Umumnya, manusia itu punya akal atau pikiran. Seseorang akan dikatakan normal apabila pikirannya berjalan dengan logika yang tepat. Nah, sialnya, artikel berjudul “Nyatanya, Joki Skripsi Lebih Memahami Mahasiswa Tingkat Akhir ketimbang Dosen yang Nggak Becus Membimbing, kok” nggak menggambarkan ciri-ciri itu. Serius.
Awal membacanya, saya kira akan ada argumen ataupun logika yang baru setelah sebelumnya saya menulis soal “Joki Skripsi Itu Haram Apa pun Alasannya”. Tapi nyatanya, sama sekali nggak. Kesesatan berpikir masih terjadi. Bahkan menurut saya, kesesatannya semakin nggak karu-karuan.
Saya jujur saja, sampai heran, gimana caranya penulis bisa dengan PD dan konsisten memamerkan kesesatan berpikir lewat poin utama “joki skripsi lebih memahami mahasiswa”. Sungguh, tak seharusnya sesat pikir pada tulisan tersebut dimiliki manusia normal, apalagi seorang sarjana.
Daftar Isi
Mengebiri cita-cita seorang mahasiswa
Iya, saya paham, bahwa joki skripsi itu lebih memahami mahasiswa ketimbang dosen pembimbing yang tak becus. Namanya aja ‘joki skripsi’. Jasa yang ditawarkan ya tentu saja berpihak penuh pada kebutuhan mahasiswa. Dia nggak mungkin dipakai mahasiswa kalau jasanya bertolak belakang kayak dosen pembimbing yang tak becus itu.
Tapi tetap saja, semua jasanya mulai dari bimbingan, sikapnya yang responsif, hingga membantu mencarikan sumber dan mempercantik skripsi itu tak layak diromantisasi. Mereka tak pantas disebut pihak yang baik untuk mahasiswa.
Sekalipun alasannya (memang benar-benar) karena ada mahasiswa yang hanya meminta referensi saja, tetap saja tak etis. Saya pertegas lagi, mau secanggih apa pun melayani mahasiswa, tetaplah joki skripsi itu bengis. Kenapa? Karena mereka mengebiri cita-cita mahasiswa.
Identitas mahasiswa, itu setidaknya lekat dengan pribadi yang mandiri dan punya pikiran yang kritis.serta kreatif. Makanya kenapa dalam perkuliahan, mahasiswa dituntut untuk nggak boleh punya sesat pikir saat diskusi mata kuliah. Apalagi menyontek saat mengerjakan tugas.
Lha kalau kemudian joki skripsi dengan segala jasanya itu disebut membantu mahasiswa, berarti mereka sama aja dengan mengebiri cita-cita mahasiswa. Gimana? Masak gini aja nggak paham? Logika paling sederhana loh ini.
Lagipula ya, mencari referensi ini perihal yang nggak sulit-sulit amat KALAU MAHASISWA NGGAK PENGECUT. Ada banyak kok tutorial dari para ahli di YouTube dan beberapa artikel tentang situs jurnal untuk referensi skripsi. Dan semua itu, bisa diakses secara gratis tanpa perlu memakai joki.
Sama-sama bengis
Iya, saya paham bahwa kondisi mahasiswa akhir itu begitu mengerikan. Harus menghadapi masalah finansial dan ketidakjelasan di masa akhir perkuliahan. Saya pun paham bahwa dosen pembimbing nggak becus itu masalah yang amat besar bagi mahasiswa. Bikin pusing, gelisah, mood ancur, semuanya jadi satu kesatuan.
Nah, tapi, Puh, bukan berarti keberadaan joki ini bisa dibenarkan, atau lebih halus lagi, dinarasikan secara framing hingga seolah-olah semua keterpurukan itu tadi bisa diobati pakai joki skripsi.
Atau lebih spesifik lagi, mengumbar fakta bahwa joki skripsi menyediakan pelayanan yang lebih baik ketimbang dosen pembimbing nggak becus, itu artinya secara nggak langsung memberitahu kepada mahasiswa agar punya mental pengecut. Di titik ini, antara joki dan dosen pembimbing tak becus sama-sama bengis.
Hanya saja, jika dosen pembimbing bikin mahasiswa hidupnya semakin terpuruk. Maka joki skripsi membuat mahasiswa nggak punya moral dan kapasitas akademis.
Sesempurna apa pun joki skripsi, jasanya tetap tak layak diromantisasi
Ujungnya, saya kembali lagi untuk bilang bahwa, saya sepakat kalau merebaknya joki skripsi itu akibat dari dosen pembimbing yang tak becus. Tetapi, menuliskan soal kenyataan bahwa joki skripsi membantu mahasiswa, saya juga lebih tidak sepakat. Jasa joki skripsi tetap tak layak diromantisasi. Kenapa?
Ibaratnya, penggunaan joki skripsi ini sama halnya dengan membuat SIM C atau A lewat calo. Calo SIM ini kan memang membantu orang banget. Orang nggak perlu memahami dan mengalami cara-cara berkendara yang baik. Tinggal membayar ratusan ribu, selesai sudah keruwetan. Berkendara udah bisa tenang meskipun caranya ugal-ugalan dan mengancam nyawa.
Menggunakan joki skripsi pun begitu. Mahasiswa memang bisa tenang menjalani studinya. Tapi setelah lulus, dia akan terpuruk karena nggak terbiasa mandiri, nggak punya pikiran kritis dan kreatif saat mengerjakan tugas di dunia kerja.
Dan lagipula, kok bisa-bisanya mengatakan mahasiswa yang menggunakan joki skripsi (lebih) bisa menjalani sidang secara baik dan lancar. Lha dikira, saya dan teman mahasiswa lain yang nggak pakai joki, itu nggak menjalani sidang dengan baik dan lancar gitu? Sembarangan aja!
Penulis: Achmad Fauzan Syaikhoni
Editor: Rizky Prasetya
BACA JUGA Pengalaman Saya Menjadi Joki Skripsi yang Penghasilannya Nggak Main-main