Debat Capres dan Cawapres menjelang Pemilu 2024 membuat beberapa isu hangat dibicarakan, salah satunya stunting. Pembahasan ini mengingatkan saya akan Jember, daerah kelahiran tercinta. Bagaimana tidak, di balik gemerlap karnaval yang gencar digelar, Jember menempati angka prevalensi stunting tertinggi se-Jawa Timur.
Melansir laman resmi Kementerian Kesehatan (Kemenkes), stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang. Gangguan ini muncul karena malnutrisi pada ibu hamil atau selama masa pertumbuhan anak.
Tidak sekadar berpengaruh pada kondisi fisik ketika anak-anak, stunting bisa berdampak pada gangguan metabolik di masa dewasanya sehingga lebih rentan terkena penyakit tidak menular. Itu mengapa pengentasan stunting digencarkan supaya beban ekonomi di masa mendatang tidak begitu besar.
Angka stunting Jember tertinggi se-Jawa Timur
Hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan 2022 mencatat, Kabupaten Jember menduduki posisi tertinggi prevalensi balita stunting di Jawa Timur. Prevalensi maksudnya, persentase jumlah balita di suatu populasi yang mengalami stunting dalam pertumbuhan fisiknya. Jember mencatatkan angka 34,9 persen atau sekitar 5.000 balita. Angka ini sangat tinggi mengingat angka stunting berdasar standar World Health Organization (WHO) adalah 20 persen.
Jujur, informasi ini mengejutkan bagi saya. Di mata saya, Jember itu punya potensi yang sangat besar. Kota Tembakau ini punya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang yang bisa menjadi modal sebagai kota yang maju. Sayangnya, potensi ini tampaknya tidak dinikmati oleh seluruh kalangan. Stunting adalah salah satu cermin kegagalan distribusi kesejahteraan di tengah masyarakat.
Perlu menetapkan prioritas
Saya rasa masalah ini perlu sesegera mungkin diatasi. Anak-anak adalah masa depan. Bukan tidak mungkin kualitas Jember semakin buruk karena kekurangan sumber daya manusia berkualitas akibat stunting yang tidak segera ditangani.
Asal tahu saja, anak-anak yang mengalami stunting cenderung memiliki performa akademik yang lebih rendah, kurang produktif di tempat kerja, dan rentan mengalami masalah kesehatan sepanjang hidupnya. Apabila angka stunting tidak segera ditekan, bukan tidak mungkin Jember akan menanggung banyak beban di masa depan. Berbagai potensi Jember jadi sia-sia dan tidak bisa dimaksimalkan.
Ini masalah serius. Pemerintah setempat perlu segera menetapkan prioritas. Apakah mengentaskan stunting kalah penting dibanding beragam karnaval yang kerap digelar di Jember? Pemkab Jember perlu mengambil tindakan preventif dan intervensi. Misalnya, mengoptimalkan program-program gizi yang terintegrasi, peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, serta edukasi bagi masyarakat tentang pentingnya gizi seimbang, dan pola makan yang sehat.
Saya memahami karnaval merupakan salah satu kegiatan yang bisa memutar roda ekonomi Jember. Namun, saya harap pemerintah tidak melupakan PR besarnya, mengatasi stunting. Mungkin saat ini dampaknya belum terlihat ya, tapi kalau pemerintah hanya berpangku tangan, Jember bisa merana ke depannya. Ayo Jember jadi daerah yang mampu memberikan kualitas hidup yang baik bagi seluruh penduduknya, tanpa terkecuali!
Penulis: Adhitiya Prasta Pratama
Editor: Kenia Intan
BACA JUGA Jember “Gagap” Jadi Kota Tujuan Belajar. Fasilitas Publik Alakadarnya dan Mengecewakan Mahasiswa
Terminal Mojok merupakan platform User Generated Content (UGC) untuk mewadahi jamaah mojokiyah menulis tentang apa pun. Submit esaimu secara mandiri lewat cara ini ya.