak acuh dengan kondisi ini. Kita harus bergerak dengan aksi nyata untuk selamatkan lingkungan. Kita harus berikan pendidikan pada penduduk sekitar soal bahayanya kabut asap.

Kumohon. Jangan ada lagi kabut asap atau curhat di internet soal status berkaitan dengan kabut asap. Biarlah kabut hanya muncul di dalam dada karena panas lihat status si doi dengan selingkuhannya. (*)

BACA JUGA Darurat Asap itu Bisa Jadi Berkah, Bukan Musibah atau tulisan Siti Halwah lainnya.

Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.

Terakhir diperbarui pada 19 September 2019 oleh

Tags: Jokowikabut asapkebakaran hutanMusim KemarauPolitik Indonesia
Friska Wulandari

Friska Wulandari

ArtikelTerkait

hewan atau diam

Mau Mengkritik, Tetapi Takut Dianggap Anakan Hewan

28 Mei 2019
selow

Melihat Ke-selow-an Kaesang sebagai Kunci Mendinginkan Panasnya Medsos

21 Juli 2019
Indonesia Targetkan Punya 9 Juta Talenta Digital, Halu atau Harus Didukung_ mojok.co

Indonesia Targetkan Punya 9 Juta Talenta Digital, Halu atau Harus Didukung? 

26 Agustus 2021
Bediding, Ketika Siang Panas dan Malam Dingin Banget MOJOK.CO

Bediding, Ketika Siang Panas dan Malam Dingin Banget

28 Juli 2020
perdamaian politik

Kebersamaan Keluarga Pak SBY dan Ibu Mega dan Pentingnya Perdamaian Dalam Politik

9 Juni 2019
Betapa Tidak Pentingnya Mengingat Nama-nama Menteri Saat Ini terminal mojok.co

Betapa Tidak Pentingnya Mengingat Nama-nama Menteri Saat Ini

29 Desember 2020
Muat Lebih Banyak

Terpopuler Sepekan

Air Terjun Tumpak Sewu Lumajang, Tempat Terbaik bagi Saya Menghilangkan Kesedihan

4 Aturan Tak Tertulis agar Liburan di Lumajang Menjadi Bahagia

17 Desember 2025
Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

Tambak Osowilangun: Jalur Transformer Surabaya-Gresik, Jadi Tempat Pengguna Motor Belajar Ikhlas

15 Desember 2025
Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

Kasta Sambal Finna dari yang Enak Banget Sampai yang Mending Skip Aja

19 Desember 2025
Solo Gerus Mental, Sragen Memberi Ketenangan bagi Mahasiswa (Unsplash)

Pengalaman Saya Kuliah di Solo yang Bikin Bingung dan Menyiksa Mental “Anak Rantau” dari Sragen

13 Desember 2025
Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

Boleh Membanggakan SCBD Jogja, tapi Jangan Lupakan Gamping dan Mlati Sleman yang Akan Menjadi The Next SCBD Jogja Barat

19 Desember 2025
Setup Makaroni Kuliner Khas Solo, tapi Orang Solo Nggak Tahu

Setup Makaroni: Kuliner Khas Solo tapi Banyak Orang Solo Malah Nggak Tahu

19 Desember 2025

Youtube Terbaru

https://www.youtube.com/watch?v=SiVxBil0vOI

Liputan dan Esai

  • Upaya Merawat Gedung Sarekat Islam Semarang: Saksi Sejarah & Simbol Marwah yang bakal Jadi Ruang Publik
  • Busur Panah Tak Sekadar Alat bagi Atlet Panahan, Ibarat “Suami” bahkan “Nyawa”
  • Pasar Petamburan Jadi Saksi Bisu Perjuangan Saya Jualan Sejak Usia 8 Tahun demi Bertahan Hidup di Jakarta usai Orang Tua Berpisah
  • Dipecat hingga Tertipu Kerja di Jakarta Barat, Dicap Gagal saat Pulang ke Desa tapi Malah bikin Ortu Bahagia
  • Balada Berburu Si Elang Jawa, Predator Udara Terganas dan Terlangka
  • Memanah di Tengah Hujan, Ujian Atlet Panahan Menyiasati Alam dan Menaklukkan Gentar agar Anak Panah Terbidik di Sasaran

Konten Promosi



Summer Sale Banner
Google News
Ikuti mojok.co di Google News
WhatsApp
Ikuti WA Channel Mojok.co
WhatsApp
Ikuti Youtube Channel Mojokdotco
Instagram Twitter TikTok Facebook LinkedIn
Trust Worthy News Mojok  DMCA.com Protection Status

Tentang
Kru
Kirim Tulisan
Ketentuan Artikel Terminal
Kontak

Kerjasama
F.A.Q.
Pedoman Media Siber
Kebijakan Privasi
Laporan Transparansi

PT NARASI AKAL JENAKA
Perum Sukoharjo Indah A8,
Desa Sukoharjo, Ngaglik,
Sleman, D.I. Yogyakarta 55581

[email protected]
+62-851-6282-0147

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.

Tidak Ada Hasil
Lihat Semua Hasil
  • Nusantara
  • Kuliner
  • Kampus
    • Pendidikan
  • Ekonomi
  • Teknologi
  • Olahraga
  • Otomotif
  • Hiburan
    • Anime
    • Film
    • Musik
    • Serial
    • Sinetron
  • Gaya Hidup
    • Fesyen
    • Gadget
    • Game
    • Kecantikan
  • Kunjungi MOJOK.CO

© 2025 PT Narasi Akal Jenaka. All Rights Reserved.